Mohon tunggu...
A. Dahri
A. Dahri Mohon Tunggu... Penulis - Santri

Alumni Sekolah Kemanusiaan dan Kebudayaan Ahmad Syafii Maarif (SKK ASM) ke-4 di Solo

Selanjutnya

Tutup

Ramadan

Sinau Bareng dan Upaya Mengatasi Debat Kusir

12 April 2022   16:02 Diperbarui: 12 April 2022   16:07 482
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Debat/Pexels/monstera-image

Memang sudah dari sananya manusia banyak berdebat tentang apapun. Hal ini direkam dalam kitab suci bahwa pada hakikatnya sudah dijelaskan dengan berbagai perumpamaan di dalam al Quran, tetapi memang manusialah yang paling banyak membantah (berdebat) (Qs. Al Kahfi: 54).

Apa yang tidak diperdebatkan di muka bumi ini. Dari masalah yang kecil sampai yang besar juga kerap diiringi dengan perdebatan panjang. Saling bantah-bantahan. 

Alasan utamanya adalah mencari kebenaran. Memang ada satu konsep berdebat yang baik, bahkan dianjurkan. Akan tetapi apakah semua hal harus beriringan dengan perdebatan, saling bantah-bantahan? 

Agaknya, tidak semua demikian. Seperti halnya masalah rasa, masalah pangrasa, hati, feeling, dan aspek-aspek personal dalam mencapai keayeman, dan ketenangan jiwa.

Dalam kehidupan sosial, tentu ragam orang ragam pemikiran. Seje deso mowo coro, beda desa beda adat istiadat, beda pula istilahnya. Oleh sebab itu, perdebatan atau bantah-bantahan hanya berlaku bagi mereka yang meyakini kebenaran akan apa yang dipahami nya. 

Padahal kebenaran personal dengan personal lain tentu tidak sama. Oleh sebab itu, tidak semua dong harus diperdebatkan, tidak sedikit-sedikit debat, menghakimi, menjustifikasi, miado, dan minteri. 

Lagian, jika pola komunikasi yang santun dan dewasa bisa diterapkan mengapa harus debat kusir atau pinter-pinteran? 

Debat dewasa itu yang ilmiah, tidak menyerang personal, bahkan berusaha untuk menjaga marwah lawan debatnya. 

Sayangnya, hari ini berbeda. Sesuai dengan yang dikatakan dalam Al-Quran bahwa manusialah yang paling banyak bantah-bantahan. Apa-apa diperdebatkan, apa-apa dicari benarnya sendiri, apa-apa harus sesuai dengan dominasi pendapatnya. 

Ini jelas melukai anugerah berupa kemajemukan dan keberagaman, dalam hal apapun pastinya. 

Banyak yang kerap lihai berargumentasi dengan ragam istilah ilmiah yang oleh kebanyakan awam tidak diketahui, namun kosong muatan dan isinya. Sedangkan mereka yang menyampaikan sesuatu dengan biasa-biasa saja justru lebih bijak dan lebih didengar. 

Atau ini memang sudah menjadi tradisi bahwa kalau nggak debat nggak asyik. No debat no party. 

Entahlah, yang jelas, sampai hari ini saya masih belum menemukan feel yang tepat untuk sepakat dengan debat, dengan apapun yang bersifat adu argumentasi. 

Karena mungkin saya lebih suka diskusi, ngobrol bareng, sinau bareng, tanpa harus mentereng-menterengan pengetahuan atau ragam teori yang dihafal tapi sama sekali tak diaplikasikan dalam kehidupan. 

Semoga semua terlindung dari rasa sombong dan diberi kekuatan untuk selalu menyadari dan introspeksi diri. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun