Mohon tunggu...
Arjuna Putra Aldino
Arjuna Putra Aldino Mohon Tunggu... Penulis - Universitas Indonesia

Mahasiswa Pascasarjana, Sekolah Kajian Stratejik dan Global, Universitas Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Revolusi Asuransi Jiwa dan Adaptasi Generasi Milenial

26 September 2017   01:51 Diperbarui: 26 September 2017   03:35 2546
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Foto: gib.co.ke

Sejak di tahun 2016, proyeksi Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan bahwa populasi penduduk Indonesia saat ini lebih didominasi oleh kelompok usia produktif yakni antara 15-34 tahun. Kondisi ini menunjukan bahwa populasi Indonesia saat ini didominasi oleh Generasi Millennials (juga dikenal sebagai Generasi Y), yakni generasi yang lahir antara tahun 1981-2000, atau yang saat ini berusia 15 tahun hingga 34 tahun.

Kondisi ini juga menunjukan bahwa Indonesia tengah memasuki era bonus demografi, dimana banyaknya penduduk usia produktif dapat memberikan manfaat bagi pembangunan dan pertumbuhan ekonomi. Diperkirakan, era bonus demografi ini akan mencapai puncaknya pada periode 2025-2030, dimana di tahun 2020 generasi milenial diprediksi berjumlah 83 juta jiwa atau 34 persen dari total penduduk Indonesia yang mencapai 271 juta jiwa.

Angka ini lebih besar dari jumlah populasi generasi yang lain, seperti generasi X (20 persen) maupun generasi baby boomer yang hanya tinggal 13 persen saja. Artinya, generasi milenial inilah yang bakal menjadi motor penggerak Indonesia di segala aspek. Dengan presentase yang cukup besar, maka generasi milinial ini juga menjadi potensi pasar yang juga besar, menjadi segmen konsumen yang relatif besar dan potensial.

Ditambah menurut laporan World Bank yang berjudul "The Rise of Asia's Middle Class 2010", disebutkan jumlah kelas menengah di Indonesia tumbuh pesat dalam kurun waktu 10 tahun terakhir dimana populasi kelas menengah Indonesia mencapai 134 juta jiwa atau 56,5 persen dari total populasi. Sementara, menurut Boston Consulting Group (BCG) pada tahun 2020 akan ada sekitar 141 juta populasi kelas menengah di Indonesia. Dan tak boleh dilupakan, usia masyarakat kelas menengah di negara berkembang cenderung jauh lebih muda daripada negara-negara maju, yakni diperkirakan berada dibawah 40 tahun.

Artinya, ke depan kita akan lebih banyak dihadapkan pada kondisi pasar dengan komposisi anak muda dan kelas menengah yang gemuk. Dihadapkan pada kondisi pasar yang jauh berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Terutama terjadi perubahan pada subjek dan karakteristik konsumen akibat adanya pergeseran demografi dan pergerakan ekonomi yang relatif cepat.

Karakteristik Generasi Milenial dan Prospek Industri Asuransi

Generasi milenial terlahir di era revolusi industri ketiga yang ditandai dengan kemunculan teknologi digital dan internet. Artinya, generasi milenial ini lahir ditengah realitas sosial yang dimediasi secara mendasar oleh teknologi digital, yang mengalihkan berbagai aktivitas manusia dari dunia nyata ke dalam dunia maya. Ia tumbuh dan besar dalam ruang virtual atau cyberspace.

Hal ini menimbulkan perubahan besar tentang bagaimana mereka menjalani dan memaknai kehidupan, terutama perubahan mendasar terhadap pemahaman tentang identitas, menciptakan relasi-relasi sosial yang bersifat virtual di ruang-ruang virtual, yang tak lagi mengenal batas geografis, keterbatasan ruang fisik dan jarak spasial. Dengan kata lain, generasi milenial hidup di era dimana dunia telah masuk ke dalam fase interkoneksi, saling keterhubungan antara belahan dunia yang satu dengan belahan dunia yang lain, yang belum pernah dicapai sebelumnya.

Maka tak heran jika saat ini pengguna internet terbanyak adalah mereka generasi milenial. Survei APJII 2016 menunjukan pengguna internet terbanyak di Indonesia yakni mereka penduduk di usia 35-44 tahun dengan persentase 29,2 persen atau setara dengan 38,7 juta jiwa. Disusul oleh penduduk usia 25-34 tahun dengan proporsi 24,4 persen, atau sekitar 32,3 juta jiwa penduduk. Di tingkat penetrasi, usia 25-34 tahun memiliki tingkat penetrasi internet tertinggi dengan persentase 75,8 persen. Dan yang lebih mengejutkan, penduduk usia 10-24 tahun juga memiliki tingkat penetrasi internet yang cukup tinggi yakni di angka 75,5 persen.

Sedangkan menurut durasi penggunaan internet, Indonesia masuk ke dalam jajaran tiga besar dengan durasi penggunaan internet terlama di Asia Tenggara. Survei We Are Social 2016 menemukan bahwa rata-rata orang Indonesia menghabiskan waktunya untuk mengakses internet selama delapan jam 12 menit dalam sehari. Survei ini menandakan bahwa generasi milenial adalah sosok yang begitu akrab dengan internet. Aktivitas sehari-hari mereka banyak dihabiskan untuk mengakses internet.

Untuk konten yang seringkali diakses adalah media sosial. Hal ini tercermin dari survei APJII 2016 dimana media sosial menempati posisi teratas untuk konten yang seringkali diakses para pengguna internet di Indonesia yakni sebesar 97,4 persen, atau setara dengan 129,2 juta pengguna. Jenis aplikasi media sosial yang paling seringkali digunakan adalah Facebook, dengan jumlah pengakses tertinggi yakni 71,6 juta pengguna atau sekitar 54 persen dari total pengguna aplikasi media sosial yang ada.

Selain itu, generasi milenial ini memiliki kecenderungan gemar menonton video secara online di smartphone mereka. Ditemukan oleh survei We Are Social dan Hootsuite 2017, bahwa 49 persen pengguna internet Indonesia juga mengakses konten video di Youtube. Temuan ini sejalan dengan survei APJII 2016, yaitu selain mengakses media sosial pengguna internet di Indonesia juga mengakses video online. Angkanya cukup besar, yakni 41 persen atau sekitar 54,4 juta pengguna.

Dari temuan ini dapat kita simpulkan bahwa karakteristik generasi milenial yakni pertama, kehidupannya begitu melekat dengan internet, delapan jam 12 menit dalam sehari merupakan waktu yang cukup lama mereka gunakan untuk mengakses internet. Kedua, sebagian besar mereka mengakses media sosial. Hal ini mengisyaratkan bahwa generasi milenial memiliki kecenderung aktif di ruang-ruang virtual, mengisi aktivitas hidupnya di dalam cyberspace. Yang juga menandakan bahwa mereka terbiasa di tengah dunia yang saling interkoneksi, bersosialisasi di dunia atau komunitas virtual. Ketiga, mereka memiliki kecenderungan menyukai konten berupa video. Hal ini menandakan bahwa generasi milenial lebih suka menerima pesan dalam bentuk audio-visual.

Namun selain itu, juga terdapat temuan yang menggembirakan untuk prospek industri asuransi ke depan berkaitan dengan kehadiran generasi milenial ini. Riset Alvaro Research Center 2017 menemukan sebanyak 41,1 persen generasi milenial memiliki spontaneous pada produk asuransi kesehatan. Artinya, di alam kognitif mereka sudah terekam pentingnya kepemilikan "asuransi kesehatan". Dalam memori mereka, jaminan kesehatan ke depan menjadi salah satu prioritas mereka. Hal ini menjadi modal besar bagi industri asuransi jiwa untuk mengembangkan bisnisnya dikalangan generasi milenial ini.

Adaptasi Generasi Milenial

Akhir-akhir ini industri asuransi tumbuh begitu pesat. Sepanjang 2016 Badan Pusat Statistik mencatat lapangan usaha jasa keuangan dan asuransi tumbuh 8,9 persen dibanding tahun sebelumnya 8,59 persen. Angka ini mengalahkan lapangan usaha di sektor lainnya dan juga berada di atas pertumbuhan ekonomi nasional, yakni 5,02 persen.

Ditambah, data Otoritas Jasa Keuangan melaporkan aset asuransi jiwa pada September 2016 mencapai Rp 385,24 triliun, yang berarti naik 14,4 persen dibanding posisi awal tahun, yakni Rp 336 triliun. Data ini menunjukan bahwa sisi permintaan (demand) terhadap produk asuransi jiwa cukup tinggi di masyarakat kita.

Walaupun tumbuh begitu pesat, akan tetapi penetrasi industri asuransi di Indonesia masih relatif rendah. Data Otoritas Jasa Keuangan triwulan I 2017 menunjukan penetrasi industri asuransi di Indonesia hanya 2,70 persen. Angka ini begitu kecil di tengah para generasi milenial sudah menyadari akan pentingnya kepemilikan asuransi kesehatan. Untuk itu, berkembangnya generasi milenial dan teknologi digital menjadi peluang sekaligus tantangan bagi industri asuransi untuk mengembangkan bisnisnya.

Menjadi peluang karena sebanyak 41,1 persen generasi milenial telah menyadari akan pentingnya kepemilikan asuransi kesehatan, dan hadirnya teknologi digital dapat menjadi medium untuk meningkatkan penjualan karena teknologi digital dapat mengeliminasi segala penghalang seperti sosialisasi, masalah teknis, faktor geografis, dan faktor lainnya. Namun juga menjadi tantangan dimana berubahnya ekosistem bisnis akibat berubahnya komposisi piramida penduduk atau segmen konsumen yang didominasi oleh generasi milenial dan kelas menengah serta kehadiran teknologi digital yang semakin berkembang pesat.

Untuk itu, industri asuransi tidak bisa hanya mengandalkan cara-cara konvensional dalam menciptakan produk, distribusi hingga pelayanan yang ditawarkan. Perlu adanya adaptasi yang sesuai dengan karakteristik konsumen potensial yakni generasi milenial.

Perubahan pertama yang niscaya harus dilakukan adalah adanya produk asuransi digital yang dapat diakses melalui aplikasi smartphone. Hal ini penting mengingat generasi milenial lebih banyak menghabiskan waktunya bersama smartphone mereka dalam ruang virtual. Sehingga mereka jauh lebih suka dan akrab menggunakan produk yang tersedia pada aplikasi yang bisa diakses dari genggaman tangannya, daripada harus mendatangi kantor, melalui telepon, e-mail ataupun website.

Kedua, yakni soal layanan proses underwriting atau proses penilaian profil risiko terhadap calon nasabah asuransi jiwa. Di tengah generasi milenial yang begitu akrab dengan internet dan hidup di era kecepatan (ekosistem update informasi yang begitu cepat), industri asuransi perlu mengembangkan layanan underwriting yang dapat dilakukan secara online dan real-time. Maka perlu adanya sistem komputerisasi atau digitalisasi (teknologi data) yang terprogram untuk memproses underwriting, sehingga layanan dapat diterima dengan cepat, tak perlu menunggu lama, lebih mudah, dapat diakses kapanpun dan dimanapun.

Seluruh layanan seperti pengajuan permohonan asuransi jiwa, pembayaran premi awal dan lanjutan harus disediakan secara online dan real-time yang disertai dengan transaksi dan dokumen elektronik berbasis akun pribadi. Hal ini bukan hanya mempermudah nasabah, namun juga terjamin keamanannya dengan menggunakan kata sandi (password) untuk segala informasi terkait asuransi jiwa nasabah seperti kepemilikan polis, laporan pernyataan transaksi elektronik, dan pengajuan klaim dapat diterima lebih cepat serta langsung di genggaman nasabah.

Ketiga, soal pemasaran atau distribusi produk. Mengingat para generasi milenial ini begitu akrab dengan sosial media dan menyukai konten video, strategi pemasaran dapat diperkuat menggunakan sosial media dan pesan dikemas dalam bentuk audio-visual. Misalnya, untuk tata cara dan prosedur pengajuan produk asuransi jiwa secara online dan real-time melalui aplikasi dapat dikemas dengan ilustrasi audio-visual yang singkat dan menarik. Dapat juga dibuat tentang pengenalan produk dan manfaat kepemilikan asuransi jiwa dalam bentuk audio-visual (semacam vlog). Sehingga dapat menarik minat para generasi milenial.

Perubahan layanan dan pemasaran ke arah transformasi digital amatlah penting. Karena mau tak mau, daya tahan industri saat ini bukanlah ditentukan dari banyaknya produk atau masifnya pemasaran. Namun seberapa cepat industri tersebut menyerap implikasi dari perkembangan teknologi digital dan berubahnya ekosistem bisnis dewasa ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun