Mohon tunggu...
A. Dahri
A. Dahri Mohon Tunggu... Penulis - Santri

Alumni Sekolah Kemanusiaan dan Kebudayaan Ahmad Syafii Maarif (SKK ASM) ke-4 di Solo

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menyoal Peradaban Manusia, Filsafat Etika dan Agama

18 Mei 2023   08:34 Diperbarui: 18 Mei 2023   18:23 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Peradaban Manusia (Sumber: Pixabay)

Setiap kasus kehidupan yang kita lalui tentu tidak lepas dari proporsional ajaran agama. Ada yang begitu ketat, pun begitu longgar dan fleksibel. Hal ini erat kaitannya dengan etika atau filsafat moral.

Dalam konteks keimanan, seorang hamba memiliki kaitan etis untuk tidak menggantikan Tuhan dengan lainya. Begitu juga dalam peran sosial yang kaitannya berhubungan dengan manusia yang lain.

Bahkan dalam kajian islam, orang yang beriman dengan tekun kepada Tuhannya ia akan mendapatkan kebaikan di dunia pun di akhiratnya. Begitu juga dalam agama-agama yang lain, keyakinan akan Tuhan harus ditekankan sebagai bukti penghambaan kepadaNya.  Sehingga, ragam keyakinan yang lain itulah  menjadi batasan moral  antar agama.

Lain halnya dengan sikap, jalinan kerja, unggah-ungguh, tata komunikasi antar sesama manusia. Bahwa kepada siapun seharusnya sesama manusia harus saling menghargai dan menghormati. Saling mengenal satu sama lain, menjadi penopang prinsip kemanusiaan itu sendiri.

Pak Sunoto (1982: 72) menegaskan bahwa etika dapat membantu dalam menggali rasionalisme moralitas agama. Karena sering kali ajaran moral yang terkandung dalam wahyu mengijinkan tafsir-tafsir yang berbeda dan betentangan. Dewasa ini misal yang berkaitan dengan teknologi, al-Quran yang bentuknya adalah aplikasi di android maupun appstore. selain itu, bayi tabung misalnya, akad jual beli dengan alat transaksi virtual account, dan lain sebagainya.

Perkembangan ilmu pengetahuan inilah yang menjadi kunci relasi sosial berupa materiil etis. Jika meminjam pandangan Pak Magnis Suseno (1989:16) maka etika memang tidak dapat menggantikan agama, tapi etika juga tidak bertentangan dengan agama, bahkan di lain sisi sangat diperlukan oleh agama. Harapan atas agama yang rasional, ajaran keimanan yang logis menjadi satu dinamika etis yang diharapkan oleh penganutnya. Sehingga, wajar ketika dalam proses pencarian Tuhan perlu adanya dinamika intelektual antara sains dan agama, bahkan ruang-ruang diskursif lainnya.

Contoh lain misalnya dalam proses pemilihan umum kepala negara berikut legislatif dari berbagai tingkatan. Ajaran agama menitik beratkan pada kriteria-kriteria pemimpin yang dipilih adalah yang memiliki kedalaman berpikir, adil dan bijaksana misalnya. Pun sistemnya ada yang sangat veodalistik dan demokrasi. Jika kita lihat melalui aspek etis maka pemimpin yang mencalonkan diri atau dicalonkan harusnya tidak menegasikan falsafah negara sebagai ajaran sosialnya. 

Di mana keadilan menjadi kunci utama, kebijaksanaan menjadi tiang penyangga dan integritas menjadi satu kesatuan relasi sosial antara ulil amri dan Masyrakat. Sehingga, konsep manunggaling kawula lan gusti memiliki poros pemahanan tentang kesadaran politis dan etika bersosial, di mana harapannya adalah penyatuan antara pemerintah dan rakyatnya. Bukan sebaliknya seperti atasan dan bawahan, seperti raja dan hamba, melainkan hubungan antar sesama manusia dengan tugas dan kewajiban melindungi hak setiap manusia.

Kalau ada penjual bakso yang sedang antri melayani pembeli, tentu pembeli yang baru jangan nyerobot begitu saja. Sehingga meniadakan aspek menghormati sesama. Bagaimanapun perbedaan kelas sosialnya, secara etis harus bisa menghargai dan menghormati sesama.

Dialog moral antar agama menjadi sangat penting untuk menegaskan perbedaan dan persamaannya. Agama selain sebagai ajaran, tentu sebagai ruang diskursif untuk melihat titik temu dari perbedaan keyakinan, sehingga melalui dialog itu muncul kesadaran etis. Oleh karenanya, filsafat etika dapat merintis kerja sama antar mereka (agama) dalam upaya membangun masyarkat.

Membangun peradaban manusia sangatlah penting. Dari cara berpikir, budaya dan pola komunikasi sosialnya. Agama adalah ruang prifat bagi penganutnya, yang tampak dalam kehidupan adalah nilai-nilainya. Karena tidak ada paksaan dalam beragama, maka etika menjadi sangat penting untuk membentuk kerangka berpikir yang selalu relevan dalam membangun kehidupan masyarakat.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun