Mohon tunggu...
Y ANISTYOWATIE
Y ANISTYOWATIE Mohon Tunggu... ibu rumah tangga -

Berusaha menemukan solusi permasalahan bangsa, blog saya: www.anisjasmerah.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Merombak Sistem Pendidikan Indonesia: Apa yang Harus Didahulukan?

10 Oktober 2016   12:50 Diperbarui: 10 Oktober 2016   16:57 277
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sistem pendidikan kita harus dirombak ! Itu perintah presiden Jokowi baru-baru ini. Saya acungkan 2 jempol untuk keputusan itu. Ini merupakan hasil analisis permasalahan Indonesia yang sangat tepat. Itu juga, yang terbaca oleh saya. Karena sistem pendidikan inilah SALAH SATU KUNCI  untuk mempercepat Indonesia yang sejahtera dan berjaya.

Permasalahannya siapa yang harus merombak ? Diserahkan pada Menteri Pendidikan ? Bukan saya bermaksud "mengecilkan" Menteri Pendidikan kita! Karena saya tidak/belum kenal beliaunya berdua, sehingga tidak tahu sampai sejauh mana wawasan pengetahuannya. Tetapi dari pengalaman yang sudah-sudah, ganti menteri pendidikan, ganti kurikulum, dan hasilnya kualitas pendidikan Indonesia tetap/semakin memilukan.

Kemampuan lulusannya dipertanyakan ? Sehingga dunia usaha/dunia kerja  harus keluar uang untuk magang-magang  sesuai dengan kebutuhannya. Moral anak didik siswa dan mahasiswa tidak berkarakter,  atau orang mengatakan merosot, a.l:  budaya ngerpek , njiplak semakin luar biasa, bullying, tawuran pelajar dan mahasiswa, obral nilai tanpa peduli kemampuan yang sesungguhnya, pemalsuan ijazah, guru dan dosennya yang tidak berkualitas sehingga lembaga bimbingan belajar yang menjamur, dll.

Dampaknya anak-anak Indonesia (termasuk putera Pak Jokowi) maunya  atau terpaksa kuliah di luar negeri, karena menganggap pendidikan di dalam negeri ini tidak bermutu. Dosen-dosen di semua jurusan  semakin berbondong-bondong disekolahkan keluar negeri, karena dianggap tidak afdol kalau bukan lulusan luar negeri. Guru-gurunya diajak plesiran beberapa hari ke luar negeri, katanya untuk melihat pendidikan di tempat tujuan. Bahkan sekarang ini bermunculan “sekolah luar negeri”  di negeri ini karena sekolah atau Perguruan Tinggi  Indonesia,  sistemnya kalah dalam mencerdaskan lulusannya. Jadi setelah 70 tahun merdeka itu, hasil pendidikan kita apa ? Itu masih  dipertanyakan !  Bahkan anak-anak kita lebih bangga belajar ke Singapura dan Malaysia ? Ironi bukan ?

Untuk bisa menemukan sistem pendidikan yang ideal, sang menteri (siapapun) yang akan merombak sistem pendidikan Indonesia harus memahami berbagai permasalahan bangsa terlebih dahulu, yang  sifatnya lintas bidang. Bukan hanya memahami masalah dunia pendidikan saja. Yang mendapat tugas ini,  juga harus  memiliki berbagai data lintas bidang. Bukan hanya data bidang pendidikan saja. Kemudian juga mampu melihat potensi Indonesia, mampu membaca situasi global, dll. Sudahkah beliaunya memiliki hal ini ? Itu yang saya tidak tahu.

Karena kalau cuma asal dirombak, ini sudah rutin “5 tahunan”, tetapi  hasilnya hanya menghabiskan anggaran saja ! Walaupun saya, juga ada melihat yang “menguntungkan”,  tetapi bukan yang fundamental, yaitu adanya kebijakan beasiswa. Sayangnya implementasinya yang tidak pas, yaitu biaya/beasiswa khusus untuk orang miskin. Seolah hanya orang miskin saja yang dipikirkan negara, orang yang bekerja dengan penghasilan pas-pasan bagaimana ?

Kalau beasiswa untuk perguruan tinggi, seharusnya kriterianya jangan kaya-miskin, tetapi yang berprestasi. Jadi dasar pertimbangannya, tidak boleh ada kasta atau diskriminatif. Prestasinya, bukan karena ikut les sana-sini.  Prestasinya  memang karena dia pandai. Itu saja ! Sekaligus ini sebagai kontrol terhadap bagaimana kualitas guru yang bersangkutan.  Di samping itu,  ini juga akan membangun mindset mereka, bahwa negara memperlakukan mereka secara adil. Yang “dianggap mampu” dan cerdas , juga mendapatkan penghargaan yang sama dari negara.  Sehingga mereka tidak merasa diabaikan oleh negara.

Kembali pada perombakan sistem pendidikan. Kalau mau merombak sistem pendidikan di  Indonesia , tetapi  diserahkan pada “orang yang tidak tepat”, maka jadinya biasanya hanya ego sektoralnya saja yang muncul. Pasti yang dikatakan akan selalu biaya dan biayanya yang kurang, walaupun saat ini sudah lebih 20% APBN. Nggak peduli bidang yang lainnya dapat jatah berapa ! Kemudian mereka akan mempertahankan/meningkatkan gaji pengajarnya, tak peduli berkualitas atau tidak.

Mereka akan selalu membuat seminar-seminar untuk bisa membuat agar gurunya dapat tunjangan provesi, tak peduli seminar itu membawa manfaat yang signifikan atau tidak. Mereka akan memperjuangkan agar  gaji pengajarnya  bisa semakin mendekati gaji pengajar di luar negeri, tak peduli gaji profesi  yang lain berapa. Mereka akan menyekolahkan sebanyak-banyaknya orang Indonesia ke luar negeri.  Mereka akan menilai mana pelajaran yang akan dihapus atau dikurangi atau ditambah, tergantung  latar belakang  tim-nya memiliki keahlian apa, dll.

Lalu mereka akan mengatakan lagi, sebagaimana yang pernah dikatakan oleh Pak Anis Baswedan, yaitu ”nanti hasilnya baru terlihat setelah  menunggu 30 tahun ?!” Saya tersenyum kecut, ketika mendengar pernyataan itu. Uangnya  diterima sekarang, hasilnya  nanti 30 tahun lagi. Terus kalau setelah 30 tahun gagal, bagaimana ? Sudah tidak jadi menteri, bukan ? Yang benar, seharusnya keberhasilan itu akan terbaca setahap demi setahap. Tahun demi tahun harus sudah kelihatan arah manfaatnya, baru itu membuat kita jadi percaya !

Oleh karena itu, saya pernah mengusulkan harus ada jurusan tata negara disini, bukan hukum tata negara seperti yang sudah ada. Hal ini diperlukan karena untuk bisa melakukan  penataan-penataan seperti ini, dibutuhkan orang yang memiliki kualifikasi memahami permasalahan bangsa lintas bidang. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun