Mohon tunggu...
A. Dahri
A. Dahri Mohon Tunggu... Penulis - Santri

Alumni Sekolah Kemanusiaan dan Kebudayaan Ahmad Syafii Maarif (SKK ASM) ke-4 di Solo

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Merdeka Belajar, Belajar Merdeka Membentuk Cara Berpikir

17 Mei 2023   07:21 Diperbarui: 17 Mei 2023   07:29 475
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Pendidikan Belajar Merdeka (Sumber: Doc.Pri)

Kompasiana - Belajar tidak ada batasnya, dari lahir sampai di liang lahat kita masih belajar. Metafor ini menegaskan bahwa tidak ada batas bagi seseorang untuk berhenti belajar, apapun itu, karena esensinya adalah merdeka. Manusia yang "merdeka" memiliki ruang ketidak tertekanan dan batasan-batasan, terlebih dalam konteks belajar, membaca kehidupan lalu merefleksikan.

Saya belajar mengajar sejak di MTs, saat itu karena aktif di Ekstrakurikuler Pramuka. Diawali dengan  pendidikan penggalang dasar dari tingat  Ramu, Rakit dan Terap. Di jenjang SMA/MA Penegak dan lanjut Pandega.

Saat itu, saya sudah lulus tingkat terap. Bahkan sudah melengkapi SKU (syarat kecakapan umum). Saya ditugaskan ke salah satu sekolah dasar di wilayah selatan kecamatan Sumbermanjing. Teman-teman yang belajar pramuka di SDN 3 Sumbermanjing hanya dua regu. Jumlah per-regu 10 orang dengan satu ketua dan satu wakil. Ada regu laki-laki dan regu perempuan.

Kesempatan belajar bersama dengan teman-teman SDN 3 Sumbermanjing benar-benar memberikan pengalaman baru. Di samping baru pertama kali belajar "membina" juga harus benar-benar tahu apa yang akan disampaikan. Karena out putnya adalah mereka cakap dan lulus pendidikan penggalam ramu.

Membaca, menulis, bergerak dan melatih anak-anak SD tentu perlu kesabaran ekstra. Usia-usia bermain harusnya memang banyak bermain. Namun, rasa penasaran merekalah yang membuat semangat belajar itu tumbuh. Rasa senang itulah  peluang bagi saya untuk memasukkan sedikit demi sedikit materi di SKU. Saya baru sadar hari ini, bahwa belajar itu memang harus menyenangkan. Tidak menekan dan mendikte.

Konsep ini agaknya menjai bagian dari merdeka belajar. Di mana gaung merdeka belajar menurut kemendikbudristek akan menjadi kurikulum yang bisa mengeksplor potensi siswa atau peserta didik. Guru juga bisa memilih format baik teoritik maupun empirik. Merdeka belajar mencitrakan kesan bahwa tidak ada batasan kecakapan pedagogik dalam mengajar. Guru bebas mengeksplor cara mengajar. Murid berbas berimajinasi dan mengolah pengetahuan yang diterima.  kira-kira begitu.

Pengalaman saya mengajar di SDN 3 Sumbermanjing benar-benar memberikan gambar kepada saya tentang proses belajar. Bukan mengajar. Jika murid belajar, maka gurupun demikian. Kita belajar dari siapapun.

Menyadari usia belajar yang lekat dengan masa bermain adalah hal penting. Setidaknya tidak mengekang mereka dengan rasa bosan menerima khutbah materi-materi adalah bentuk pembelajaran yang manusiawi. Hal itu yang baru saya sadari saat ini. Saya merasa banyak kesalahan dalam proses belajar bersama teman-teman pramuka di SND 3 Sumbermanjing saat itu. Kesalahan saya adalah saya kurang sungguh-sungguh belajar memahami potensi dan usia mereka. Walaupun modulasinya sudah saya penuhi. Tapi apa boleh buat. Wong sudah terjadi. Belajar dari pengalaman itu lebih baik. Belajar merdeka adalah belajar tentang membaca. Membaca ragam hal yang ada di depan mata. Kata para bijak membaca kehidupan.

Membaca Ulang Filosofi Tanam

Tugas setiap manusia adalah menanam. Bukan menumbuhkan. Apalagi memanen. Manusia hanya memiliki tugas menanam dan merawat. Ibarat menanam padi kita hanya menanam dan merawatnya. Perkara memanen itu urusan bonus.

Disadari atau tidak memanen itu menjadi harapan besar bagi kita semua. Begitu juga proses mengajar. Pasti memiliki harapan-harapan baik normatif maupun substantif. Setiap guru berharap anak didiknya bisa prestasi dan memiliki ilmu yang bermanfaat. Begitu juga orang tua. Padahal ada proses panjang dalam pendidikan selain di dalam sekolah. Pendidikan lingkungan itu juga mempengaruhi. Bahkan lebih dominan.

Bagitu juga kurikulum merdeka. Di mana ada kata yang dipertebal dalam konsep kurikulum tersebut: merdeka belajar. Setiap manusia memiliki potensinya masing-masing. Itu yang menjadi dasar substansinya. Sehingga sistem yang dibangun harus sejalan dengan tujuan dari proses pembelajaran.

Merdeka belajar sejatinya melatih menumbuhkan ide kreatif setiap peserta didik. Kalau dalam pemahaman empirisme Jhon Locke menegaskan bahwa anak memiliki tabula rasa. Anak ibarat kertas kosong yang bisa ditulis berbagai konten dan ide. Kepribadian seorang anak didasarkan pada lingkungan pendidikan. Perkembangan jiwa seseorang bergantung pada pendidikan.

Ruang pendidikan baik formal, keluaga dan masyarakat memiliki peran luar biasa dalam membentuk kepribadian seseorang. Apakan konsep ini sejalan dengan proses merdeka belajar? tentu ada yang sejalan dan ada yang berlawanan. Namanya saja konsep. Tapi yang perlu digarisbawahi adalah tujuannya. Tujuan pendidikan tentu sama halnya dengan menanam. Hasil yang diharapkan bukan apa yang diangan-angan oleh guru. Tetapi memiliki cara berpikir dan cara pandang yang luas adalah hasil yang jarang disadari. Tentu bukan menjadi ini dan itu. Tetapi kesiapan dalam menghadapi tantangan kehidupan adalah buah dari apa yang telah ditanam oleh seorang guru.

Proses membantu membentuk cara berpikir adalah pengetahuan yang bernilai jariah berupa cara pandang atau cara berpikir  dari seorang guru terhadap peserta didiknya. Tanpa disadari peserta didik memiliki pola pikir yang sejatinya terbangun dari proses diskusi dan penumbuhan ide dalam ruang-ruang pendidikan. Guru memiliki peran substansi yang jarang disadari. Bahkan oleh guru itu sendiri.

Dari sini, pengalaman pertama saya mengajar mengantarkan saya untuk terus mengajar sejak lulus MAN 1 Malang 13 tahun yang lalu. Proses menjadi apa itu urusan belakang. Terpenting yang harus tetap dilakukan adalah memberi kemerdekaan pada setiap peserta didik untuk membentuk pola pikir. Memiliki cara pandang. Memiliki semangat kepekaan dan keteguhan. Karena secara substansi merdeka belajar adalah proses olah rasa yang distimulus oleh guru untuk menumbuhkan kreatif dan proses kedewasaan. Meminjam istilah Cak Nun tentang manusia ruang, merdeka belajar adalah proses membentuk manusia menjadi manusia ruang.

Manusia ruang yang memiliki jarak pandang, sudut pandang, arah pandang menuju pada kesadaran bahwa menanam dan merawat benih yang tumbuh adalah satu kewajiban. Sedangkan panen adalah sesuatu yang tak disangka-sangka. Bukan dipahami sesuai harapan tetapi biarkan berjalan dengan proses empirisnya.[]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun