Kembali pada masalah nilai tukar rupiah. Akibat dari nilai tukar rupiah yang terus membengkak sampai 1$ = Rp 13.000-an itu, negara kita terus menghadapi masalah pelik:
- Pemerintah selalu kesulitan setiap membayar cicilan utang dan harus gali utang baru untuk membayarnya;
- Biaya impor barang-barang berteknologi menjadi semakin mahal, padahal keberadaannya sangat kita butuhkan;
- Pemerintah tidak bisa membangun sendiri, perusahaan minyak dan infrastruktur listrik yang merupakan jantung dari negara ini;
- Pemerintah tidak bisa memberikan makanan bergizi kepada rakyatnya agar mereka bisa sehat dan cerdas;
- Pemerintah tidak bisa menurunkan berbagai harga kebutuhan hidup yang terus melambung tinggi, sehingga banyak rakyat kecil yang hidup susah;
- Semua warga bangsa harus membuang rasa malu karena terpaksa terus mengirim TKW menjadi “budak” demi menjaga agar bangsa ini tetap eksis.
Di mana dampak dari semua itu, telah membuat negara kita ini dicap sebagai negara miskin, “bisa dipermainkan” oleh mereka yang merasa sebagai negara maju, dipandang rendah oleh negara lain, walaupun dalam bahasa diplomasinya mereka sering memuji-muji tentang Indonesia.
“Virus dahsyat” yang melanda Indonesia ini memang tidak cepat mematikan, seperti kalau tertembak senjata militer, tidak memberi rasa sakit seperti kalau kecanduan narkoba, tidak memabukkan kalau seperti minum alkohol. Tetapi, kalau itu terjadi dalam diri manusia, maka pelan-pelan namun pasti akan terus menggerogoti kaki kita yang sudah terluka. Atau, kalau dalam bernegara itu sudah merasuk begitu dalam menggerogoti pondasi bangsa yang sudah keropos ini.
Pak Jokowi, semua pemimpin itu janjinya selalu menyejahterakan rakyat, tetapi sampai saat ini belum pernah ada yang terwujud, bahkan di akhir kepemimpinannya sering menjadi dicaci maki, karena kegagalannya tersebut. Sebab, yang terjadi justru kesenjangan sosial yang semakin melebar.
Saya berharap Pak Jokowi juga tidak sekedar janji “muluk-muluk”, yang katanya akan bisa terwujud setelah sekian tahun lagi. Itupun kalau benar seperti yang diharapkan, dan kita masih bisa bersama untuk membuktikannya. Kalau ternyata gagal dan pemimpinnya ganti, berarti janji itu juga hanya menjadi tinggal kenangan saja. Apakah rakyat Indonesia akan terus merasakan hal yang seperti ini ?
Padahal kita itu hidup “di hari ini”, tak tahu bagaimana di "hari nanti". Kerena itu, seyogyanya Pak Jokowi mau mewujudkan janji yang mudah diwujudkan terlebih dahulu saja, Pak ! Dimana untuk mewujudkannya juga tidak membutuhkan dana trilyunan. Dan, janji yang paling ditunggu-tunggu oleh rakyat Indonesia itu tidak muluk-muluk, yaitu: cuma kesejahteraan yang nyata. Bahasa gampangnya, buat harga-harga kebutuhan hidup ini jadi murah, atau turunkan harga kebutuhan hidup yang terus melambung ini.
Caranyapun sebenarnya juga sangat sederhana, mudah, dan murah, yaitu dengan menaikkan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika. Di sini Modalnya cuma mempelajari data-data, dan bisa berpikir komprehensif lintas bidang. Kalau tidak paham, saya siap menjelaskannya.
Kalau pemerintah (harus bekerja sama dengan BI) tidak mampu membuat nilai tukar rupiah menguat secara signifikan, berarti apapun yang dilakukan pemerintah selama ini hanya akan menjadi pajangan saja. Manfaat paket kebijakan ekonomi yang sudah sampai 13, tidak terlihat. Investasi yang sudah masuk tidak terdengar perkembangannya. Buktinya, pertumbuhan ekonomi kita masih lesu. Padahal untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi saat ini, kita harus menggerakkan perekonomian dalam negeri. Sementara, daya beli rakyatnya sudah menurun. Pembangunan infrastruktur, selesainya masih lama. Itupun masih belum pasti manfaatnya. Apakah benar-benar akan segera menggerakkan roda perekonomian atau ternyata justru akan menjadi beban negara ?
Kalau pemerintah berhasil membuat nilai tukar rupiah terhadap dolar bisa turun jadi Rp 9000 saja, maka nilai utang luar negeri pemerintah dan swasta ini bisa berkurang banyak, harga barang modal atau bahan baku untuk industri yang masih impor menjadi lebih murah, harga BBM dan listrik bisa menurun. Kemudian penurunan ini akan memicu penurunan-penurunan harga yang lainnya, termasuk bisa menurunkan bunga utang. Kalau hal ini bisa dilakukan, maka janji bisa membuat kehidupan rakyat Indonesia menjadi lebih baik, tak perlu harus menunggu selesainya pembangunan infrastruktur yang entah kapan jadinya. Karena “tidak lama” setelah itu, seharusnya kita semua sudah bisa merasakan kehidupan yang lebih baik, yaitu harga-harga produk industri yang lebih murah.
Namun, kalau dolarnya sudah jauh lebih murah, ternyata dunia industri tetap tidak mau menurunkan harga produk industrinya, berarti mereka itu “kurang ajar”. Bapak bisa memarahi mereka sepuasnya ! Sebab Bapak sudah menunjukkan, bahwa Bapak tidak hanya bisa marah-marah saja, tetapi juga telah menunjukkan hasil kinerja Bapak yang terukur jelas dan kasat mata, yaitu nilai tukar rupiah meningkat secara signifikan.
Selanjutnya, kalau Bapak mau membangun infrastruktur, silahkan saja. Karena, nantinya rakyat akan mendapat keuntungan yang ganda. Artinya walaupun ada pembangunan infrastruktur, ternyata rakyat masih bisa menikmati harga barang-barang kebutuhan hidup yang lebih murah juga. Dengan kata lain, mereka tidak harus selalu menjadi tumbal adanya pembangunan infrastruktur.