Mohon tunggu...
Dian Prameswari
Dian Prameswari Mohon Tunggu... lainnya -

In any real man a child is hidden that wants to play (Nietzsche)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Babi: Sejauh Mana Anda Bisa Hindari

19 Maret 2013   02:13 Diperbarui: 24 Juni 2015   16:32 3827
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

I love you beib

Babi adalah haram bagi orang Islam. Tak bisa diganggu gugat. Pokoknya harus dihindari. Tapi di abad ini susah sekali menghindari babi. Coba gimana anda  mau ngecek bahwa anda tak pakai produk yang bahannya mengandung binatang haram tersebut. Gimana anda bisa yakin bahwa boot atau sepatu kulit anda bukanlah suede dari babi. Apa yang anda lakukan bila ternyata tas Gucci kebanggaan anda terbuat dari kulit babi. Di lego, buang?!  Tapi mahhaaal... Yang lebih konyol lagi bila hobi anda caligraphy dan ternyata paint brush yang anda pakai terbuat dari rambut babi. Yaa, padahal sudah menuliskan syahadat, Allah, Muhammad dengan paint brush tersebut. Duh oxymoron buanget sich! Lalu coba tengok pasta gigi yang anda pakai. Ingredient nya ada tertulis glycerin gak? Kalau ya besar kemungkinan glycerin tsb terbuat dari lemak binatang termasuk babi. Bayangkan saja babi adalah binatang paling berlemak. Dan di slaughterhouse lemak tsb adalah by product yang dalam sejarahnya adalah barang buangan yang sulit cari tempat pembuangan. Tapi manusia memang pinter, jadi lemak tsb bisa disulap jadi sabun. Saya tengok body wash product yang saya pakai bertahun tahun ternyata pakai glycerin juga. Dan sekarang tak hanya sabun yang mengandung lemak babi, tapi juga sudah masuk ke cosmetics yang tiap malam anda (para wanita) oleskan ke muka anda sebagai night cream.

Apa yang anda harus lakukan sebagai orang Islam?

Tentu saja menghindarinya. Itu tindakan yang paling benar. Tapi gimana saya bisa meninggalkan body wash? Di ganti sama klerak? Waah kok kaya batik sich. Tapi pikir lagi dech. Kan kita cuma dilarang memakannya. Kalau pasta gigi kan gak dimakan. Begitu pun body wash. Jadi tentunya masih boleh donk. Pasta gigi memang gak dimakan, tapi ditempatkan di mulut dimana taste buds kita merasakan semua cita rasa pig fat tsb. Gimana donk? Jawabnya? Permudah jangan dipersulit! Kan manfaatnya lebih banyak daripada mudhorot nya. Bikin gigi bersih dan gak kuning kok. Lagipula kan waktu keluar larangan tentang babi,  technology belum secanggih sekarang. Jadi yaa menurut saya tetuskan saja pakai pasta gigi biarpun mengandung glycerin. Namun tentunya bila anda mau mengikuti ajaran Islam secara gaya abad Nabi Muhammad waktu itu, anda bisa check semua product lewat halal watch http://www.muslimconsumergroup.com/medicine.html

EE E ...EEEEEEEEEEE

Di negara negara maju, ada keharusan untuk mencantumkan ingredients dari suatu product. Bila dituliskan dengan gamblang "pig fat" tentunya akan banyak yang menghindari suatu product tsb. Karenanya dipakailah code untuk mengaburkan dan menyulitkan consumers dengan menggunakan E codes. Berikut adalah daftar dari beberapa products yang harus anda hindari bila anda menjalankan hidup secara Islam:
E100, E110, E120, E 140, E141, E153, E210, E213, E214, E216, E234,
E252,E270, E280, E325, E326, E327, E334, E335, E336, E337, E422, E430,
E431, E432, E433, E434, E435, E436, E440, E470, E471, E472, E473,
E474, E475,E476, E477, E478, E481, E482, E483, E491, E492, E493, E494,
E495, E542,E570, E572, E631, E635, E904
Read more: http://www.forumpakistan.com/please-read-you-may-be-eating-pig-fat-t22450.html#ixzz2CcTxWgax
Di Indonesia, kita suka makan bakso. Tapi yakinkah kita bahwa kuah basonya tak mengandung sungsum atau lemak babi. Coba anda selidiki sendiri.
Oh ya ada satu lagi yang anda para wanita perlu hindari, terutama yang masih jomblo.
Apa coba?
Well this pig is really wicked.
It's a
male
chauvinistic
pig!
Have a lovely day everyone!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun