Mohon tunggu...
A. Dahri
A. Dahri Mohon Tunggu... Penulis - Santri

Alumni Sekolah Kemanusiaan dan Kebudayaan Ahmad Syafii Maarif (SKK ASM) ke-4 di Solo

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Prasangka Eskatologis dan Kesadaran Sosial

25 Desember 2020   12:47 Diperbarui: 25 Desember 2020   13:05 310
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kedewasaan akan ragam hal dalam ruang kemanusiaan agaknya mengalami kemunduran dari kemerdekaan yang digadang-gadang sejak abad ke XX. Kita dapat mengidentifikasi dari beberapa pendekatan. Di antaranya adalah pendekatan kebudayaan dan keberagamaan.

Pendekatan di atas akan memberi pengaruh terhadap ruang sosial yang ada. Baik pengaruh positif pun negatif. Pengaruh positif bukan berarti tercapainya sebuah misi individual (personal maupun kelompok tertentu).

Pengaruh positif artinya dapat menyadari akan keberagaman yang menjadi fakta kehidupan. Sedangkan pengaruh negatifnya adalah upaya yang mendominasi untuk tercapainya sebuah misi individual.

Artinya ada kesadaran obyektif, fakta sosial, perkembangan zaman yang tidak boleh dicampuradukkan dengan kesadaran subjektif, personal, dogma, dsb. Kesadaran obyektif itu bermuara pada kondisi sosial yang garisnya sejajar atau horizontal. Sedangkan kesadaran subjektif bermuara pada ruang metafisik, supranatural, tauhid, dan garisnya adalah vertical.

Pendekatan keagamaan sepatutnya dilandasi dengan penerimaan terhadap perbedaan keberagamaan sesama. Baik dalam aspek spiritual, religiusitas dan kondisi Syariah yang purwarupa. Artinya jika agama bermuara pada keimanan, maka ukurannya bukan manusia, tetapi antara Tuhan dengan Manusianya. Pun demikian jika nilai-nilai keagamaan yang diukur, maka ukurannya bukan halal-haram, baik-buruk, dan lain sebagainya, tetapi kepekaan sosial keagamaannya.

Lain hal dengan kebudayaan, di mana ruangnya adalah ide atau akal budi manusia. Hal ini tentu sangat dinamis tetapi perlu pertimbangan objektif terhadap perkembangan dan laju kehidupan.

Kondisi sosial tidak dapat ditebak lajunya. Kadang lajunya begitu pesat, kadang juga merambat, di lain waktu melambat. Jika budaya luar (barat) selalu menjadi kambing hitam akan akibat perubahan sosial, begitu juga seharusnya ada peninjauan lebih dalam lagi akan budaya luar yang lain (timur tengah). Dalam hal ini budaya jawa, atau budaya bangsa-bangsa di Nusantara baiknya dipertahankan dan dijadikan acuan dasar sebelum menelan dan mencerna budaya dari luar (baik barat ataupun timur tengah).

Budaya lokal, tidak jarang hanya dibuat pemanis komunikasi; baik politik maupun kepentingan yang lain. Paling sederhana adalah budaya saling tegur sapa, kulo nuwun, amit sewu, lujeng, dan lain sebagainya, agaknya sudah tertutupi oleh kebiasaan-kebiasaan baru yang terserap dari luar jati diri kejawaan atau kelokalannya. Apalagi justifikasi terhadap model tradisi ngibadah sembahyang yang ada sebelum islam datang; bakar kemenyan, macapat baynan, macapatan, ambengan, dlsb.

Jauh dari pada itu, pada dasarnya yang perlu menjadi pondasi penguat adalah kepekaan. Kepekaan budaya dan kepekaan agama adalah ruang nilai. Pengetahuan, pengalaman dan nilai-nilai sosial pun agama menjadi ramuan dalam menjalani perkembangan kehidupan. Karena yang terpenting dari sebuah bentuk adalah substansi atau hakikat.

Kepekaan budaya dan kepekaan agama perlu dipupuk tumbuhkan di dalam ruang Pendidikan. Pendidikan memiliki multi makna dalam penerapannya. Di satu sisi Pendidikan berupa transfer pengetahuan dan nilai, di sisi yang lain Pendidikan berupa pendampingan. Sehingga wajar jika Gus Mus pernah dawuh bahwa ta'limiyah berbeda dengan tarbiyah.

Pendidikan memiliki peran dalam membentuk individu untuk memahami personalitasnya. Gus Sabrang (Noe) pernah mengatakan dalam salah satu seminarnya bahwa personalitas dan identitas itu adalah dua ruang yang berbeda. Namun begitu keduanya saling melengkapi satu sama lainnya. Personalitas menunjang bagaimana prinsip, cara berpikir, cara pandang dan sikap mengambil keputusan, sedangkan identitas adalah kesadaran bahwa manusia memiliki tugas kemanusiaan untuk menyembah kepada Tuhan, sesama manusia dan alam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun