Mohon tunggu...
A. Dahri
A. Dahri Mohon Tunggu... Penulis - Neras Suara Institute

Ngopi, Jagong dan Silaturrahmi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pendidikan Pasca Covid, Remang-remang Sistem Pendidikan

3 November 2020   12:28 Diperbarui: 4 November 2020   16:10 261
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Alur pendidikan hari ini adalah tidak hanya transformasi pengetahuan tetapi juga menjadi daya saring atas globalisasi. Tidak sedikit yang kemudian menyinggung tentang industru 4.0 sebagai wujud percepatan perubahan. 

Dalam dunia pendidikan digambarkan dengan sistem daring (dalam jaringan). Tentu hal ini menjadi fenomena dan gejala dehumanisasi utamanya di daerah pinggiran, pedalaman dan ekonomi kelas kebawah. 

Seakan-akan percepatan ini disepakati bersama. Dilema bagi sebagian, wabal bagi sebagian, dan sayangnya ada juga yang memanfaatkan. 

Reduksi tradisi dan kebiasaan menjadi poin utama percepatan. Pendidikan yabg dulunya bernilai transformasi etis, pengetahuan dan budaya. Hari ini lebih lekat dengan magang, menejerial, kongsinasi, industrialisasi, dan liberalisasi. 

Sederhananya, di satu sisi gawai dianggap media yang mempengaruhi akulturasi berpikir, budaya dan perubahan, di sisi lain seakan-akan tanpa gawai pendidikan tidak berjalan. 

Tidak sedikit orang tua peserta didik yang kelimpungan, bukan perihal sumbangan data dan paket internet, untuk membeli gawai mending ditunda daripada tidak ada yang dimakan. 

Rasanya, demokrasi ini terbatas pada ruang nomina. Ruang etika perlu ditinjau kembali. Mengapa? Ibarat ada pohon besar nan rimbun, lalu menaungi tanaman kecil yang seharusnya menyerap cahaya matahari, ketika harus memotong sebagian ranting pohon tersebut maka pasti tanaman kecil dibawahnya akan terkena, tertindih bahkan tergilas juga. 

Pendidikan bukan hanya sebatas mengatur dan memanage sedemikian rupa. Pendidikan di satu sisi perlu adanya tuladha, contoh yang kemudian menjadi transformasi. Pun dorongan yang menjadi energi tambahan bagi peserta didik. 

Dorongan itu berupa semangat, apresiasi, menghargai dan bukan klasifikasi. Semakin besar peluang untuk memberi semangat dan dorongan, maka semakin besar pula ruang ekspresi peserta didik. 

Komdisi pandemi mungkin bagian dari alur bongkar pasang sistem pendidikan. Tetapi apakah kemudian substansi pendidikan juga berubah? Ini yang menjadi pertanyaan besarnya. 

Untuk mengarah kepada ruang substansi maka perlu kesadaran pada proses. Menyadari pentingnya proses agaknya memerlukan kesadaran akan diri, kebutuhan, orientasi dan memaknai kehidupan. 

Hal yang sulit dijangkau adalah menyadari kedirian. Tentu hal ini tidak hanya bersifat personal, melainkan dalam ruang publik ataupun organisasi juga demikian. 

Butuh gerakan, utamanya gerakan yang menjadi energi menuju kesadaran. Menyadari pentingnya pendidikan, bukan semata sistem pendidikannya. Karena selagi transformasi pengetahuan itu berjalan maka penanaman nilai dan norma adalah sebuah keniscayaan.[]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun