Mohon tunggu...
Endah Kusumaningrum
Endah Kusumaningrum Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Scripta manent, verba volant

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Aku dan Aina

4 Juni 2014   05:25 Diperbarui: 23 Juni 2015   21:44 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Aku dan Aina
Endah Kusumaningrum *

Saya
Maaf, jika baru hari ini kubalas pesanmu, Dayu. Dua hari bertutrut-turut, aku harus kerja full time untuk membayar sebuah barang yang ingin kubeli di pusat kota Sydney. Kau percaya? Telapak tanganku sampai terkelupas karenanya. Tapi aku senang, barang yang kuinginkan sekarang sudah ada di kamarku. Kupandangi sepanjang malam, sampai mataku terasa lengket tadi pagi, karena kurang tidur.

Syukurlah, jika Purwokerto baik-baik saja. Aku sempat khawatir ketika membaca berita-berita di internet yang menulis bahwa sudah terjadi hujan abu di sekeliling Purwokerto. 2009 lalu, waktu masih ada di Indonesia aku pernah mengalaminya juga, tapi kukira tak se ekstrim kabar yang tersebar di internet baru-baru ini. Ah, kalau tak salah ketika itu juga akan pemilu. Ngomong-ngomong soal pemilu, Dayu, sudahkah kau tentukan pilihanmu, siapa yang akan kau pilih? Kuharap kau bijak memilih. Jangan golput! Ah, sudah, kita bicarakan yang lain saja, kalau bicara politik, aku jadi ingat film “GIE” yang sering kita tonton di gedung seketariat, “Politik taik kucing” katamu menirukan logat Lukman Sardi.

Memang berapa lama lagi Bidadarimu pergi ke luar kota? Kenapa kau tak menelfonnya saja dan bilang kalau kau rindu, teramat rindu? Bukankah kalian sama-sama tahu? Aih, Dayu, jangan bilang kau malu. Kau itu lelaki, gente lah sedikit. Aku menunggu kabar baik darimu sehabis ini. Aku harus lembur papper untuk esok. Jadi, selamat pagi, Dayu!
Dayu Sukma Yudistira
Ke Saya
Jangan terlalu memaksakan diri, Aina. Kenapa kau tak minta pada orangtuamu saja? Jika kau bekerja terlalu keras, kukira pendidikanmu kan juga bisa terganggu. Aku harap kau bisa benar-benar membagi waktu, tak hanya untuk bekerja dan pendidikan, tapi juga untuk hiburan. Sekali-kali kirimilah aku fotomu bersama Kanguru lagi dan tersenyumlah yang lebar.
Benar, politik taik kucing! Aku makin muak saja dengan demokrasi di Indonesia. Jika saja kau lihat, Aina, kau akan geleng-geleng kepala. Cara mereka kampanye makin tak patut, mulai dari blusukan, pengajian, hingga dangdutan. Masih saja ditambahi kericuhan. Entah, mau jadi apa negeri ini esok. Aku mau pindah saja ke Planet Timbuktu. Kau mau ikut tidak, Aina?

Bida, cukup panggil dia Bida [bukankah sudah berkali-kali kubilang, aku lebih suka memanggil perempuan ayu itu dengan sebutan Bida, itu lebih romantis. Kurasa.] Lumayan lama, Aina. Ia harus menyelesaikan banyak urusan di luar sana. Aku akan menunggu ia pulang saja. Bicara rindu lewat telepon itu lebih tidak gentle, kukira. Dan lagi, Aina, ia bahkan tak tahu kalau aku begitu rindu. Aku belum pernah bilang padanya tentang perasaanku.
Selamat belajar kehidupan di kota Sydney, Aina. Semoga kau menemukan kearifannya. Jika tidak, ikut saja denganku. Pindah ke Timbuktu.
Saya
Hari ini aku menemukannya, Dayu!
Aku pindah kerja paruh waktu ke tempat yang membuatku lebih nyaman. Aku menjadi seorang pramuniaga di sebuah toko hadiah milik Tuan Jamie, James nama aselinya. Ia adalah laki-laki yang hidup sendirian. Lima belas tahun lalu ia kehilangan seluruh keluarganya karena kecelakaan mobil. Anak-istri-dan seekor anjing kesayangannya, Thomas, lebih mirip nama kucing kan? Tapi kau tahu, kini keluarganya bertambah banyak. Bukan, bukan karena Tuan James menikah lagi, lalu membangun keluarga yang baru. Tapi karea ia selalu baik, bahkan menurutku terlalu baik. Ia tak segan memberikan barang dengan gratis..tis… pada pelanggan. Jadilah, para pelanggan amat baik padanya, anak-anak kecil yang gemar datang berkujung jadilah cucunya. Ah, Tuan Jamie…

Ya, okey, Bida. Tapi kau juga harus ingat, aku lebih suka dipanggil Gabby. Hampir semua orang memanggilku dengan Gabby, dan hanya kamu yang memanggilku dengan Aina. Mengapa?

Aku rasa begitu juga baik, ia akan amat tersentuh dengan ucapanmu nanti. Tapi, jangan sampai kau terlambat, perempuan itu, bisa saja keburu menemukan rindunya yang lain. Kuharap kau sabar menunggu perempuan ayu yang selalu kau panggil Bida. Aih, Dayu, sahabatku, rupanya kau makin dewasa.
Duhh.. Dayu, kau ingin ketemu Donald Bebek, atau Bibi Dessy ke Timbuktu? Dasar kekanak-kanakan!

Dayu Sukma Yudistira
Ke Saya
Hahahaha, Aina, Aina! Aku lebih tak ingin memanggilmu seperti oranglain. Aina lebih terdengar ramah, nama perempuan asal Indonesia. Hebat, Tuan James akan sangat beruntung memiliki pegawai sepertimu. Ia tak akan kehilangan se-sen pun keuntungannya karena kau akan menghitungnya sedetail mungkin. Belajarlah yang banyak darinya, Aina..

Dayu Sukma Yudistira
Ke Saya
Aina, kau tahu! Bida semakin jauh….

Saya
Hallo, Dayu, maaf lama tak menyapamu. Kira-kira sebulan lalu kita terakhir berbalas e-mail. Aku terlewat bahagia bekerja dengan Tuan Jamie. Hingga setiap selesai dengan kelasku, aku selalu menuju ke sana. Dia sungguh orang yang sangat santun. Aku bangga bisa bekerja di tokonya yang kecil dengan gaji yang tidak lebih besar dari kerja paruh waktu ku dulu. Dia membuat dadaku terasa penuh dengan cinta.

Oh…bagaimana bisa? Belum pulangkah ia? Bagaimana kabanya?

Dayu Sukma Yudistira
Ke Saya
Tak apa, Aina. Tak usah khawatir. Ia baik-baik saja. Aku hanya sedih memikirkannya. Rindu untuknya begitu sempurna, Aina…

Saya
Ahh, syukurlah….
Bicaralah padanya, kalau begitu. Apa lagi yang kau tunggu sih? Setelah ia tahu, kurasa kau tak akan terlalu lama menunggu lagi, Dayu..

Dayu Sukma Yudistira
Ke Saya
Benarkah begitu, Aina?
Dadaku bergetar hebat jika hendak bicara padanya. Ia adalah perempuan yang terlalu sempurna. Mirip Bidadari.

Saya
Percayalah. Bida, perempuan itu, tak akan pergi tanpa alasan..

Dayu Sukma Yudistira
Ke Saya
Baiklah, Aina….

Dayu Sukma Yudistira
Ke Saya
Aina..

Dayu Sukma Yudistira
Ke Saya
Aina…..

Dayu Sukma Yudistira
Ke Saya
Aina…..

Dayu Sukma Yudistira
Ke Saya
Aina….. kaulah Bidadari itu.

Aku dan Aina, perempuan penuh maha pesona itu, tak kan lagi bertukar pesan.

________________
* tidak mahir menulis cerita, apalagi puisi, namun sedang berusaha menulis dengan baik dan estetik

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun