Mohon tunggu...
Y ANISTYOWATIE
Y ANISTYOWATIE Mohon Tunggu... ibu rumah tangga -

Berusaha menemukan solusi permasalahan bangsa, blog saya: www.anisjasmerah.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

APBN 2016 “Gagal”: Bagaimana Solusinya?

31 Agustus 2016   09:46 Diperbarui: 4 April 2017   17:25 2544
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setiap ada “kegagalan” APBN,  solusinya selalu potong anggaran sana-sini, dan biasanya untuk belanja gaji pegawai tidak disentuh sama sekali.  Namun anehnya, jumlah utang negara terus  semakin membengkak. 

Berapa anggaran yang harus dikeluarkan pemerintah untuk membiayai setiap sidang pengesahan UU APBN itu? Pernahkan kita terpikir oleh hal ini?

Untuk  mengatasi “kegagalan” APBN 2016 ini, Presiden  mengesahkan “UU Tax Amnesty” yang diperkirakan akan menyumbang penerimaan negara sebesar  165 trilyun. Namun sudah 2 bulan  berjalan,  penerimaannya masih minim. Sehingga, keberhasilan TA ini kemudian  menjadi dipertanyakan kembali. Atau, kalaupun TA ini  akan sukses, maka keberhasilannya juga akan membawa masalah baru. Ini

 Di samping itu,  juga diberitakan  bahwa Bu SriMulyani akan melakukan pemotongan anggaran belanja 2016  yang totalnya  direncanakan 133,8 trilyun.Ini

Bu Srimulyani  berusaha potong belanja sana-sini, tetapi juga tidak mau menyentuh belanja gaji pegawai. Kecuali ada isu baru, tentang adanya tunjangan profesi guru yang “fiktif”, sebesar 23,3 trilyun.  Padahal dimanapun,  kalau perusahaan sedang merugi, yang dilihat dulu biasanya justru sektor ini.  Bukan yang lain. Bukankah negara itu ibarat perusahaan konglomerasi  yang demikian besar ?

Mohon, bagi para pekerja negara  yang gajinya tidak terlalu banyak, jangan “marah” dulu, ya ! Potongan gaji itu bukan dimaksudkan untuk mengurangi kesejahteraan Anda semua, tetapi itu diperlukan agar harga kebutuhan hidup (tentunya juga didukung dengan faktor  lainnya) bisa menurun, yaitu dengan cara alih alokasi anggaran !

Sebab, kalau tidak demikian harga barang-barang ini tidak mau turun, dan banyak orang kecil yang susah. Sementara tambahan gaji yang pernah  diterima pasti tidak membuat kita merasa sudah hidup sejahtera. “Gaji naik Rp 200-300 ribu, tetapi banyak barang yang harganya naik sehingga  nambahnya lebih dari Rp 300 ribu”. Percuma kan ?

Hal tersebut juga harus dilakukan agar tidak terjadi keadaan yang lebih ekstrim, misalnya harus ada PHK. Tetapi itu tidak bijak bukan ? Siapa yang mau di PHK ?

Selanjutnya dengan  berkurangnya gaji tersebut, maka akan banyak rakyat yang daya belinya rendah, sehingga industripun akan menyesuaikan dengan kondisi ini, yaitu terjadi deflasi . Tetapi kondisi ini harus dikendalikan oleh pemerintah  agar tidak menjadi masalah baru.

Tentunya untuk bisa melakukan hal tersebut, tidaklah mudah.  Dibutuhkan koordinasi terhadap semua bidang yang ada. Tidak bisa jalan sendiri-sendiri. Ibarat konser, dirijennya harus benar-benar handal. Tentunya,  sebelum dirijennya  mulai tampil,  dia harus benar-benar mengetahui berbagai permasalahan yang terjadi terlebih dahulu.

Solusi “kegagalan” APBN yang  efektif

Bagaimana solusi “kegagalan” APBN yang efektif ? Ini ada 2 cara. Solusi untuk jangka panjang, yaitu harus ada perubahan konsep penerimaan yang mendasar. Coba direnungkan: pemerintah mengandalkan pemasukan dari cukai rokok, padahal rokok itu ditengarai merusak kesehatan. Pemerintah mengandalkan penerimaan dari migas, padahal migas itu sendiri sebenarnya sangat dibutuhkan di negeri sendiri. Pemerintah ingin bersaing dengan produk luar negeri, sementara pajaknya dibandingkan dengan negara pesaing  lebih mahal. Logikanya dimana ? Karena itu ke depannya, memang  harus ada perombakan  yang total terhadap konsep penerimaan negara ini. Juga perlu perencanaan yang matang untuk  menetapkan program kerjanya.  Jadi kalau setiap tahun pemerintah dan DPR itu  selalu membuat APBN-P, seharusnya mereka malu karena perencanaannya selalu gagal.

Untuk yang jangka pendek bagaimana ? Tentu saya sangat setuju, kalau  memotong anggaran yang sifatnya merupakan pemborosan, misalnya: rapat berkali-kali, studi banding yang hanya plesir saja (biasanya DPR dan DPRD), beli kendaraan dinas pejabat,  pembangunan gedung pemerintah, dll. Tetapi,  kalau dari pemotongan-pemotongan  itu belum cukup, dengan indikasinya  yaitu belanja/daya beli  masyarakat  yang  masih lemah, maka kemudian pemerintah harus melakukan pemotongan belanja pegawai. Bukan  dengan menambah utang baru.

Dimana hasil pemotongan gaji ini, kemudian  dialokasikan pada  hal yang produktif yaitu subsidi BBM. (Jangan menolak dulu !). Subsidi BBM ini dampaknya akan sangat efektif, karena  akan bermanfaat pada kedua sisi, yaitu menurunnya biaya produksi dan meningkatnya daya beli rakyat. Namun untuk subsidi BBM ini harus diikuti dengan kebijakan yang bisa membuat mobil pribadi menjadi jarang digunakan. Banyak caranya dan itu sudah pernah saya bahas di sini.

Atau, bisa juga pemerintah melakukan  pengurangan PPh badan atau PPN, terutama  yang terkait dengan produk yang menjadi kebutuhan dasar rakyat, dll.

Tentunya pemerintah  juga harus mengupayakan faktor penentu lainnya, yaitu tidak membuat nilai tukar rupiah menjadi  mahal. Kemudian juga diikuti oleh penurunan suku bunga kredit perbankan, dll.

Dengan demikian  diharapkan  harga barang bisa menjadi lebih murah, tetapi kualitas produksi barang tidak menjadi berkurang.  Juga daya beli rakyat  menjadi meningkat. Dampaknya,  permintaan terhadap produk–produk industri diharapkan semakin besar,  dan ini akan menggelindingkan perkembangan ekonomi yang semakin membaik. Akhirnya akan meningkatkan penerimaan negara.

Bandingkan jumlah penduduk, jumlah  cadangan devisa, dan  nilai tukar mata uang berikut ini, berdasarkan data yang diambil dari tradingeconomics.com 29 Agustus 2016:

Diolah dari trading economic.com
Diolah dari trading economic.com
Apa makna dari perbedaan besaran nilai angka-angka  tersebut ? Ini tidak pernah diajarkan di dunia pendidikan, kecuali untuk jurusan ekonomi. Dan yang sudah mendapat pelajaran inipun, termasuk yang lulusan luar negeri itu,  belum tentu paham akan hal ini. Buktinya, perekonomian negara kita sudah sekian lama terpuruk dan sampai saat ini belum bisa bangkit juga ! Padahal negara-negara  tetangga kita bisa terus “melenggang”.

Oleh karena itu, saya sering meneriakkan tentang hal ini, karena Pak Jokowi tidak pernah “mengkaji secara serius” besarnya nilai tukar rupiah yang sangat jauh dibandingkan dengan mata uang negara-negara lain. Juga tentang minimnya cadangan devisa negara yang kita miliki (alat untuk membayar kebutuhan negara yang terkait dengan luar negeri).  Padahal itu sangat penting sekali, kalau kita  ingin bisa  meningkatkan kesejahteraan bangsa Indonesia. Apalagi kalau  kita ingin menyusul  menjadi negara  yang maju.

Sampai saat ini yang terpikirkan oleh pemerintah masih berkisar pada kebijakan mengurangi penggunaan valuta asing di dalam negeri, dan belum menyentuh permasalahannya secara komprehensif. Padahal saya sudah kirimkan konsep pemikiran untuk memperbaiki bangsa ini secara lebih lengkap, yang diawali dari hal sepele tetapi sangat mendasar, dan bisa dilakukan oleh banyak orang. Bukan dari yang masih tinggi di awang-awang, yang justru akan menyusahkan banyak korang. Pemerintah lebih banyak memperhatikan apa yang belum terjadi, dan tidak memaksimalkan apa yang sudah ada. Itulah kelemahan yang ingin saya koreksi. Sayangnya, sepertinya justru tidak diperhatikan !?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun