Mohon tunggu...
Muhammad N K
Muhammad N K Mohon Tunggu... lainnya -

Manusia yang bercita-cita menjadi penulis. Selain menulis juga memproduksi sepatu lukis dan kaos bermerk UPDATE.\r\nPin. 76BA1631

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Curahan Manusia Yang Ingin Menjadi Penulis

31 Januari 2014   13:04 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:17 548
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Sudah lama aku menggandrungi dunia tulis menulis, bahkan aku menancapkan cita-cita dengan begitu kuat bahwa aku harus menjadi seorang penulis. Menulis itu hidup, dan dengan menulis aku akan lebih bisa merasakan hidup.

Sewaktu SMA dulu aku baru tahu tentang puisi, mesti belum aku mengerti arti dari setiap baitnya. Tapi entah aku begitu menikmati keindahan-keindahan kata yang tersaji. Banyak kata asing yang tidak ku tahu apa artinya. Ya, modal sok tahu aja dengan membaca satuan kalimat mungkin akan bisa membuatku memahami satuan kata yang kadang tidak ku tahu arti resmi pastinya.

Kahlil Gibran, dengan puisi cinta yang begitu puitisnya mengajakku mulai menikmati lelaguan mutiara hati. Sedikit demi sedikit aku mulai menulis  kata demi kata yang ku sambungkan menjadi kalimat, bait demi bait, yang tidak ku tahu apakah itu layak disebut puisi atau tidak. Yang penting ku tuliskan saja isi hatiku, semauku sebisaku.

Aku berangsur menekuni dunia baca yang mengasyikkan, melepas nyata, menyatu bersama cerita sebuah karya penulisnya. Sambil membaca aku mengkhayalkan setiap tragedi kisahnya. Memang benar jika hanya penulisnyalah yang tahu tentang kisah yang sesungguhnya. Tapi dengan menghayati seorang pembaca akan mengikuti laju khayalalnya sendiri, dengan tokoh yang ia ciptakan sendiri, dengan keadaan yang ia bayangkan sendiri.

Buku demi buku pun aku lahap meski kadang tak ku selesaikan, kebiasaan sok tahuku belum juga hilang waktu itu. Mudah saja aku menyimpulkan, paling endingnya seperti ini. Tapi lambat laun aku buang kesoktahuan itu, bagiku tidak menyelesaikan sebuah buku sama halnya dengan menggantungkan suatu masalah tanpa tahu jalan keluar untuk memecahkan masalah itu hingga benar-benar tuntas.

Aku semakin benar-benar ingin mewujudkan impian sebagai seorang penulis yang diakui, bukan hanya penulis yang hanya bisa dinikmati sendiri. Faceebook mengantarkanku untuk mempublikasi coretanku, lama-lama aku sedikit malu. Dengan status yang mendayu membuatku nampak cengeng bagi para temanku yang tidak mengerti makna kedalaman sebuah kata. Bukan sekali dua kali, tapi berkali-kali aku diejek temanku dengan status yang aku buat yang aku anggap puisi. Akhirnya aku menutup diri dari membuat puisi di statusku.

Ada seorang teman facebook yang diam-diam meneliti setiap tulisanku, sampai pada akhirnya dia mengirim pesan padaku. Yang intinya dia mau memasukkanku pada sebuah grup tulis-menulis di facebook. Aku kegirangan sekali menanggapinya, mungkin ini akan mempermudahku menemukan orang-orang yang sejenis dan sepemikiran denganku. Aku akan dimasukkan olehnya pada sebuah grup dengan syarat aku harus mengganti nama facebookku dengan nama asli. Kebetulan aku tidak memakai nama asli dalam facbookku. Dan ternyata facebookku itu sudah tidak bisa lagi diganti namanya karena mungkin sudah terlalu banyak dig0nta-ganti.

Akhirnya Aku memutuskan untuk membuat facebook baru dengan nama asliku yang sedikit aku samarka biar aku bisa lebih leluasa menikmati puisi dalam statusku agar jarang ada orang yang tahu kalau itu aku, aku juga tidak memajang fotoku di profil.

Aku masuk grup demi grup yang berhamburan, sampai berpuluh-puluh grup. Lama-lama aku jadi bosan tidak tahu mengapa. Memang benar ada begitu banyak orang yang sejenis denganku yang bercita-cita menjadi seorang penulis. Tapi ternyata menjalin suatu hubungan silaturrahmi tidak semudah mengedipkan mata. Terlalu banyak orang sombong di muka bumi ini ternyata, sama-sama merangkak tapi tidak mau membaantu sesama yang masih dalam tahap belajar. Baru beberapa antologi saja yang diterbitkan sudah sombongnya minta ampun. Sudah merasa seorang penulis besar, sudah merasa lebih pintar dan lebih lihai dari yang lainnya.

Aku yang memang teramat ingin berteman dengan para penulis membuatku terkadang enggan untuk sekedar menyapa jika aku ingat kesombongan mereka yang aku sapa tanpa menemu jawab mereka. Meskipun hati ini tetap berharap aku akan masuk dan berkenalan akrab, bersenggama, bercumbu dekat dengan para penulis yang hebat.  Aku kerap berharap bisa measuk dalam suatu komunitas tulis-menulis yang nyata. Tapi sayang, di daerahku jarang sekali ada seseorang yang memiliki mimpi sama sepertiku.

Aku memang hidup di sebuah desa kecil di Jawa Tengah yang jarang sekali aku menjumpai mereka yang gemar menulis. Apalagi rumahku yang lumayan jauh dari kota. Desa Bawang, Kabupaten Batang letaknya. Bertahun-tahun aku belum juga menemukan komunitas tulis-menulis di sini. Haruskah aku beranjak dari sini dan berpindah ke kota agar aku tidak kesusahan untuk menemukan manusia-manusia pecinta sastra?.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun