Mohon tunggu...
A. Dahri
A. Dahri Mohon Tunggu... Penulis - Neras Suara Institute

Ngopi, Jagong dan Silaturrahmi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Melingkar Merajut Doa Bersama Kawan-kawan Jalanan dalam Munajat Jalanan

30 November 2024   10:34 Diperbarui: 30 November 2024   11:30 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gus Syifa dan Gus Buna (Khadim ala al-salik MJ) 

Munajat Jalanan menjadi huma Merajut Doa dan Kemesraan dari Jalanan

Jalanan menjadi istilah simbolik bagi mereka yang berada atau hidup di jalan. Mengukur nasibnya di sepanjang jalan. Bahkan mengadu kisah di antara kerasnya portal-portal jalan. Namun jalanan sendiri mengalami perluasan makna, afirmasinya adalah kelompok yang sedang salik menggapai kesadaran cinta dariNya.

Begitulah munajat jalanan. Sebuah wadah untuk saling bersaut doa bagi mereka yang "termarjinalkan". Termarjinalkan karena anggapan, baju atau dandanan, yang bagi para arif adalah kasta keberagamaan di permukaan. Sedangkan mereka yang memandang hati nurani, ketulusan dan ragam kebesaran jiwa, maka sejatinya tidak ada polarisasi termarjinalkan. Semua di Mata Tuhan sama.

Munajat jalanan menjadi wadah belajar bersama untuk menemukan kegembiraan yang tidak hanya permukaan semata. Melainkan substansi dan ruhnya. Kang M Rojib Izil Muttaqin atau yang kerap dikenal Kang Taqin di kalangan santri, sahabat jalanan, vespa dan para salik di jalan sunyinya, bersama dengan Kyai M Irfan Mahmud dan Agus H. Abdulloh Murtadlo, memberi ruang seluas-luasnya kepada mereka yang terisolir anggapan.

Di Pesantren Al Gozali, atau serambi Goza Pakis Tegal Pasangan menjadi bukti dan saksi bahwa belajar menjadi manusia ruang tidak selalu dari lembaran-lembaran suci, kurasan dan rangkaian pitutur yang eksotik.

Dengan saling bergandengan tangan, menghaturkan doa kepada sahabat jalanan yang mendahului, membaurkan diri dalam ruang sosial yang disebut masyarakat, laku membenamkan diri dalam kegaduhan cinta dan kerinduan pada Kanjeng Nabi adalah pijakan dasar untuk menyadari bahwa jalanan tidak selaku kelam. Jalanan adalah ruang ekspresi sebagai manusia, pun juga ruang semedi sebagai hamba: tapa ngrame.

Kita semua adalah salik, yang tak sama-sama tahu dari mana dan siapa doa itu diterima dan diijabah olehNya. Karena prinsip dasarnya bukan busana, bukan pula bentuk wajah atau sorban yang melilit tebal. Tetapi ketulusan hati yang abadi seperti sepenggal lirik lagu Senyumanmu milik Letto.  

Alangkah indahnya ketika, tak ada prasangka pada mereka yang tidak bergelut dengan sarung dan baju koko, atau surban sekalipun. Enggan untuk tidak menebar kebahagiaan adalah kunci menuju cinta kanjeng nabi Muhammad. Siapapun berhak, termasuk sahabat kita di jalanan. Oleh sebab itu, Munajat jalanan #4 pada 1 Desember  2024 ini adalah tabungan kerinduan bersama.

Senantiasa dibersamai sahabat jalanan, Gus Kautsar dan Mas Sabrang, adalah bukti bahwa sahabat jalanan adalah bagian dari kehidupan sosial keagamaan, adalah bagian dari cakrawala kehidupan yang senantiasa memberi perimbangan dan bunga mawar yang senantiasa mewangi dalam kebersamaan, canda dan sehimpun doa.

Besar harapan adalah senantiasa keberkahan dariNya menyelimuti kita semua. Karena tiada cinta yang tidak dirayakan, begitu juga munajat jalanan. Rayakan kegembiraan, kenang perjumpaan, dan jabat erat persaudaraan, menuju rahmatan lil 'alamin. Cinta yang menyatu bukan atas dasar gombal atau mukio sekalipun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun