Mohon tunggu...
Yuli Riswati (Arista Devi)
Yuli Riswati (Arista Devi) Mohon Tunggu... Freelancer - Jurnalis

Purple Lover. I am not perfect but I am unique.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Surat Terbuka Seorang Buruh untuk Fahri Hamzah

26 Januari 2017   11:44 Diperbarui: 26 Januari 2017   12:13 568
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Asssalamualaikum,
Apakabar Tuan Fahri?

Perkenalkan saya Arista, seorang buruh migran di Hong Kong. Meski sengaja menyebut diri sebagai buruh migran, saya tidak akan tersinggung kalau ada yang menyebut profesi saya sebagai TKI, TKW, PMI, Babu dan sebuatan lainnya. Toh apapun sebutan yang disematkan orang tidak akan ada pengaruhnya untuk kehidupan pribadi saya. Kehidupan yang saya jalani dan mesti saya perjuangkan sendiri tanpa harus 'mengemis' kepada siapapun selain kepada pemberi kehidupan. Jadi, jangan khawatir di dalam surat ini tidak akan ada permintaan agar Tuan sudi meralat kalimat yang terlanjur dicuitkan atau meminta maaf kepada saya. Bagi saya pribadi hal seperti itu tidak ada gunanya. Tetapi kalau untuk tuntutan yang sudah disampaikan teman-teman BMI secara resmi, silakan Tuan penuhi. Sebab sudah semestinya Tuan Fahri bertanggungjawab atas ucapan sendiri.

"Anak bangsa mengemis menjadi babu di negeri orang dan pekerja asing merajalela," begitu bunyi kicauan Tuan. Kalimat satire dengan diksi tingkat dewa yang (mungkin) terlahir dari pemikiran seorang politisi yang melewati proses pemikiran panjang dalam keresahan yang berlebihan. Bukankah sebuah kalimat yang lahir pada jam empat pagi kalau bukan diucapkan oleh orang yang sedang mengigau tentunya diucapkan oleh seorang pemikir dan perenung yang sengaja terjaga di sepertiga malamnya? Dan mana yang benardi antara dua option itu hanya Tuan Fahri dan Tuhan yang tahu.

Saya terdorong menulis surat ini bukan hanya karena cuitan yang Tuan unggah pada Selasa subuh lalu. Saya ingin menuliskan uneg-uneg saya ini malah setelah menyimak berita dan pernyataan Tuan yang dimuat laman detiknews.

Tuan Fahri, pada penjelasan tentang kicauan tuan kepada media, Tuan mengaku memang tengah fokus mengomentari isu nasional. Pertama karena Indonesia sedang kehilangan prioritas untuk ditangani. Padahal, banyak persoalan yang seharusnya diutamakan. Sedangkan 'concern' merupakan prioritas, Tuan. Kedua, karena sebagai Ketua Tim Pengawas Tenaga Kerja Indonesia, Tuan mengaku sangat mengetahui nasib pekerja Indonesia di luar negeri yang kondisinya tragis bahkan tak jarang ada yang diperbudak. Sebagai bagian dari BMI, tentu saja saya senang sekali mengetahui perhatian dan pengakuan Tuan yang memang sudah seharusnya begitu.

Tetapi, kesenangan saya mendadak hilang setelah menyimak baik-baik berita bertajuk 'DPR Dapat Kabar Kondisi Sebagian TKI di Hong Kong Memprihatinkan'. Berita yang baru saya cari dan baca setelah membaca kutipan pernyataan Tuan yang disebutkan dalam pressrealese JBMI itu membuat saya menyadari kalau Tuan Fahri bukan hanya orang yang sembarangan memilih kata dalam cuitan tapi juga ngawur dalam berbicara (baca; tidak benar-benar berdasarkan data). Dan lagi, jelas-jelas pertanyaan wartawan adalah tentang keadaan TKI di Taiwan tapi Tuan menjawab tentang TKI di Hong Kong, yang sebenarnya keduanya sama-sama tidak Tuan Fahri pahami.

Berikut ini transkrip wawancara wartawan di DPR dengan Tuan Fahri Hamzah yang ingin saya tanggapi. (Transkip dan berita lengkap berikut video-nya bisa dilihat di laman detiknews)

Wartawan: Pak, Apa benar banyak TKI disiksa di Taiwan?

Tuan Fahri: Saya ketua tim pengawas tenaga kerja, setelah tim kita bentuk kemarin, kita sudah mendapatkan ada banyak sekali informasi dari luar negeri, yang memang cukup mengagetkan yang oleh Pemerintah belum pernah diungkap. Ada data penting misalnya, saya mendapatkan data dari satu report resmi dari NGO Path Finder, di Hong Kong itu ada sekitar 1.000 tenaga kerja perempuan, dan sekitar 1.000 anaknya itu yang akhirnya diasuh oleh NGO karena kelahirannya tidak dikehendaki. Dan yang mengagetkan juga adalah mereka mengatakan ada 30 persen dari tenaga kerja kita di sana itu yang mengidap HIV AIDS, nah ini data-data yang memang kami baru dengar termasuk soal penyiksaan dan sebagainya, karena itu tim pengawas tenaga kerja luar negeri, juga akan secepatnya memanggil pihak BNP2TKI dan Kementerian Tenaga Kerja untuk menjelaskan kasus-kasus ini, karena dari versi resmi pemerintah itu tidak terungkap, tapi saya dikirimi koran-koran dan laporan-laporan dari NGO yang membantu tenaga kerja kita di luar negeri yang rupanya cukup menyedihkan keadaannya. Jadi saya kira ini kita akan investigasi bersama komisi terkait dan kita akan serahkan dokumen-dokumen terkait ke pemerintah. 

Path Finder sudah membantah apa yang Tuan sebutkan, jadi terbukti pernyataan Tuan tidak sesuai data dan fakta. Lagian yang ditanya wartawan kan Taiwan, kenapa jawab Tuan lari ke Hong Kong? Maaf ya Tuan, kok saya jadi curiga kalau sebenarnya Tuan Fahri ini terobsesi ingin jalan-jalan ke Hong Kong dengan alibi investigasi. Kalau benar begitu, kami tunggu! Tuan, tentang semua hal yang Tuan sebutkan terjadi di Hong Kong itu adalah persoalan mayoritas BMI di berbagai negara penempatan lainnya dan jika benar semua itu tidak pernah terungkap dalam data resmi pemerintah, sebenarnya berbagai media juga sudah kerap memuat berita seperti itu, apalagi kalau berita negative yang membuat pandangan negative sebagian masyarakat Indonesia kepada BMI menjadi abadi.

Wartawan: Termasuk yang Taiwan?

Tuan Fahri: Termasuk yang Taiwan ini. Sebenarnya gini ya, kita ada problem dengan Taiwan begini, Taiwan termasuk memperkerjakan seperempat juta orang Indonesia. Tetapi karena kita menghormati one China policy, akhirnya anggota dewan tidak punya akses untuk mengecek secara langsung di lapangan, kami tadi juga memutuskan untuk berkomunikasi dengan Kementerian Luar Negeri agar kita punya akses diplomatik untuk melakukan pengecekan lapangan terhadap fakta-fakta lapangan sebenarnya. Sehingga kita juga sudah mengontak asosiasi tenaga kerja Indonesia yang ada di Taiwan, sehingga mereka akan berkumpul dan menyampaikan apa problem tenaga kerja yang ada di lapangan. Itu sedang ditindaklanjuti.

Duh, akses diplomatik atau apa itu yang Tuan bilang masih belum ada bukanlah alasan untuk pemerintah atau Tuan Fahri sendiri untuk tidak mengetahui tentang kondisi teman-teman BMI di Taiwan. Menghubungi berbagai organisasi BMI di Taiwan yang bisa diminta dan ditanya bagaimana kondisi sebenarnya para BMI di lapangan adalah jalan termudah jika benar-benar ingin diambil dan tidak hanya menjadi wacana saja. Apalagi di era internet seperti saat ini, semua informasi mudah diperoleh jika memang benar-benar dicari. Jika tidak bisa melakukan pertemuan dan berkumpul langsung di satu tempat, masih ada alternatif via chat, cyber, skype, video call dan lainnya.

Wartawan: Bisa tidak kerja sama dengan Taiwan ditinjau ulang?

Tuan Fahri: Taiwan itu kan Anda tahu, Donald Trump juga barusan mendapatkan protes dari Amerika Serikat karena mendapatkan telepon ucapan selamat dari Presiden Taiwan. Dan Indonesia sendiri di dalam paspor anggota DPR dan PNS kan tertulis ada dua negara yang tidak boleh dikunjungi, yaitu Taiwan dan Israel. Nah kita tidak punya akses diplomatik di sana, tetapi bisa memakai paspor hijau. Tapi karena kita mau menghormati Tiongkok, tentu kita ingin mendapatkan akses diplomatik hanya untuk melakukan pengawasan terhadap tenaga kerja. Jadi ini saya kira akan kita lakukan.

Saya nyaris tertawa membaca bagian ini, yang menunjukkan betapa Tuan Fahri tidak tahu seperti apa hubungan Taiwan, Tiongkok dan Amerika tapi sok komentar agar terlihat pintar. Ditambah lagi Tuan seakan ingin mengumumkan bahwa para Anggota DPR dan PNS bisa memiliki dan menggunakan 'DUA MACAM JENIS PASPOR' alias Paspor Ganda. if you know what's I mean.

Wartawan: Kalau sudah bisa mendapat akses, apa targetnya?

Tuan Fahri: Ya kan ini masalahnya tidak terungkap. Selama ini, artinya Pemerintah tidak terbuka dengan adanya persoalan yang massif ini. Hong Kong sebenarnya lebih terbuka karena dia baru kan dari Inggris, ini saja kita nggak tahu, ternyata di sana itu fatal sekali keadaannya. Banyak di kita ini mengirim tenaga kerja tanpa persiapan, sehingga ketika mereka menjadi korban tidak ada yang mengurus. Saya kira ini yang akan kita dalami.

Sebelum berkomentar lebih jauh tentang Hong Kong sebaiknya Tuan sedikit membuka wikipedia dan membaca tentang Hong Kong, agar tahu tentang hubungan sejarah antara Hong Kong, China dan Inggris. Kalau tentang keterbukaan informasi dan transparasi pemerintah, Tuan Fahri sebagai bagian dari orang-orang di pemerintahan pasti lebih mengerti.

Nah, kalau tentang kondisi dan persoalan kerja para BMI di Hong Kong, injinkan saya sebagai babu dari Hong Kong mengungkapkan sedikit uneg-unegnya melalui surat ini kepada Tuan yang menjadi Ketua Tim Pengawas Tenaga Kerja Indonesia, setidaknya sebelum Tuan resmi diturunkan MKD.

Tuan Fahri Hamzah, jujur saja saya bukannya tersinggung dengan kata-kata 'babu' dan 'mengemis' yang mudah dihapus dan diralat dengan permintaan maaf. Tapi di sini saya justru mengkhawatirkan mindset berfikir orang-orang seperti Tuan Fahri yang wakil ketua DPR RI dan notabene Ketua Tim Pengawasan TKI DPR RI. Sebab mindset seseorang bisa dilihat melalui pilihan kata-kata yang dipakainya. Jika para pejabat Indonesia berfikirnya serupa dengan Tuan Fahri dan menganggap BMI itu 'babu yang mengemis' pekerjaan di luar negeri, maka alangkah 'mengerikan' nasib BMI yang berharap adanya perlindungan dari negara asalnya melalui hubungan diplomasi pemerintahnya.

BMI itu senyatanya bisa mendapatkan pekerjaan karena tenaga dan keahliannya memang dibutuhkan oleh negara tujuan, baik itu kerja di sektor formal ataupun informal. Tidak terkecuali pekerjaan domestik yang dilakukan oleh 'babu'. Dan karena BMI memang dibutuhkan di negara penempatan itu Tuan, maka sudah selayaknya negara memperjuangkan pemenuhan hak warga negaranya agar diperlakukan sebagaimana mestinya sesuai kemanusian dan undang-undang hukum yang berlaku di negara penempatan mereka. Agar setidaknya meski negara sudah gagal menjamin kesejahteraan warga negaranya dengan menciptakan dan memberikan lapangan pekerjaan di negeri sendiri, negara masih terlihat nyata berusaha melakukan kewajibannya menjamin dan memberi perlindungan yang layak bagi warganya yang sedang bekerja di luar negeri. Tapi jika mindset para pejabat di DPR RI seperti Tuan Fahri ini, sepertinya kami para BMI sudah mendapatkan jawaban secara tidak langsung kenapa pembahasan revisi undang-undang pelindungan buruh migran sampai hari ini belum selesai-selesai.

Sebagai Ketua Tim Pengawasan TKI, daripada berceloteh dan mengeluarkan pernyataan yang tidak-tidak, alangkah baiknya jika Tuan Fahri beserta tim-nya berusaha memahami persoalan mendasar dan solusi yang dibutuhkan oleh buruh migran di luar negeri. Semua persoalan yang terjadi dan dialami jutaan buruh migran di luar negeri hingga detik ini, sebagian besar disebabkan karena buruh migran tidak diakui sebagai pekerja baik di dalam hukum Indonesia pun hukum negara penempatannya. Hak-hak buruh migran sebagai pekerja dikebiri sejak dari negerinya sendiri.

Jadi Tuan, tolong berhentilah berbicara tentang kami tanpa kami. Dan tolong pahami kenyataan dan dengarkan aspirasi buruh migran dengan memperjuangkan agar revisi UUPPTKILN No. 39/2004 segera selesai dan pastikan point utama pengakuan dan perlindungan sejati untuk buruh migran serta keluarganya benar-benar tercantum di dalamnya. Sebab undang-undang warisan pemerintah terdahulu itulah yang sudah jelas merugikan dan diskriminatif terhadap kami dan menjadi sumber sebagian besar permasalahan BMI di luar negeri.

Jika Tuan Fahri dan tim-nya pun pejabat pemerintah lainnya ingin mengetahui dan membicarakan serta membahas kondisi dan segala permasalahan sehubungan dengan kami para babu aka BMI ini, tidak perlu repot-repot 'mengunjungi' kami di luar negeri yang ujungnya hanya menggunakan uang negara untuk berwisata saja seperti yang selama ini terjadi. Saya sarankan Tuan Fahri dkk bisa menghubungi dan melibatkan perwakilan dari para BMI untuk mendapatkan informasi dari lapangan sebanyak-banyaknya. Setiap negara penempatan memiliki peraturan yang berbeda yang tidak bisa dipukul rata, jadi sebelum mengambil keputusan dan peraturan sehubungan BMI, pastikan Tuan Fahri dkk juga mengetahui hukum dan peraturan ketenagakerjaan di negara penempatan.

Saya mohon maaf jika ada salah kata, dan terima kasih atas perhatiannya.

Wassalam,

Arista

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun