Sebagai pengantar, "Agama Jawa" perlu diberi ruang pemahaman nilai atau substansi. Sehingga bukan perdebatan soal salah benar, melainkan pembahasannya lebih kepada tanggung jawab sosial dan kepekaan terhadap sesama.
Kuu anfusakum wa ahlikum naara. Jagalah keluarga (sanak famili, kolega dan sebagainya) dari api neraka. (Egoisme yang berlebihan, cekak nalar, defisit kesadaran dan lain sebagainya.) artinya Tuhan sendiri lebih mengutamakan kepada aspek humanismenya. Sehingga "Agama Jawa" sebelum disepakai maknanya maka ia adalah sebagai wujud dari Moral transendental, hablum min annaas, dan hablum min Allah.
Karena semakin jauh melihat jawa sebagai bentuk kulit, bukan isi, maka jawa hanya sebagai wilayah yang berada di luar islam dan kebudayaan. Padahal islam dan jawa adalah dua ruang substansial. Walaupun secara nilai perlu diadaptasikan dengan kondisi sosialnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H