Setelah 71 tahun Indonesia merdeka, ternyata banyak rakyat Indonesia yang belum juga bisa hidup sejahtera, padahal negara-negara tetangga yang merdekanya lebih belakangan justru sudah menyalip negara kita. Mengapa ?
Kalau ditelusuri, ternyata karena di negara ini sudah tidak ada kekompakan lagi. Padahal ketika belum merdeka, masyarakat kita sangat kompak sekali. Dimana-mana bila bertemu menyeru dengan pekik “merdeka” yang maksudnya bebas dari penjajah. Lagu-lagu mars perjuangan, termasuk Indonesia Raya dikumandangkan di berbagai penjuru oleh anak-anak bangsa waktu itu sejak 28 Oktober 1928 sampai lahirlah Indonesia merdeka. Dimana lagu Indonesia Raya ini, kemudian ditetapkan sebagai lagu kebangsaan negara Indonesia. Sayangnya WR Soepratman sebagai penciptanya tidak sampai mengetahui hal ini, karena pada tahun 1938 beliaunya sudah meninggal.
Tetapi anehnya setelah bangsa ini merdeka, yang terjadi justru “permusuhan”. Beberapa kelompok mau memisahkan diri dari Indonesia dengan alasan kepentingan masing-masing. Kita tahu dari sejarah, dalam perjalanan bangsa Indonesia ada beberapa kali pemberontakan atau upaya separatisme. Bahkan, setelah dalam situasi “terkendali” inipun, jadinya seperti balik dijajah lagi, tetapi pelakunya bangsanya sendiri.
Jadilah saya merenung, mencoba menemukan jawaban masalah ini. Dari hasil perenungan itu terlintaslah tentang lagu Indonesia Raya.
Setelah Indonesia merdeka, negara menetapkan Lagu Indonesia Raya sebagai lagu kebangsaan kita sampai saat ini. Lagu kebangsaan Indonesia Raya ini, sering dinyanyikan dalam berbagai kesempatan, terutama dalam acara-acara resmi. Lama-lama lagu Indonesia Raya ini, seakan–akan menjadi satu-satunya lagu yang tersisa untuk “penyemangat” anak bangsa di era ini. Walaupun sebenarnya masih ada lagu nasional lain yang masih cocok untuk era sekarang, tetapi sudah jarang dikumandangkan, misalnya: Bangun Pemuda-Pemudi Indonesia.
Sekarang, kita coba dalami tentang lagu Indonesia Raya itu. Ketika kita menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya dengan hikmat, maka syair lagu itu seperti ucapan doa yang terus-menerus kita panjatkan. Dan, “doa” ini dilakukan oleh banyak anak-anak bangsa di seluruh penjuru wilayah Indonesia.
Karena syair lagu itu diulang-ulang terus, maka makna/maksudnya juga akan merasuk dalam pikiran kita. Dimana lagu Indonesia Raya ini, isinya merupakan pernyataan bahwa Indonesia ini merupakan tempat kita hidup dan tempat kita dilahirkan. Indonesia ini tempat kita tinggal dan menjaga apa yang sudah diperoleh leluhur kita. Indonesia ini merupakan identitas kebangsaan dan asal-usul atau tempat kelahiran kita. Mari semuanya berseru agar Indonesia bisa bersatu. "Sadarlah" tanah air, negeri, bangsa dan rakyat semua. Bangkitkan jiwa kita , bangkitkan diri kita untuk Indonesia Raya. Kemudian diikuti dengan pekik penyemangatnya yaitu“merdeka-merdeka’ berulang-ulang, yang maksudnya Indonesia negeri yang kita cintai ini bisa bebas dari kaum penjajah dan berdirilah negara Indonesia Raya.
Lagu Indonesia Raya ini sepertinya lebih terasa maknanya, oleh mereka yang sedang berada di luar negeri. Terbukti ketika mereka menyanyikannya, seringkali kita melihat ada yang berlinang air mata. Ada makna kalimat yang sangat cocok dengan situasi mereka saat itu, yaitu di kalimat kedua bait pertama.
Bait terakhir kata “moelia-moelia” ini berdasarkan cerita sebagai pengganti kata “merdeka-merdeka”, karena pada waktu itu lagu ini dilarang dinyanyikan oleh Belanda. Selanjutnya pada tahun 1958 ada naskah resmi lagu Indonesia Raya tetapi ada revisinya.
Setelah memahami syair lagu tersebut dengan seksama, ternyata ketiga stanza itu menggambarkan rangkaian cerita perjalanan bangsa Indonesia yang diimpikan oleh sang pencipta lagu WR Soepratman. Stanza I adalah harapan ketika bangsa ini belum merdeka. Jadi isinya menggambarkan ajakan kepada semua pihak untuk bersatu sehingga bisa merdeka atau mendirikan Indonesia Raya. Stanza II menggambarkan rasa syukur setelah bangsa ini bisa merdeka, yaitu: bangga memiliki tanah air Indonesia dan berdoa (bekerja) agar bangsa Indonesia bisa bahagia (sejahtera) serta perilaku bangsa ini selalu terjaga. Stanza III berisi keinginan, ketika bangsa Indonesia sudah mapan, maka semuanya diharapkan mau berjanji untuk tetap bersatu. Dimana di versi 1958 itu, kata “bersatu” diganti dengan kata “abadi”. Hanya saja refrainnya cuma satu, yaitu menyerukan “merdeka-merdeka” yang disembunyikan dibalik kata moelia-moelia.
Artinya, selama ini kita hanya menyanyikan lagu ndonesia Raya yang stanza pertama saja. Apakah stagnannya (muter-muternya) kondisi Indonesia saat ini, terkait dengan syair lagu Indonesia Raya ini ? Karena jelas, “doa yang kita panjatkan” setelah Indonesia merdeka tetap sama, yaitu semua harus bersatu agar Indonesia ini bisa merdeka, yang artinya bebas dari bangsa penjajah. Padahal cita-cita merdeka itu sejak 17 Agustus 1945 sudah berhasil diwujudkan.
Pekik sehari-harinya atau dalam acara-acara resmi juga sama saja, yaitu: merdeka-merdeka-merdeka. Merasa aneh tidak ? Ini sebenarnya sudah saya rasakan sejak lama, sehingga di artikel saya kalau ada pekiknya, saya buat yang berbeda: Indonesia Kompak-Indonesia Sejahtera-Indonesia Jaya.
Walaupun kemudian kalau ada pertanyaan tentang penggunaan pekik “merdeka” ini, ada yang menjawab: kita belum merdeka sepenuhnya, kita juga ingin merdeka dari kemiskinan, ingin merdeka dalam berkumpul dan berserikat, ingin merdeka dalam beribadah, dll. Yang sebenarnya kalau kita renungkan, itu maksudnya bukan merdeka lagi, tetapi SEJAHTERA. Karena bangsa yang sejahtera itu akan bebas dari kemiskinan, bebas dari penindasan, bebas dari bencana, bebas dari rasa ketakutan, dll.
Jadi seharusnya setelah “doa” Indonesia Raya stanza I tercapai, yaitu Indonesia sudah memproklamasikan kemerdekaannya, maka selanjutnya kita harus mengganti atau merevisi “doa“ kita berikutnya. Kalau kita mengetahui adanya syair berkelanjutan dari lagu Indonesia Raya ini, maka seharusnya sejak merdeka kita mengganti/merevisi syair lagu Indonesia Raya yang ada dengan stanza II, yang intinya menyatakan bahwa Indonesia ini merupakan negara yang diberkati dan kaya. Di sana (Indonesia) ini kita hidup untuk selama-lamanya. Indonesia ini merupakan harta warisan kita semua. Mari kita bekerja sama untuk Indonesia yang sejahtera. Berkembang baiklah negaranya, semangatnya, bangsanya, juga rakyatnya. Jaga kesadaran hati dan akhlak kita semua untuk Indonesia Raya.
Karena setelah merdeka, mimpi bangsa Indonesia berikutnya adalah Indonesia sejahtera, tentunya dalam lagu Indonesia Raya stanza II itu perlu ada perbaikan. Pekiknya (refrainnya) tidak lagi merdeka-merdeka tetapi s’jahtera-s’jahtera. Dengan demikian mimpi bangsa ini terus bergerak maju. Tidak stagnan minta merdeka terus, seolah-olah kondisi negara belum merdeka saja.
Disamping itu, untuk bisa mewujudkan Indonesia yang sejahtera dibutuhkan situasi yang damai. Tidak bisa kalau situasinya gaduh terus. Atau tenang kemudian ramai lagi, tenang kemudian ramai lagi yang datang silih berganti. Oleh karena itu, sebelum meneriakkan pekik sejahtera, kita perlu meneriakkan pekik “damai”, agar bangsa Indonesia bisa tenang terlebih dahulu. Dan, pekik ini bisa kita terapkan di refrain lagu Indonesia Raya sehingga menjadi sbb.:
Sebaliknya, yang semakin nyata justru “perpecahan anak bangsa” terjadi terus, dengan dalih apapun. Kalau seperti ini terus, kapan kita bisa sejahtera ? Karena untuk mencapai kesejahteraan bangsa itu butuh kebersamaan atau kekompakan semua pihak. Tidak bisa jalan sendiri-sendiri.
Kemudian sebagaimana yang terjadi pada Indonesia Raya stanza I, ada yang mengganjal pada Indonesia Raya stanza II ini, yaitu juga pada kalimat kedua, sbb.: “Disanalah Akoe Berdiri Oentoek Slama-Lamanja “.Tampaknya ada yang perlu kita perbaiki dengan penggunaan kata “disana” tersebut. Ini pernah menjadi bahan diskusi kami, mengapa WR Soepratman menggunakan kata di sana? Apakah ketika membuat syair lagu tersebut beliaunya sedang tidak berada di Indonesia atau bagaimana ? Karena kalau kita tetap menggunakan kata “disana”, rasanya ada yang tidak pas dalam jiwa kita. Untuk kemantapan perasaan kita itulah, sepertinya kalimat itu perlu diganti dengan “Kami bangga memilikinya dan kan menjaga slamanya”. Sehingga syair lengkapnya menjadi sbb.:
Upaya tersebut perlu dilakukan, agar kita mendapatkan dampak positif dari lagu Indonesia Raya yang kita nyanyikan itu. Sebagai contoh, karena seringnya menyanyikan lagu-lagu mars perjuangan, maka generasi terdahulu bisa terus berkobar semangat juangnya. Contoh yang lain, akibat yang terjadi pada para penyanyi “lagu-lagu cengeng”, sebagian besar mereka mengalami sebagaimana isi lagu yang sering dinyanyikannya itu. Karena itu, kalau kita ingin bangsa Indonesia ini bisa lebih cepat sejahtera, maka kita juga harus menggaungkan terus kata “sejahtera” tersebut di seluruh penjuru wilayah Indonesia. Nantinya, kalau sudah tercapai juga, maka syair lagu Indonesia Raya itu harus direvisi lagi dengan stanza III-nya. Dimana usulan saya, untuk baris keduanya dan refrainnya juga dikoreksi sehingga jadinya sbb.:
Apalagi sebenarnya, kita TIDAK AKAN mengganti lagu kebangsaan tersebut, karena nada dan iramanya tetap sama. Hanya saja syairnya yang perlu direvisi karena disesuaikan dengan tujuan “yang baru” dan tantangan jaman sekarang.
Namun demikian, hal ini tidak boleh langsung diubah begitu saja, tetapi prosedurnya harus kita ikuti, yaitu kita perbaiki melalui DPR. Hanya saja DPR-nya harus kerja kilat, misalnya dengan merevisi atau membuat UU tentang ini, khususnya tentang simbol-simbol negara. Dimana di antaranya adalah tentang lagu Indonesia Raya dan pekik nasional kita. Atau, bisa juga ditetapkan lewat Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perppu). Sebab, kesuksesan misi ini juga sangat terkait dengan momentum yang ada. Ke depan ini ada hari Sumpah Pemuda 28 Oktober 2016. Waktunya sudah mendesak. Akankah ada sesuatu yang bisa menjadi lembaran sejarah baru bagi bangsa kita ? Semoga saja !
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H