Mohon tunggu...
A. Dahri
A. Dahri Mohon Tunggu... Penulis - Neras Suara Institute

Ngopi, Jagong dan Silaturrahmi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ibu dan Wanita Tanpa Umpama

22 Desember 2019   17:47 Diperbarui: 22 Desember 2019   17:50 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : kemenpppa.go.id

Peringatan Hari Ibu sudah menjelang seabad lamanya. Setiap tanggal 22 -25 Desember menjadi peringatan atas jerih payah seorang wanita bernama Ibu.

Tanggal 22 Desember diresmikan oleh Presiden Soekarno di bawah Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 316 Tahun 1959 tanggal 16 Desember 1959, pada ulang tahun ke-25 Kongres Perempuan Indonesia 1928. Tanggal tersebut dipilih untuk merayakan semangat wanita Indonesia dan untuk meningkatkan kesadaran berbangsa dan bernegara. (Wikipedia)

Di samping sebagai cerminan atas kasih sayang seorang wanita atau ibu, juga menjadi landasan atas semangat yang harus dipupuk dalam menjalani kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

Tidak hanya itu, banyaknya pahlawan bangsa dari kalangan wanita juga menjadi simbol bahwa perjuangan adalah tanggung jawab setiap manusia. Wujudnya adalah terus bergerak.

Wanita memiliki peran yang sangat luar biasa. Dari rahim ibu, lahirlah manusia-manusia yang memiliki adikarya untuk kemajuan kehidupan berbangsa dan bernegara. Sehingga peran Ibu sangatlah vital.

Beragam lembaga pendidikan menjadi ruang untuk menyalurkan semangat seorang ibu, dalam mendidik dan membesarkan anaknya. Di semua hal, pendidikan, agama, sosial dan budaya. Utamanya moral dan budhi.

Olah rasa seorang ibu adalah keeratan hubungan antara yang Maha Kuasa dengan manusia, lebih-lebih sebagai khalifah fil ard. Pepatah jawa mengatakan bahwa orang tua, utamanya ibu adalah "Pengeran Katon" atau Tuhan yang tampak.

Dalam beragam literasi dan sumber pengetahuan dikatakan bahwa surga berada di bawah telapak kaki ibu. Yang secara metafor memiliki arti lebih dalam dan luas.

Oleh karenanya, ibu adalah manusia tanpa umpama, tidak ada kata atau kalimat yang mewakili kerja keras dan upayanya. Begitu juga ayah, sebagai penopang dan penyanggah semangat dari ibu tercinta.

Jika pendidikan mengenalkan bagaimana sejarah pahlawan-pahlawan wanita dalam memajukan kehidupan bangsa, agama menyanpaikan bagaimana garis transenden yang begitu dekat antara ibu, ayah dan Tuhan.

Sedangkan moral menjadi ujung tombak atas sikap pemuda dalam menghargai jerih payah dan jasa para ibu. Dipertegas dalam sebuah ujaran lama, bahwa manusia harus "Mikul duwur mendem Jerru."

Bahwa manusia tidak boleh lupa pada jasa para ibundanya. Juga tidak boleh patah semangat seperti halnya para orang tua kita dalam mendidik dan membesarkan kita. Karena sekali lagi ibu adalah wanita tanpa umpama, begitu juga ayah.

Rumah Jaga Kali, 2019

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun