Kasus keringnya batiniah inilah yang menjadi dilemma sosial yang harus dicari solusi terbaiknya. Peran agama melalui pemangku kebijakan juga harus hadir. Bukan hanya sebagai pemeran keagamaan tetapi juga menjadi ruang yang menyediakan solusi atas permasalahan sosial yang ada.
Belum lagi ketika berbicara dampak, anak terutama. Kasus perceraian sangat berdampak bagi seorang anak, terutama perkembangan mentalnya. Apalagi dalam hal pendidikan, menurut Mayowa "The increase in broken marriage will have a consequential effect on the educational well being of the children in such a home." Bahwa dampak dari perceraian memiliki konsekuensi atas kesejateraan pendidikan di dalam rumah. Ketika mereka terbelakang dalam sekolah maka yang dilihat adalah latar belakang keluarganya.
Oleh karena itu, alasan apapun yang menjadikan pasangan keluarga bercerai akan mengakibatkan dampak yang luar biasa terlebih kepada seorang anak. Hal inilah yang harus dipersiapkan, dianalisis dan dicari solusi terbaiknya untuk mengatasi persoalan most children are backward. Baik dari pihak keluarga sendiri, pemangku kebijakan urusan agama dan pihak-pihak terkait seperti lembaga pendidikan, psikolog, sosiolog dan pemerintah.
Kalaupun konsep "tata tentrem karta raharja" adalah konsep secara luas, alangkah baiknya jika diturunkan dalam porsi yang kecil yaitu keluarga. Pola yang dibentuk adalah membangun kesejahteraan keluarga. Membangun pola komunikasi yang saling membangun tanpa melemahkan. Menumbuhkan kesadaran akan pentingnya sebuah kesepakatan, pernikahan adalah satu kesepakatan yang bukan hanya untuk dua pasangan, tetapi keluarga yang lain, terlebih anak yang dilahirkan dari buah pernikahan tersebut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H