Baru beberapa hari lalu, pemerintah Republik Indonesia (RI) melalui Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara mengumumkan bahwa Jack Ma resmi menjadi penasihat e-commerce Indonesia. Tokoh di balik raksasa Alibaba Group tersebut pun diharapkan dapat membantu tim perumus peta arah perkembangan e-commerce Tanah Air, demi memaksimalkan potensi sektor perdagangan digital ini.
Tak tanggung-tanggung, penawaran untuk Jack Ma dilakukan dengan sangat serius. Seperti diberitakan Kompas.com, Presiden Joko Widodo sudah bertemu dengan Jack Ma di Hangzhou pada September 2016. Kemudian difinalisasi dalam pertemuan dengan Menkominfo Rudiantara dan Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution di Beijing, Tiongkok, 22 Agustus lalu.
Bukan hanya Jack Ma, pemerintah juga mengincar nama-nama besar lainnya sebagai penasihat.
Beberapa minggu sebelum itu, jagat e-commerce Indonesia sudah ramai dengan beraneka kabar dan berita. Secara garis besar, bisa dibagi sebagai berikut.
- Hadirnya brand baru
- Terjadinya akuisisi
- Terjadinya perubahan tren belanja
- Terjadinya perubahan struktur dan figur
- Adanya suntikan dana
- Adanya brand yang tutup atau berhenti beroperasi
Segala hal yang terjadi dalam dunia e-commerce Indonesia, bisa dipastikan tak akan jauh dari topik-topik di atas. Selain mengenai Jack Ma, beberapa hal lain yang sedang hangat saat ini seperti suntikan dana sebesar USD 1,1 miliar atau setara Rp 14,7 triliun dari Tiongkok untuk marketplace Tokopedia pertengahan Agustus lalu, seolah menjadi manuver besar setelah sebelumnya ada kompetitor dari negeri yang sama berinvestasi ke Go-Jek dan Traveloka.
Dengan demikian, tak aneh bila muncul proyeksi bahwa transaksi e-commerce Indonesia bisa mencapai Rp 144 triliun pada 2018 mendatang, dua kali lipat lebih dari APBD Provinsi DKI Jakarta tahun anggaran 2017.
Luar biasa banget, kan? Namun di belakang segala keseruan dunia e-commerce Indonesia, sudah ada lebih dari 24 tahun catatan perjalanan dan pencapaian dalam sejarah sektor yang satu ini. Barangkali hanya ada segelintir orang yang bisa membayangkan semua ini pada 1994 silam, ketika penyedia layanan internet pertama kali hadir di Indonesia.
BAGAIMANA INI BERMULA?
1994-1999
Jalan ceritanya mungkin akan berbeda, atau bahkan sangat sulit membayangkan angka Rp 14,7 triliun dan bentuk-bentuk pemanfaatannya, jika IndoNet tidak hadir sebagai Internet Service Provider (ISP) komersial pertama di Indonesia 23 tahun silam.
Kehadiran IndoNet menjadi pembuka kesempatan dan peluang pemanfaatan teknologi telekomunikasi dan informasi yang sebesar-besarnya dalam segala bidang, termasuk perdagangan. Kendati pada awalnya, internet baru semata-mata digunakan sebagai media komunikasi dan perpanjangan promosi, bukan sebagai platform untuk melakukan transaksi itu sendiri.
Kala itu, layanan internet dimanfaatkan untuk menjadi etalase digital. Konsumen dapat melihat barang yang diinginkan, tetapi proses negosiasi dan jual beli tetap dilaksanakan dengan cara-cara konvensional. Paling tidak lewat sambungan telepon. Cara ini berlaku umum, dan dijalankan oleh para pemilik toko yang sudah merambah ke jagat maya.
Seiring berjalannya waktu, ide-ide untuk memaksimalkan pemanfaatan layanan internet terus bermunculan, termasuk dalam bentuk perdagangan elektronik dan komunitas virtual. Seperti yang dipaparkan Ketua Indonesia e-Commerce Association (idEA) Daniel Tumiwa 2016 lalu. Tahap ini ditandai dengan hadirnya Bhinneka.Com, dan forum Kaskus pada 1999, walaupun rintisannya sudah dilakukan beberapa tahun lebih awal. Selain itu, muncul juga startup berita berupa portal Detik di tahun yang sama.
Setelah tiga tahun berdiri sejak 1993, situs Bhinneka.com diluncurkan pada 1996. Hanya saja saat itu masih sebatas company profile, sekadar menampilkan detail kontak dan beberapa hal mendasar lainnya. Selain Bhinneka.com, di 1996 juga tercatat hadirnya toko buku online pertama di Indonesia, yaitu sanur.com. Sekarang situs ini sudah tidak aktif. Sebagai pionir, sayangnya tidak bertahan lama.
"Tahun 1996, situs kami sudah dipublish tapi hanya sekedar informasi profil perusahaan... Pertengahan tahun 1999, setelah hampir 1,5 tahun dihantam krisis moneter 1997, tekad dan semangat baru kami canangkan. Langkah pertama memperbaiki situs, meng-update-nya setiap hari dan memulai sebagai online." Demikian yang ditulis sang Script Writer pada saat itu, Vensia Tjhin di halaman "Di Balik Layar" situs Bhinneka.Com. Kini, Vensia adalah Chief of Omni-Channel Officer (COCO) Bhinneka.
2000-2007
Beberapa tahun berselang, pemerintah yang menyadari potensi dan efek dari perdagangan elektronik mulai menyusun rancangan undang-undangnya. Hal ini juga berbarengan dengan terus bertumbuhnya sektor e-commerce dan perilaku ekonomi warganet.
Ditandai dengan munculnya startup-startup baru, yang umumnya masih bermain di bidang jual beli produk. Tercatat ada glodokshop.com, datakencana, wetmarket dari Singapura, FastnCheap dari Surabaya, LippoShop, iklanbaris.co.id, gadogado.net yang merupakan situs lelang.
Imbas internet economic bubble, satu per satu pemain dari berbagai bidang berjatuhan. Bahkan portal media seperti kopitime.com yang didirikan pada 2000 dan berhasil menembus Bursa Efek Jakarta (BEJ), gulung tikar dalam waktu dua tahun. Hanya sedikit pemain lama yang bisa bertahan dari krisis tersebut, salah satunya adalah Bhinneka.Com yang tetap beroperasi hingga saat ini.
Selebihnya, banyak pengguna internet yang melakukan jual beli secara personal dengan memanfaatkan forum-forum publik, menjadi cikal bakal marketplace yang dikelola secara terstruktur. Salah satu yang muncul dari Bali adalah Tokobagus.com.
2010-2011
Kehadiran Go-Jek di tahun ini benar-benar menjadi terobosan, membuka pandangan dan wawasan lebih banyak orang Indonesia mengenai besarnya dampak dari e-commerce. Dengan menawarkan layanan transportasi berbasis online dan sejumlah turunannya, Go-Jek membuktikan bahwa kemajuan teknologi telekomunikasi memungkinkan terjadinya perubahan di banyak bidang.
2012
Untuk pertama kalinya, e-commerce Indonesia memiliki "perayaannya" sendiri di tahun ini. Yaitu Hari Belanja Online Nasional (Harbolnas), yang diharapkan makin memperluas minat warga Indonesia secara umum untuk merasakan pengalaman berbelanja secara digital. Tetap dengan makin beragamnya nama-nama pemain e-commerce dalam negeri, salah satunya adalah Berrybenka yang awalnya khusus bermain di bidang fashion. Ini juga merupakan upaya kampanye untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat berbelanja lewat internet.
Selain itu idEA juga dibentuk tahun ini, menjadi asosiasi yang menaungi para pemain e-commerce dalam hubungan strategis bersama pemerintah, meningkatkan ekosistem e-commerce Tanah Air dan reputasinya di dunia. Hal ini penting, mengingat Indonesia merupakan pangsa pasar yang sangat menjanjikan.
2014
Sejarah terus dicetak. Tokopedia di tahun ini menjadi startup pertama yang menerima investasi dengan nilai USD 100 juta atau setara dengan Rp 1,2 triliun saat itu. Angka ini merupakan yang terbesar dalam sejarah e-commerce Indonesia, sampai akhirnya dikalahkan kembali oleh Tokopedia di 2017.
2015
Jagat e-commerce Indonesia tetap marak dengan berbagai peristiwa. Tokobagus dan Berniaga dilebur menjadi OLX Indonesia yang fokus pada jual beli komoditas second. Hadir juga MatahariMall.com yang merupakan bagian bisnis dari Lippo Group, Shopee dari Singapura, serta JD.id yang merupakan turunan langsung dari raksasa e-commerce asal Tiongkok. Kompetisi makin seru.
Masih di tahun yang sama, Bhinneka.com menjadi perusahaan e-commerce pertama yang bermitra dengan pemerintah dalam pengadaan barang. Melalui Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang Jasa Pemerintah (LKPP), Bhinneka bergabung dalam platform online untuk belanja anggaran pemerintah. Bhinneka.com memperluas layanannya ke lini Business to Government (B2G).
2016
Bhinneka.com meluncurkan Bhinneka Bisnis. Layanan ini merupakan platform pengadaan barang bagi perusahaan dari berbagai tingkatan. Sebagai klien, pihak korporasi cukup mendaftar dan melakukan pemesanan seperti belanja online pada umumnya. Tentu saja dengan paket harga dan penanganan khusus.
Hanya saja, ada beberapa perusahaan e-commerce yang terpaksa berhenti beroperasi di tahun ini. Yaitu Lamido, Paraplou, Valadoo, Wearfable, Foodpanda. Yang paling mengagetkan adalah hengkangnya Rakuten.co.id setelah lima tahun berekspansi di Indonesia. Di samping itu, akuisisi terus terjadi. Kali ini pada Lazada Indonesia, yang sebelumnya merupakan bagian dari Lazada internasional Asia Tenggara, dan kemudian "dicaplok" Alibaba.
Pada 2016, pemerintah merilis roadmap e-commerce Indonesia untuk 2017-2019. Dituangkan dalam bentuk Perpres Nomor 74 Tahun 2017 tentang "Road Map E-Commerce" Tahun 2017-2019, dan juga disebut dengan istilah lain; Peta Jalan Sistem Perdagangan Nasional Berbasis Elektronik (SPNBE) 2017-2019.
SPNBE 2017-2019 memuat delapan aspek:
- Pendanaan
- Perpajakan
- Perlindungan Konsumen
- Pendidikan dan SDM
- Logistik
- Infrastruktur Komunikasi
- Keamanan Siber
- Pembentukan Manajemen Pelaksana
2017
Tahun ini diawali dengan Bhinneka.com yang berganti nama menjadi Bhinneka sejak Februari. Perubahan minor juga dilakukan pada logonya.
Jangan lupa, seperti yang telah disebutkan di awal artikel ini, Jack Ma menjadi penasihat roadmap e-commerce Indonesia dan terjadi investasi besar-besaran dari Tiongkok ke sejumlah perusahaan dalam negeri.
...
Pastinya, kemeriahan ini akan terus berlanjut.
Apa yang akan terjadi setelah ini? Tak ada yang tahu pasti. Kita lihat saja nanti.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H