Mohon tunggu...
A. Dahri
A. Dahri Mohon Tunggu... Penulis - Santri

Alumni Sekolah Kemanusiaan dan Kebudayaan Ahmad Syafii Maarif (SKK ASM) ke-4 di Solo

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Komunitas, antara Kesamaan dan Kebersamaan

28 September 2020   21:37 Diperbarui: 28 September 2020   21:41 183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam kehidupan pasti ada komoditas dan komunitas. Seakan-akan fitrah manusia adalah berkomunitas. Hidup bersama, menyatukan frame pemikiran. Kepentingan kolektif berdiri tegak di atas kepentingan personal.

Apakah masih kita temukan komunitas yang an sich menjunjung kepentingan kolektif. Ibnu Khaldun pernah berpesan bahwa stabilitas dan konsistensi sebuah gerakan itu berada pada generasi pertama dan kedua. Pada generasi selanjutnya adalah perebutan identitas.

Setiap manusia yang memiliki kesamaan pola pikir, ide gagasan, gerakan, maka secara otomatis akan dituntun oleh sikap bawah sadar yang bernama Komuni. 

Jika komunitas diartikan sekumpulan organisme dengan kesamaan prinsip dan gerakan. Maka ada ruang bawah sadar yang menjadi respon atas stimulus "kesamaan".

Dasar kesamaan inilah yang dalam situasi dan kondisi pandemic ini benar-benar diuji. Membangun ataupun berkomunitas berarti dapat merasakan apa yang dirasakan orang lain. Ikut merasakan bagaiman kesulitan menghadapi kondisi pandemi yang benar-benar menumpulkan perekonomian. Para generasi penerus yang berhak mengenyam pendidikan tetapi terkendala oleh fasilitas yang kurang memadai.

Mangan gak mangan sing penting ngumpul. Slogan komuni ini menjadi gagasan besar dalam membangun kebersamaan. Sehingga bukan hanya melulu melihat kesamaan, tetapi kebersamaan. Beda bagaimanapun tetap perlu bersama-sama.

Sehingga komunitas keluar dari pengertiannya atas kesamaan. Bisa jadi justru lebih erat kaitannya dengan komoditas. Untung rugi, senang susah dan lain sebagainya.

Platform-platform komunitas yang muncul menjadi simbol raksasa besar yang menjunjung tinggi kemanusiaan. Sehingga muncul egoisme fanatis yang - tanpa disadari kemunculannya.

Dan tanpa itu semua sebenarnya, di dusun-dusun tanpa disadari manusia sudah berkomunitas tanpa mengusung simbol tertentu. Berdikari, memenuhi kebutuhan sendiri, berjiwa besar, memiliki kelonggaran-kelonggan menjadi perjalanan panjang komunitas sosial masyarakat desa.

Pandemik, trial eror konsep-konsep teoritis, problem-problem ekonomi sosial, lahan, dan problem sensitif lainnya menjadi pergulatan antara sikap sadar berkomunitas dengan sikap selalu membangun komunitas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun