Mohon tunggu...
Art TAKUBESI
Art TAKUBESI Mohon Tunggu... -

Belajarlah pada proses karena proses tidak pernah menghianati

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Pedagang Buah Pasar Palmerah Merana

23 Februari 2017   12:03 Diperbarui: 23 Februari 2017   12:31 685
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pedagang buah pinggir jalan pasar Palmerah mengeluh, dagangan mereka di musim penghujan ini kurang laris atau tidak seperti biasanya. Jika setiap hari omset mereka bisa mencapai dua ratus ribu rupiah, kini mereka harus gigit jari. Musim hujan dan cuaca yang tidak menentu berimbas pada kurangnya minat orang untuk membeli buah.

Malam itu, Rabu 22 Februari sambil berbelanja, saya mencoba mengorek informasi dari seorang pedagang buah di pinggir jalan Palmerah. Omset yang dia peroleh selama dua hari belakangan sangat menurun, hampir hampir tidak ada pemasukan sama sekali. Meski demikian, dia harus terus berusaha dengan tekun kalau saja ada yang mau membeli.

Dia mulai berjualan di sore hari sampai sekitar pukul 23.00 malam. Keluhannya kini bukan barang dagangannya yang kurang laku tetapi kerab di pindah paksa oleh petugas satpol PP.  Mereka yang sudah berjualan bertahun tahun di tempat itu kini sering dirazia, sehingga penjual buah di pinggir jalan ini sudah merasa mulai kurang nyaman. 

Mereka sendiri taunya hanya menyewa lapak dan berjualan, tidak mau tau berjualan di atas trotoar atau dipinggir jalan, yang penting bagi mereka yakni barang dagangannya harus bisa terjual. Para penjual buah ini kerab di tuduh sebagi biang kemacetan, padahal kemacetan itu diakibatkan oleh banyak hal.

Selain karena pasar buah, kemacetan juga diakibatkan oleh angkot yang sering berhenti sembarangan. Meski demikian, para pedagang ini berharap agar jika dilakukan relokasi, ya harus ada tempat yang lebih baik dan tidak perlu terlalu jauh dari tempat semula. Laku atau tidak, mereka harus terus menghidupi diri sendiri dan keluarga mereka.

Cara terbaik agar bisa terjual, yakni dengan menurukan harga setiap kilogramnya. Misalnya jeruk yang biasanya di jual per kilogram Rp.20 ribu rupiah, harus dijual dengan harga yang miring yakni bisa turun sampai Rp.15 ribu, ini dilakukan agar bisa kembali modal meski tidak mendapat keuntungan. 

Seperti yang saya katakan bahwa tuntutan untuk menghidupi diri sendiri dan keluarga harus terus berjalan. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun