Mohon tunggu...
A. Dahri
A. Dahri Mohon Tunggu... Penulis - Santri

Alumni Sekolah Kemanusiaan dan Kebudayaan Ahmad Syafii Maarif (SKK ASM) ke-4 di Solo

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Sumpah Pemuda, Semangat Kesadaran

29 Oktober 2020   08:31 Diperbarui: 29 Oktober 2020   09:23 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Semangat juang yang digagas di 1928 itu haruslah menjadi nilai substansi hari ini. Mengapa? Subbanul yaum rijalul gad, pemuda hari ini akan menjadi penerus, pemegang tonggak kehidupan di kemudian hari.

Jika sumpah pemuda adalah rentetan awal sejarah semangat bangsa, maka sumpah pemuda adalah pijakan awal menuju ruang kesadaran. 

Sadar bahwa hidup berkelanjutan, sadar bahwa ada semangat yang perlu ditumbuhkan, bahwa ada semangat berbagi ruang, berbagi rasa, berbagi cinta. 

Pondasi utamanya adalah memahami tugas manusia sebagai apa? Hidup itu dimaknai substansi atau apa? Dan lain sebagainya.

Semangat berbahasa, bahasa kita hari ini mengalami perubahan akulturatif  bahasa dengan kondisi sosial dan zaman. Bahasa gaul, bahasa millenial, dan bahasa (yang lebih mendekati pada gestur). Hampir setiap generasi memiliki ciri kebahasaan tersendiri; mager, gabut, dan lain sebagainya. 

Pun demikian semangat berbangsa dan bernegara. Banyak teman-teman di luar sana yang mengekspresikan diri beragam rupa dan warna untuk menunjukkan semangat berbangsa dan bernegaranya. Ekspresi itu bisa lewat musik, puisi, seni rupa, sains, dan lain sebagainya.

Dengan demikian banyak ruang untuk memobilisasi semangat atau nilai-nilai sumpah pemuda. Agaknya jika hidup diartikan substantif maka perjalanan ke depan adalah memikirkan kembali anak cucu penerus bangsa ini paling tidak anak atau adik kita agar lebih mengenal kesejatian diri. 

Sejatinya diri tidak hanya ruang theosofi saja, juga sadar negara dan sadar berbangsa adalah kesejatian. Mbah Wahab berpesan bahwa Hubbul wathan minal iman, cinta bangsa dan negara adalah bagian dari iman, hal ini multi pemahaman, tetapi ketika dasarnya cinta maka akan ada semangat pengorbanan yang tidak dihitung-hitung, justru tak ditampakkan. 

Karena cinta bukan sekedar memberi dan menerima tetapi menjaga dan merawat sedemikian rupa. Bahasa Mbah Tejo, diam-diam saling mendoakan satu sama lainnya. 

Karena semangat sumpah pemuda adalah gerak substansi yang menyebar ke sela-sela relung terdalam bangsa ini, maka perlu kita renungkan, bahwa pudar atau masih bersemi semangat itu. Paling tidak ke dalam diri, paling tidak, apakah masih tumbuh rasa rindu untuk melihat orang terdekat atau tetangga kita tersenyum karena kita menghargai haknya sebagai tetangga pun sebagai manusia. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun