Mohon tunggu...
azmi syahputra
azmi syahputra Mohon Tunggu... Dosen - universitas trisakti jakarta

ayah, suami, gurunya mahasiswa, dan manusia biasa aja

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Catatan Kecil dari Kasus Jessica, Meneropong Keadilan dan Edukasi Keadilan Masyarakat

26 Agustus 2016   12:15 Diperbarui: 26 Agustus 2016   12:31 612
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Memperhatikan kasus kopi maut Jessica 6 Januari 2016 yang menyebabkan Wayan Mirna Salihin wafat menjadi perhatian public. Mirna  dinyatakan keracunan senyawa sianida dalam segelas es kopi Vietnam yang ia minum saat bertemu dua rekannya, Jessica Kumala Wongso dan Hani di Cafe Olivier, Grand Indonesia Shopping Town, Jakarta. Kejadian ini sontak membuat banyak  perhatian public,  tidak hanya  menjadi perhatian orang awam, para pedagang kopi,  penegak hukum, akademisi, ilmuwan, praktisi, seolah oah berkumpul di arena dalam kasus Jessica ini .

Banyak hal hal yang dapat dijadikan pelajaran dan pembelajaran dalam kasus Jessica khususnya jika dinilai dari pendidikan manusia, pendidikan hukum dan makna keadilan. Karena keadilan adalah salah satu kebutuhan dasar dalam kehidupan manusia.

Melihat persidangan yang sampai saat ini telah berjalan belasan kali harus diakui banyak informasi dan transfer  keilmuwan yang dapat diperoleh masyarakat luas yang disiarkan secara live dari beberapa media tv nasional  dan  sangking menjadi perhatian public oleh media diadakan pula siaran ulang khusus berkait kasus Jessica tersebut dengan menghadirkan dan ulasan pandangan  berbagai nara sumber dari multi disiplin keilmuwan untuk mengkaji peristiwa tersebut dan mengetahui perilaku manusia.

Terlepas dari berbagai warna pendapat yang muncul dan diperlihatkan pastinya setiap orang memiliki catatan catatan tersendiri, melakukan penilaian terhadap kasus yang terus berjalan sampai saat ini, dari fase kejadian sejak awal di penyelidikan  sampai saat ini masuk dalam fase persidangan ada hal hal yang menarik untuk diperhatikan termasuk hal hal yang non hukum, 

bagaimana prilaku dan catatan perkembangan kepribadian baik Mirna maupun Jessica (secara informasi dari kerabat maupun sistem informasi yang sangat terbuka saat ini, pasti  akan membantu mengungkap kejadian sebenarnya ), bahkan kemungkinan masyarakat kebanyakan saat ini  sudah punya penilaian tersendiri untuk mengkerucut pada sebuah kesimpulan,  layak dan patutkah Jessica diberikan hukuman  atau Jessica tidak dapat dikenakan hukuman?

Kesaksian para saksi mengalir wajar dan saksi ahli menunjukkan keilmuwan yang mumpuni dengan dasar dan kajian keilmuwan nya masing masing, dan yang perlu juga diperhatikan pertanyaan pertanyaan pembela sehingga posisi jaksa dan penuntut umum saling berhadapan untuk membahas hal hal yang dianggap menjadi telaah bersama walau tak jarang masyarakat ikut berkomentar terhadap pertanyaan pertanyaan dan jawaban yang muncul selama persdiangan.

Perdebatan perdebatan ini sebenarnya dapat cair, jika manusia mau kembali ke auto regulasi nuraninya, di mana Sang pencipta telah memberikan konsep perilaku adil bagi setiap manusia khsusnya bagi penegak hukum,  renungkanlah baik baik, dengan tenang , objektif  perintah sang maha kuasa ini :

“Hai orangorang yang beriman, jadilah kamu penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah, meskipun terhadap diri kamu sendiri, ibu bapakmu, dan kaum kerabatmu, baik ia kaya, atau ia miskin. Janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, supaya kamu tidak menyimpang. Dan jika kamu memutarbalikkan atau menyimpang dari keadilan, maka Allah Maha Tahu atas segala perbuatanmu”. (Q.S. An-Nisa/4: 135)


 “Hai orang-orang beriman, Jadilah kamu penegak keadilan, sebagai saksi karena Allah, dan janganlah kebencian orang kepadamu membuat kamu berlaku tidak adil. Itu lebih dekat kepada taqwa. Dan bertaqwalah kepada Allah. Allah tahu benar apa yang kamu kerjakan” Q.S.Al-Maidah/5:8

Ayat  ini  adalah sebagai universalitas konsep keadilan diseluruh dimensi waktu dan budaya, ini yang hiilang tidak dijadikan oleh para manusia  khususnya penegak hukum sebagai auto regulasi dalam  dirinya sebagai konsep menetapkan hukum untuk menegakkan  hak atas keadilan.

Menetapkan hukum di antara manusia harus diputuskan dengan adil, sesuai dengan apa yang diajarkan Allah  tidak memihak kecuali kepada kebenaran dan tidak pula menjatuhkan sanksi kecuali kepada yang melanggar, tidak menganiaya walau terhadap lawan, dan tidak pula memihak walau kepada teman.

Tetapi menetapkan hukum bukanlah wewenang setiap orang. Ada syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk tampil melaksanakannya, antara lain pengetahuan tentang hukum dan tatacara menetapkannya serta kasus yang dihadapi. Bagi yang memenuhi syarat-syaratnya dan bermaksud tampil menetapkan hukum, kepadanyalah ditujukan perintah untuk menetapkan dengan adil. (M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, Volume 2 [Jakarta: Lentera Hati, 2000],456-457).

Tuhan memerintahkan manusia berlaku adil, termasuk dalam memutuskan suatu perkara dan memberikan kesaksian. Keadilan dalam hukum adalah keadilan yang dapat mewujudkan ketenteraman, kebahagiaan dan ketenangan secara wajar bagi masyarakat. Keadilan dalam hukum dapat dilihat secara nyata dalam praktik, antara lain apabila kerja kerja penegak hukum telah mampu memberikan rasa ketentraman, kebahagiaan dan ketenangan bagi masyarakat dan mampu menumbuhkan opini masyarakat bahwa pada ahirnya putusan hakim yang dijatuhkan sudah adil dan wajar. Hal ini akan memberikan kepercayaan pada masyarakat akan adanya lembaga pengadilan yang membela hak dan menghukum yang melanggar. (Baharuddin Lopa, Al-Qur’an dan Hak-hak Asasi Manusia, 121).

Akibat perilaku seseorang entah siapa dia yang menaruh Sianida di gelas kopi Mirna , kini  banyak pihak yang harus berhadap hadapan pendapat akibat perilaku jahat seseorang ini, maka siapapun engkau pelakunya, sentuhlah dan hidupkanlah  nurani dan kemanusiaan mu, banyak pihak yang kini harus repot akibat prilaku mu..

Namun apapun kenyataannya, apapun bentuk pertanyaan dan sikap dari masing masing pihak baik dari hasil penyelidikan  polisi yang tertuang dalam berita acara pemeriksaan dan berkas perkara, demikian pula posisi jaksa selaku penuntut umum, hakim sebagai orang yang berfungsi  memeriksa, mengadili dalam persidangan maupun penasihat hukum sebagai pembela , tidak ada yang sia sia, karena setiap pertanyaan,jawaban, dan pernyataan  yang meluncur dalam persidangan itu akan dilihat, ,dikaji  masyarakat sebagai penonton bagai pertandingan sepak bola , apa yang dipikirkan oleh masing-masing pihak, mana pertanyaan cerdas,

 mana pula pertanyaan yang kurang pas, serta akan diketahui pernyataan atau jawaban yang logis dan berbobot,  artinya dari kasus ini masyarakat banyak belajar berbagai hal dan keilmuwan dari  kasus yang diliput media secara live di tv nasional sejak pagi hari  sampai malam  (hampir 12 jam lebih dalam setiap persidangan dengan agenda pemeriksaan saksi) , peristiwa  ini menjadi bagai “sekolah”  bagi masyarakat umum

Harapan lebih lanjut melalui kasus Jessica ini pula dapat dijadikan momentum untuk mengingatkan kesadaran manusia untuk memperkuat makna manusia, dan mengembalikan ahlak manusia, bukan jadi manusia manusiaan, bahwa menjadi manusia itu  harus jujur dan berprilaku baik apalagi bagi penegak hukum. 

Dr. Azmi Syahputra, S.H.M.H.

Dosen Fakultas Hukum Universitas Bung Karno.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun