Mohon tunggu...
Yuli Riswati (Arista Devi)
Yuli Riswati (Arista Devi) Mohon Tunggu... Freelancer - Jurnalis

Purple Lover. I am not perfect but I am unique.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

[Jokowi] Celoteh BMI kepada Bapaknya

18 Desember 2015   19:56 Diperbarui: 18 Desember 2015   19:56 223
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

konon katanya, kami ini adalah pahlawan devisa, pak
meski niat awal berangkat hanya untuk bekerja
tak terbayang kalau ternyata kami mesti berjuang
berkorban perasaan, menjadi korban bulan-bulanan pemerasan
sebagian dari kami diam-diam merindukan kemerdekaan
di mana negeri kami akan menjadi tempat ternyaman untuk pulang
tak ada lagi pemerintahan negeri yang mengecewakan
beserta kesewenang-wenangannya yang tak jarang mengancam

masih terekam jejak dalam ingatan kami, pak
bagaimana victoria park pernah menjadi saksi
suara buruh migran serupa peluru-peluru yang ditembakkan ke langit
selebrasi bagi sebuah pesta besar demokrasi
melubangi lembaran kertas berisi gambar orang desa yang berdasi
begitulah, mungkin sebagai golput yang krisis kepercayaan
kami mesti bangkit dan membuat perubahan
karenanya kami memilih pemimpin dari kaum pekerja
agar pemimpin kami bisa bekerja tanpa perlu sesiapa mengajarinya

tetapi kami tahu, bahwa engkau bukan sosok yang sempurna, pak
karenanya kami harus bersabar dan tak boleh bersandar sepenuhnya
sebab kami memang memilihmu menjadi pemimpin
bukan untuk menjadikan kami sebagai barisan rakyat pemimpi
yang memilih lari dari kenyataan dan kewajiban
agar sekadar bisa meneriakkan impian demi impian dari kejauhan

teringat betapa kesalnya kami mendapat julukan kecebong, pak
karena dianggap telah memilih dan mendukung pemimpin pembohong
kritikan dan hujatan yang serupa coretan-coretan di tembok tua
seakan mengacaukan dan memudarkan warna cita-cita yang ada
dan kami nyaris lupa kalau dinding itu tak serta merta bersih
dengan kami atau bapak memilih bersedih
kami dan bapak adalah kita
sebagai kita semestinya kita bekerja bersama
meski tentunya di lini yang berbeda-beda

ketika kelak celoteh kami ini terbaca dan sampai kepadamu, pak
kau harus tahu bahwa hal pertama yang kami butuhkan sebagai migran
adalah perhatian dan perlindungan, bukan hanya dari pemerintah negeri asing
tapi juga dari para tikus yang merupa orang-orang di sekelilingmu
yang selalu siap membuatmu berpaling dan mengabaikan tugasmu

selamat dan semangat bekerja, pak
jangan lupa bahagia

Hong Kong, 18 Agustus 2015

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun