Mohon tunggu...
A. Dahri
A. Dahri Mohon Tunggu... Penulis - Neras Suara Institute

Ngopi, Jagong dan Silaturrahmi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pendidikan di Teras Peradaban

29 November 2022   10:13 Diperbarui: 29 November 2022   10:20 438
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Pendidikan (Sumber: Smp6bogor.sch)

Kompasiana.com - Sistem pendidikan di Indonesia itu gemar beralih dan berganti bentuk. Ini wajar karena mengejar ketepatan dan kesesuaian dengan pengertian pendidikan itu sendiri. Dari KTSP sampai kurikulum merdeka muatannya adalah upaya mencerdaskan kehidupan bangsa.

Al-Ghazali mendeskripsikan bahwa pendidikan adalah proses memanusiakan manusia sejak ia lahir serta memberi ruang untuk mengekspresikan pengetahuan yang telah dipelajarinya. 

Begitu juga Aristoteles dengan prinsip zoon politiconnya. Bahwa manusia adalah serangkaian proses pembelajaran untuk saling mengidentifikasi dan menganalisis kehidupan.


Artinya, pendidikan di Indonesia ini tidak lepas dari prinsip filsafat yang menjadi dasar falsafahnya. Bahwa tujuan pendidikan itu tidak lepas dari maqasid asyariah; maslahah.

Kemaslahatan bagi seluruh rakyat Indonesia. Sebut saja hak untuk mendapat pendidikan. Dari perilaku budaya tulis dan budaya tutur, leluhur kita mengajarkan bagaimana pentingnya pengetahuan. Peradaban yang terbentuk bukan hanya gerak alami, tetapi ada gerak kesadaran bahwa pengetahuan itu turut mempengaruhi gerak kehidupan.


Bangsa Indonesia itu adalah bangsa dengan bibit unggul. Konsep "penting ngumpul" menjadi dasar kebersamaan. Sejak dulu, tanah kita saja tanah serpihan surga. Apapun benih yang hanya dilemparkan dan digeletakkan begitu saja bisa tumbuh subur. Kekayaan alamnya sangat luar biasa melimpah. Jika negara lain sibuk melakukan upaya ekspor beragam hasil bumi, kita sama sekali santai-santai saja. Karena sewaktu-waktu bisa menanam dan memanennya.

Alasan sosiologis - antropologis ini yang menjadikan manusia Indonesia memiliki keluasan hati. Tampak dari bagaimana pendidikannya. Tampak dari bagaimana proses sosialnya. Hal ini tentu ada sumbangsih dari bagaimana sistem pendidikan itu digulirkan.

Kalau saja, Ki Hadjar Dewantara tidak memiliki kepekaan kebudayaan, tidak mungkin Finlandia dapat menjadi pusat sistem pendidikan berkemajuan. Kita menikmati proses sebagai bangsa Indonesia dengan bibit unggul yang luar biasa.

Bahkan di Indonesia tidak seperti dikatakan Muchtar Lubis, bahwa di Indonesia masih banyak orang bermuka dua. Tidak demikian, di Indonesia tidak ada manusia yang bunglon atau berwatak penjilat. Semua berwatak tidak mudah menyerah. Bahkan mimpi membangun bangsa yang ideal, pendidikan yang idela juga masih tergambar jelas di dalam forum-forum baik serius maupun santai.

Sistem pendidikannya pun sangat beragam di Indonesia ini. Ada yang berbasis agama, tradisional, modern, berbasis komunitas dan gerakan. Artinya, sistem pendidikan di Indonesia ini sama sekali tidak memiliki kekurangan sama sekali. Dengan tujuan yang mulai: mencerdaskan kehidupan bangsa, pendidikan di Indonesia sama sekali tidak merugikan siapapun, miliki keberpihakan pada yang papa dan yang membutuhkan.

Sehingga, pendidikan di Indonesia akan selalu menemukan ruang dan dimensinya. Memiliki penggerak dan sistem yang selalu relevan dengan perkembangan jaman. Oleh karena itu, walaupun kerap berubah bentuk dan modelnya, pendidikan di Indonesia tetaplah pendidikan dengan citra memanusiakan manusia.

Dari sini kita dapat melihat bagaimana pergerakan pendidikan di Indonesia melalui kacamata yang luas sekali. Karena pendidikan Indonesia memberi dampak kepada kita untuk dapat berpikir positif terhadap keadaan apapun. Sama sekali tidak su'udzan. Ya kritik sedikit-sedikit itu wajar.

Karena yang terpenting bukan mandeknya pendidikan karena sistem yang terus berubah, tetapi keberlanjutan pendidikan karena semua warga manusia berhak atas pendidikan.[]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun