Mulanya adalah sebuah perang, dimana waktu itu kerajaan Inggris sedang melakukan penaklukan atas sebuah kota di Perancis. Dalam pertempuran itu, Baginda Raja (yakni William Sang Penakluk) terlontar, terpental jatuh dari atas kudanya. Sang Baginda terlontar akibat perutnya yang membuncit menabrak bagian depan pelana dan ia tak bisa tangkas menjaga keseimbangan. Ia pun terjungkal dan akhirnya tewas.
Tapi tak berhenti disitu. Ketika pemakaman sang Baginda dimulai, ternyata tubuh sang Baginda tak muat masuk ke dalam sarkofagus batu yang terlalu sempit. Pemuka agamapun mencoba menjejalkan tubuh gembrot itu agar bisa masuk peti mati. Namun tak disangka. Perut jenazah sang Baginda pun meletup. Bau busuk menebar kemana-mana. Para pelayat dan petugas pemakaman tergopoh-gopoh menyelesaikan upacara pemakaman sambil menahan muntah.
Mungkin inilah sedikit cerita tentang sebuah fenomena yang kerap dianggap biasa oleh orang pada umumnya, namun ternyata syarat akan pelajaran yang tak terduga, yakni obesitas. Siapa sangka seorang William Sang Penakluk, raja Inggris yang termasyhur, yang memiliki kekuasaan yang maha luas, yang selalu memenangkan pertempuran dimana-mana, tewas bukan karena heroisme dan adu senjata di medan perang. Melainkan akibat obesitas. Ia tak mati karena pedang musuhnya, namun ia mati akibat perut buncitnya.
Di Indonesia, fenomena obesitas hampir menyerang setiap orang, semua kalangan. Sekitar 40 juta orang di Indonesia terindikasi mengalami kegemukan atau obesitas. Bahkan Indonesia saat ini masuk 10 besar negara dengan penderita obesitas terbanyak (Sumber: https://www.omni-hospitals.com/). Yang lebih kronis, berdasarkan data WHO pada 2013, persentase obesitas anak di Indonesia merupakan yang tertinggi di ASEAN. Hampir 12 persen anak Indonesia mengalami obesitas. Jika dirinci lagi, dari 17 juta anak yang mengalami obesitas di ASEAN, hampir 7 jutanya berasal dari Indonesia.
Angka ini cukup mengkhawatirkan dan obesitas banyak menjadi sebab penyakit mematikan, seperti diabetes, komplikasi dan jantung. Maka tak heran, obesitas menyebabkan 10,3 persen dari angka kematian dunia (Sumber: Kompas.com-25/02/2011). Artinya, sebagian besar penduduk Indonesia teramcam kematian akibat penyakit yang disebabkan oleh obesitas. Obesitas telah terbukti membebani sebagian besar orang dengan penyakit gula dan jantung yang merenggut tenaga-tenaga usia produktif di sekitar kita.
Namun yang jadi soal, sebagian besar masyarakat kita masih menganggap fenomena obesitas sebagai tanda sebuah kekalahan sosial. Yang tak jarang, membuat penanganan akan obesitas cenderung tak beraturan. Banyak orang karena risau dan untuk menghindari sanksi sosial atas tubuh gemuknya, mereka diet dengan ngawur dan mengonsumsi obat-obatan dengan dosis yang tak terkontrol. Tak sedikit dari mereka justru berakhir di liang kubur masing-masing.
Untuk itu, kita perlu memandang obesitas dari aspek kesehatan. Syahdan, jika kita memandang obesitas dari aspek kesehatan maka perlu sebuah penanganan yang juga tidak mengancam kesehatan itu sendiri.
Rumah Sakit OMNI Alam Sutera telah memperkenalkan sebuah penanganan obesitas yang aman dan jauh dari resiko yang mengkhawatirkan. Penanganan itu ialah Operasi Bariatrik. Operasi bariatrik yakni sebuah operasi pengecilan dan bypass lambung, yang dilakukan dengan teknik laparoskopi atau minimal invasif. Dan menurut Dr. Handy Wing, seorang dokter spesialis bedah dari Rumah Sakit OMNI Alam Sutera, operasi ini sangat sedikit menyebabkan rasa nyeri karena bekas luka sayatan yang sangat kecil dan secara kosmetik hampir tidak terlihat bekasnya. (Baca: https://www.omni-hospitals.com/alam-sutera)
Bahkan terbukti, operasi bariatrik ini mampu mengontrol penyakit diabetes. Segera setelah operasi ini, kadar gula darah kebanyakan pasien menjadi normal sehingga tak memerlukan lagi suntikan insulin maupun obat-obatan diabetes.
Hal ini dialami Novi, seorang wanita berusia 45 tahun. Ia mengidap diabetes sejak usia 30 tahun dan berbobot hampir 90 kg. Tetapi sejak menjalani operasi ini, penyakit kencing manisnya terkontrol. Berat badannya pun turun 22 kg dalam jangka waktu 6 bulan dan tak perlu lagi bergantung dengan suntikan insulin yang sudah ia gunakan rutin selama 5 tahun.
Berkat operasi bariatrik, nasib Novi pun tak seperti William Sang Penakluk, yang mati dengan perut meletup dan bau bacin. Operasi bariatrik telah membebaskan Novi dari bayang-bayang kematian akibat obesitas dan penyakit diabetes. Novi pun kini lebih sehat, bertenaga, stamina meningkat dan dapat beraktivitas sehari-hari secara normal.
Menjadi seperti Novi adalah pilihan yang jarang bagi penderita obesitas. Karena metode ini tidak populer dan belum banyak diketahui. Namun Novi memilih hidup. Daripada menjadi William yang mati mengenaskan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H