Mohon tunggu...
Y ANISTYOWATIE
Y ANISTYOWATIE Mohon Tunggu... ibu rumah tangga -

Berusaha menemukan solusi permasalahan bangsa, blog saya: www.anisjasmerah.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Politik

“Pak Jokowi Masih Butuh Wanita ke-4: Karena Itu Saya Beranikan Diri Melamar pada Beliaunya !

2 September 2016   14:33 Diperbarui: 22 Agustus 2017   21:49 1919
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebenarnya saya bukan orang yang suka mengekspos diri, tapi kondisi negara ini membuat saya harus melakukan hal ini. Saya mohon maaf pada semua pembaca, jadinya terpaksa “pamer diri” dan seolah membuat sensasi. Tapi misi saya yang sesungguhnya adalah meluruskan dan membantu pemerintahan Pak Jokowi, dimana ini juga merupakan bagian dari tanggung-jawab saya, karena sudah promosi Pak Jokowi pada saat Pemilu yang lalu.

Pada pemerintahan yang sedang berjalan saat ini, saya mengetahui bahwa negara dalam kondisi kesulitan keuangan, yaitu diperkirakan defisit anggaran Rp 200 T lebih. Ini. Pemerintah panik sehingga demi menyelamatkan APBN 2016, maka harus potong anggaran sana-sini. Sementara pertumbuhan perekonomian juga masih lesu, dan utang negara terus membengkak. Jalan pintas yang diambil pemerintah terkesan jadi menghalalkan segala cara. Yang di mata saya, seharusnya tidak perlu dilakukan, yaitu: 2 kali melakukan pergantian kabinet, memberlakukan UU TA yang memberi peluang membebaskan para koruptor/penjahat lainnya dengan tebusan yang sangat murah, sampai-sampai mau memilih pejabat negara "WNA”.

Padahal menurut saya ada hal-hal yang sangat mudah, sepele, dan tidak membutuhkan anggaran besar, tetapi justru tidak dilakukan oleh Pak Jokowi. Kuncinya, “asal kita tahu permasalahan bangsa yang sesungguhnya, dan bisa menemukan solusi yang tepat. Pasti banyak kesulitan yang akan bisa diatasi. ”

Barangkali ada yang menyela, “kalau begitu kenapa tidak jadi presiden sekalian saja ! Sehingga bisa merasakan, betapa sulitnya menata negeri ini.”

Saya katakan TIDAK ! Negeri ini tidak bisa diselesaikan oleh seorang presiden saja. Karena urusan di negara Indonesia itu PALING RUMIT DI DUNIA. Orang-orang “baik” di negeri ini harus berbagi peran: ada pemikir nasional yang seharusnya dilakukan oleh MPR, ada pelaksana yang seharusnya dilakukan oleh Presiden/PM, ada pembuat peraturan yang seharusnya dilakukan oleh DPR, ada pengawas, dan ada pihak yang yang melakukan penegakan hukum. Kemudian sepertinya ada satu lagi, yaitu “penjaga moral” bangsa. Jadi tidak bisa, semua itu harus ditangani oleh seorang presiden. Apalagi kalau dengan wakilnya tidak bisa berbagi tugas dengan baik.

Pada sisi lain, upaya saya untuk memberikan masukan kepada presiden melalui surat, email, sms, media online, melalui tokoh yang saya nilai kredibel, medsos, dan media massapun gagal total. Sepertinya ada yang sengaja menghadangnya ! Bahkan komputer saya sempat beberapa hari tidak bisa konek dengan internet, padahal yang lainnya tidak apa-apa. Sehingga dalam kondisi seperti itu saya merenung, “Apakah Tuhan tidak mengijinkan saya untuk berjuang memperbaiki bangsaku ? Tidak bolehkah negeriku ini sejahtera ?”

Dalam renungan itu, saya kemudian mendapat kesimpulan, bahwa saya harus mengubah strategi perjuangan saya, karena situasinya sudah benar-benar mendesak. Masyarakatpun semakin banyak yang resah, ini bisa membuat situasi tambah semakin buruk.

Saat ini, Pak Jokowi sudah punya 3 wanita yang hebat: Bu Jokowi, sebagai pendamping yang hebat. Bu Susi sebagai “eksekutor” yang hebat (walau saya tidak setuju kalau melakukan bom-boman). Bu Sri Mulyani, sebagai bendahara yang hebat. Tetapi, agar Pak Jokowi tidak tersandung-sandung lagi, masih butuh satu teman lagi, yaitu Pak Jokowi butuh "teman berpikir” yang hebat. Itulah yang selama ini sepertinya belum ada, sehingga Pak Jokowi harus terbentur terus dengan berbagai masalah-masalah yang baru. Karena itu, saya memberanikan diri melamar menjadi Tim Pemikir Bapak, yang kebetulan juga seorang wanita. Semoga Pak Jokowi mau menerimanya !

SURAT LAMARAN

Kepada

Yth. Bapak Presiden Jokowi

Melihat perkembangan negeri ini yang semakin memprihatinkan, saya sangat sedih. Karena itu sebagai anak bangsa, saya merasa terpanggil untuk bisa membantu Bapak dengan kemampuan yang saya miliki. Untuk itu saya menyatakan ingin melamar menjadi Tim Pemikir Bapak.

Prinsip pemikiran yang ingin saya sumbangkan adalah menyejahterakan rakyat tanpa harus bersusah-susah terus. Kalaupun susah dulu jangan lama-lama, sampai harus menunggu pembangunan infrastrukturnya jadi. Padahal kapan jadinya kita juga tidak tahu. Apalagi uangnya harus utang dulu. Itu berarti akan semakin menyesakkan dada rakyat kecil.

Ini bukan berarti saya akan “membalikkan tangan” , Pak ! Tetapi saya akan membantu Bapak, dengan menunjukkan berbagai solusi-solusi yang yang bisa dilakukan untuk memperbaiki bangsa ini.

Kalau kita ingin menyejahterakan bangsa/rakyat Indonesia, tidak bisa dilakukan hanya dengan berpihak pada kelompok-kelompok tertentu saja, misalnya: “mengistimewakan” guru, hakim, pegawai pajak, ataupun masyarakat miskin. Tetapi kita harus melakukannya secara luas, sehingga tidak semakin memicu kecemburuan sosial, sampai-sampai anggota DPRD-pun sekarang teriak minta gajinya dinaikkan. Kalau kebijakan Bapak “pilih kasih” seperti itu. Dampaknya, pasti akan ada yang dikorbankan. 

Di samping itu, saya akan menunjukkan berbagai solusi yang bisa memberdayakan “apa yang sudah ada dalam genggaman” kita terlebih dahulu.

Syaratnya:

  1. Kita harus mencerdaskan masyarakat luas dengan hal-hal yang selama ini tidak diketahui/dipahami oleh masyarakat, a.l. tentang devisa negara, utang negara, penerimaan negara, alokasi anggaran, dll.
  2. Saya boleh “melaporkan” kepada masyarakat tentang pemikiran-pemikiran saya, karena sebenarnya pemikiran saya ini banyak yang bersifat bukan rahasia dan perlu dukungan masyarakat luas. Dengan demikian kalau masih ada kegagalan, akan bisa dinilai kenapa masih gagal, apa pemikiran/solusinya yang salah, atau konsepnya tidak dilaksanakan dengan benar. Sehingga, penilaiannya akan menjadi fair.
  3. Saya diberi akses kemudahan untuk mendapatkan data statistik nasional ataupun BI atau mungkin yang lain, apabila saya membutuhkannya lagi. Karena terkadang, saya kesulitan untuk mendapatkan data-data yang saya perlukan.

Caranya:

Saya tidak menuntut harus dipanggil ke Jakarta atau bisa tinggal di Jakarta, yang penting bisa berkomunikasi melalui internet dengan Pak Jokowi, bagi saya sudah cukup. Ada pihak lain yang menyaksikan, akan lebih baik. Itupun, sebelum terbukti bahwa pemikiran-pemikiran saya ini bisa mulai meningkatkan kesejahteraan rakyat secara nasional, saya tidak perlu digaji dahulu.

Dengan begini, saya ingin membuktikan bahwa di negeri ini, masih ada anak-anak bangsa yang memiliki komitmen tinggi membangun Indonesia, tetapi tidak mempunyai kesempatan untuk menyumbangkan pemikirannya kepada negara karena terbentur dengan idealismenya. Juga permasalahan dan solusi negara ini tidak terkait dengan “diaspora”, kemampuan berbahasa Inggris, dan memiliki ijazah/gelar yang berjajar-jajar. Apalagi harus lulusan luar negeri.

Indikator Keberhasilan

Indikator keberhasilan, saya klasifikasikan menjadi indikator awal, yang bisa dirasakan atau diketahui masyarakat secara langsung, dan indikator detail yang hanya bisa dipahami oleh orang-orang yang mau belajar tentang perekonomian. Namun untuk indikator detail, tentunya tidak akan di bahas di sini. Sedangkan indikator awalnya, akan dijelaskan berikut ini.

Kalau konsep pemikiran yang saya tunjukkan, bisa dilakukan dengan SUNGGUH-SUNGGUH, diharapkan dalam 3-5 bulan:

  1. Masyarakat luas bisa merasakan kesejahteraan dalam bentuk turunnya harga-harga produk secara berkelanjutan. Bukan  naik banyak, tapi turun sedikit, sebagaimana yang sering  kita alami saat ini. Namun kalau untuk hari raya, sepertinya masih perlu waktu yang lebih lama.
  2. Negara mendapat keuntungan dengan turunnya nilai utang dan cicilan utang, sehingga beban negara bisa berkurang.

Kalau kemudian ekspornya menghadapi kendala, maka pemerintah harus “turun tangan” terlebih dahulu. Karena mereka ini juga pejuang devisa, yang harus mendapat dukungan dari pemerintah. Begitulah gambaran selintas yang bisa saya sampaikan.

Tentang Biografi Saya

Saya saat ini hanya seorang ibu rumah tangga. Tetapi, berkat gigih mempertahankan predikat tersebut, saya jadi memiliki pengetahuan yang mungkin tidak dimiliki oleh kebanyakan orang. Predikat tersebut, membuat saya jadi bisa berpikir jernih, netral, dan bebas konflik kepentingan. Karena saya paham, kalau kita berada dalam profesi tertentu akan sulit untuk bisa melakukan idealisme ini. Jadi saya tidak menyalahkan siapapun !

Tentunya untuk mempertahankan idealisme itupun juga tidak mudah dan harus banyak pengorbanan. Saya yakin, semua tahu akan hal ini. Hanya saja, banyaknya pengorbanan itu saya anggap sebagai  bagian dari “takdir saya”, dan saya bisa bertahan juga berkat dukungan dari keluarga saya.

Kemudian sejak 3 tahun yang lalu, hasil “tapa-brata” ini mulai saya posting di Kompasiana. Barangkali, ada yang mengatakan bahwa pengetahuan saya cukup komprehensif, karena saya bisa membahas berbagai hal, a.l: pendidikan, pertambangan, ekonomi, ketata-negaraan, kesehatan (BPJS), dll. Tetapi pengetahuan saya ini, sebenarnya bukan yang sifatnya teknis, kecuali untuk bidang pendidikan.

Saya juga bukan orang yang “lahir kemarin sore”, karena anak saya 3 dan sudah dewasa semua. Kenyang pengalaman hidup, karena sudah pernah berkecimpung dan mempelajari berbagai bidang, dan menurut saya semuanya sangat –sangat menyedihkan. Sehingga saya sampai berkesimpulan, bahwa di negeri ini hampir tidak ada hal yang bisa dilakukan secara halal. Itupun sebenarnya, juga merupakan rahasia umum, bukan ?

Dari sanalah, akhirnya saya bisa menemukan dan memahami akar permasalahan bangsa Indonesia, serta berusaha menemukan solusinya, yang ternyata sebenarnya tidaklah terlalu sulit, kalau kita tidak boleh mengatakan bahwa itu sebenarnya sangat sederhana. Juga tidak harus mencelakakan ataupun memenjarakan orang, kecuali karena pilihannya sendiri. Sebaliknya saya akan berusaha menyadarkan semua pihak agar tidak terjebak dalam dosa yang akan “melibasnya” kelak.

Prinsipnya keterbukaan, kejujuran, keadilan, menghargai semua profesi, malu melakukan kesalahan, tak malu mengoreksi kesalahan, membudayakan penghargaan dan sangsi, dll. Prinsip itulah yang harus menjadi motor penggerak pemerintahan ini. Pak Jokowi memiliki sebagian kemampuan tersebut, dan saya akan mengimbangi Bapak dengan menunjukkan terobosan-terobosan yang bisa dilakukan tanpa harus meremehkan, melecehkan, dan bermusuhan dengan pihak lain.

Dalam hal ini ada yang harus kita sadari bersama, bahwa:

Menyejahterakan suatu bangsa, apalagi merupakan bangsa yang besar, pada hakekatnya tetaplah “berperang”, tetapi perangnya tidak menggunakan senjata. Medan perangnya hanya berupa data. Karena itu kalau kita ingin memenangkan “peperangan”, maka kita harus memiliki data-data yang akurat, serta mampu membaca data tersebut dengan cermat. Baru kemudian bisa membuat strategi yang tepat ! Dan, untuk memenangkan “peperangan” tersebut tidak bisa hanya mengandalkan pejabat negara saja, melainkan juga membutuhkan peran serta para pengusaha, para profesional, dan masyarakat biasa. Intinya semua potensi bangsa harus bergerak. Karena itu hal–hal yang bisa mengikis rasa kebersamaan sesama anak bangsa a.l.: kebijakan-kebijakan yang memicu kecemburuan sosial, kesenjangan sosial, dan ketidak-adilan perlu dikoreksi oleh pemerintah.

***

Itulah sedikit “kelebihan” yang bisa saya tonjolkan di sini. Selain butuh konduktor (pemimpin) yang handal dan para profesionalisme yang sangat ahli dalam bidangnya, negeri ini juga harus ada arsiteknya. Namun untuk sementara, terpaksa ini harus dirangkap dan dikerjakan sambil berjalan, karena selama ini kita memang tidak memilikinya. Kelak, di negara ini harus ada jurusan tata negara (menata negara secara komprehensif). Bukan hanya jurusan hukum tata negara (menegakkan pelaksanaan UU sebagaimana yang selama ini ada). Dengan demikian, nantinya kita bisa memiliki “arsitek-arsitek bangsa” yang selanjutnya akan membuat lembaga legislatif menjadi lembaga yang profesional.

Akhirnya dengan pengajuan lamaran ini, apakah Pak Jokowi mau menerima lamaran saya atau mengabaikan, itu tidak masalah. Yang penting sudah saya tunjukkan kepada sejarah Indonesia, bahwa di negeri ini ada seorang anak bangsa yang ingin berjuang dengan sepenuh hati untuk menyejahterakan bangsanya. Kalaupun ternyata ini juga merupakan hal yang sia-sia, paling tidak saya sudah “menunjukkan” kepada Tuhan, bahwa saya telah mengupayakan yang terbaik yang bisa saya lakukan.   Tinggal menunggu waktu, bangsa ini akan dibawa ke mana ?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun