Mohon tunggu...
A. Dahri
A. Dahri Mohon Tunggu... Penulis - Neras Suara Institute

Ngopi, Jagong dan Silaturrahmi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menjadi Gila Bisa Jadi Jalan Menuju Waras

28 Mei 2019   11:14 Diperbarui: 28 Mei 2019   11:21 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Buku Mari Menjadi Gila (Dokpri)

Resensi Buku (Kumpulan cerpen)
Judul: Mari Menjadi Gila
Pengarang: Achmad Dhofir Zuhhry
Tahun terbit: 2019
Penerbit: My Litera Publishing
Jumlah halaman: 127
ISBN: 978-602-53022-5-1

Menguraikan fenomena-fenomena kehidupan adalah bagian dari prinsip. Prinsip kehidupan yang berkembang. Baik dalam kontestasi politik, agama, sosial dan pendidikan. 

Karena keterkaitan dan kesinambungan aspek itulah maka butuh pendekatan. Pendekatan itu adalah transformasi berpikir. Membangun nalar kritis. Merekonstruksi pola pikir dan pola sikap. 

Dari yang sangat luas jangkauannya sampai yang sangat sempit ruang geraknya. Sekali lagi karena hidup adalah keberlangsungan. Maka memandang kehidupan dari sisi yang berbeda adalah keniscayaan. Pun dengan sastra. Seperti beberapa cerita pendek yang digubah oleh Ach. Dhofir Zuhry. Dan diantologikan dalam sebuah buku berjudul "mari menjadi gila!"

Diawali dengan cerita berjudul "Kusir dan Sirkus." Ach. Dhofir atau sering dipanggil cak Dhofir ingin menyampaikan beragam fenomena yang ada di masyarakat kita. Monolog si tukang cerita pemilik topeng monyet memberikan berbagai kritik yang jenaka. 

 Interaksi pemilik topeng monyet dengan penonton seperti kuis di acara tv. Di mana ada telur sebagai hadiah jika berhasil menjawab pertanyaan si tukang cerita. Dan mengapa telur? Di sana ada jawaban filosofis dari si tukang cerita.

Kemudian di susul dengan cerita kedua dengan judul "Kamar Mandi." Di sinilah pandangan tentang kamar mandi menjadi sangat sakral. Menyibak kisah seorang pelacur dengan kesan yang terpendam, dan hal itu terjadi di kamar mandi. Sudut pandang lain tentang kamar mandi menjadikan cerita ini sangat relevan dengan kehidupan. Di mana sulit sekali mencari kejujuran kecuali di dalam kamar mandi.

Cerita yang diangkat oleh Cak Dhofir kebanyakan adalah kritik sosial. Dengan gaya dhofirian, cerita ini menjadi sangat menarik -- penuh kritik. Kadang mendayu haru biru kemudian secara tiba-tiba meradang dan memaki. "Masjid Monarki," "Membebaskan setan," "Indonesia Tahun 2100." 

Adalah bagian cerita-cerita yang penuh kritik. Aktual dengan kehidupan saat ini menjadikan cerita-cerita yang terangkum dalam buku "Mari Menjadi Gila" patut untuk direnungkan. "Mari menjadi gila," adalah salah satu cerita tentang kegalauan para caleg gagal, atau manusia gila jabatan yang tiba-tiba gagal naik atau mirisnya diPHK.

"Titik Nol" adalah bagian cerita dari sebuah penyesalan. Namun di sana ada percakapan pak Dokter dengan tokoh aku yang akan sedikit mengernyitkan dahi. Di mana kondisi manusia yang penuh dengan segala potensi luar biasa. 

Ambruk ketika penyesalan mulai membrondong seperti peluru yang menembus dada. Sesak pastinya. Namun para pembaca akan dipertemukan dengan cerita tentang Dulamin dan Pak Ridik pak tua misterius. Pertemuan Dulamin dan Pak Ridikpun sangat tak terduga, setiap perbincangan memiliki makna filosofis yang dikemas dengan bahasa kocak oleh Cak Dhofir. Tanpa meninggalkan aspek ilmu pengetahuan. 

Memancing yang menjadi kebiasaan Dulamin menjadi satu pelajaran luar biasa. Salah satu pesan Pak Ridik yang membuatnya penasaran adalah "Renungkan, tidak perlu banyak belajar, yang penting dipakai. Makanya, jangan belahar sesuatu yang tidak ada praktiknya di kehidupan nyata. Rugi!"

Kemudian cerita penutupnya adalah "Pesta Cahaya," "Sidik Jari," dan "Niscaya." Cerita yang dikemas dengan bahasa sufistik, perenungan dan pengenalan diri yang mendalam mencerminkan bahwa kehidupan bukan hanya hiruk pikuk tentang kompetisi menjadi ini dan itu. 

Tetapi ada relasi ketuhanan dalam diri yang perlu digapai dan dicanangkan di dalam benak. Mungkin bagian menariknya adalah menjadi gila adalah proses untuk melihat seberapa waras sebenarnya kehidupan kita.

Bukan berarti setiap karya tidak memiliki kekurangan. Pastinya ada. Karena tidak ada yang benar-benar sempurna. Buku ini atau cerita ini menarik dan bagus karena dibarengi dengan bahasa yang jenaka kadang serius tanpa basi-basi pula. 

Namun akan menjadi satu kritikan ketika muatan sastra teoritis dibenturkan dengan gaya cerita Cak Dhofir. Namun begitu keaktualan nilai-nilai dalam cerita-cerita Cak Dhofir memiliki daya pandang yang luar biasa, terutama untuk kehidupan saat ini dan masa depan. Diresensi Oleh Ahmad Dahri, Santri Kalong Pesantren Luhur Bayt al Hikmah Kepanjen.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun