Nah untuk membuktikan kapabilitas seorang Fatimah Kalla, inilah moment bersejarah buatnya. Namun begitu Fatimah dan para calon walikota lainnya harus waspada dan jeli melihat situasi kondisi perpolitikan Makassar yang tak menentu. Kadang terang dan kadang gelap.
Jika direntet kebelakang, sejak satu dasawarsa terakhir. Terhitung sejak orde baru tumbang dan lahirnya reformasi.Tidak hanya pada bidang hukum, sosbud, pendidikan, ekonomi, perempuan-pun terus merambah hingga keranah politik.
Ini diawali dengan terpilihnya Megawati Soekarno Putri sebagai presiden ke-V, menggantikan KH Abdurrahman Wahid yang lengser pada 2001 lalu. Perempuan terus menancapkan dan memainkan peranannya pada bangsa ini. Hingga kini, keterwakilan perempuan di DPRI pun terus naik, yakni 103 orang dari 560 anggota dewan di senayan, atau sekitar 18 % dari seluruh anggota DPRI.
Walaupun ini masih jauh dari harapan 30% keterwakilan perempuan di senayan, namun ini sudah menunjukkan progres yang cukup signifikan. Data media Indonesia 2008 lalu melansir jumlah anggota dewan perempuan bertambah dari 44 orang pada tahun 1999 menjadi 61 ditahun 2004 atau sekitar 11,6%.
Kita kembali. Setelah Megewati terpilih menjadi presiden, giliran Sri Mulyani Indrawati sebagai Menkeu, disusul Ratu Atut Chosiyah yang sekarang menjabat Gubernur Banten dan perempuan-perempuan hebat lainnya. Pertanyaanya, Akankah Fatimah Kalla akan mengikuti jejak-jejak seniornya tersebut ??, akankah Fatimah Kalla akan mengikuti jejak abangnya yang sukses dilevel nasional??. Pertanyaan ini mungkin terlalu dini, namun disaat bangsa ini mengalami krisis kepemimpinan, Fatima Kalla hadir sebagai calon alternative Pilwali Makassar 2013 mendatang. (*)
~Armand_Sholeh'
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H