Mohon tunggu...
Y ANISTYOWATIE
Y ANISTYOWATIE Mohon Tunggu... ibu rumah tangga -

Berusaha menemukan solusi permasalahan bangsa, blog saya: www.anisjasmerah.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Dwikewarganegaraan: Maaf, Itu Pemikiran yang Tidak Cerdas!

22 Agustus 2016   11:11 Diperbarui: 22 Agustus 2016   21:22 1035
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Heran, kenapa bangsa ini mudah tergiur atau kagum terhadap segala apa yang berbau luar negeri. Sepertinya tak perlu mikir dulu untuk hal ini. Gara-gara Pak Arcandra Tahar yang memiliki dwikewarganegaraan, kemudian pemerintah memandang remeh potensi dalam negeri dan ingin melegalkan dwikewarganegaraan.

Pernahkan kita berpikir bila kita memaksakan diri dwikewarganegaraan “orang-orang pintar berdarah Indonesia” berarti kita telah menjatuhkan martabat UI, ITB, IPB,ITS, dll. yang selama ini menjadi kebanggaan orang Indonesia dan selalu diperjuangkan untuk bisa bersaing dengan perguruan tinggi internasional? Berarti lulusan kampus ini, ternyata cuma bisa menghasilkan “orang-orang bodoh” ya? Bubarkan saja kalau begitu! Apalagi, saya melihat salah satu pendukungnya justru dosen UI sendiri!

Sedih saya mendengar pernyataan bahwa Pak Jokowi katanya ingin menarik sekian banyak anak-anak bangsa terutama para profesor yang sudah berada di luar negeri, yang katanya demi membangun negeri ini. Cuma sebegitukah pengetahuan kita?

“Bangsa Amerika Serikat, Malaysia, Korsel, dll itu juga melakukan hal yang sama,” begitu kata mereka.

Kalau Indonesia merasa sebagai bangsa yang besar, jangan meniru kebijakan negara kecil. Kalau Indonesia merasa sebagai bangsa yang unggul, jangan meniru Amerika Serikat yang tidak jelas asal-usul warga negaranya, karena sebagian besar dari mereka itu “orang pendatang”. Itu pun ternyata mereka masih punya harga diri: kalau sudah pindah kewarganegaraan atas permintaan sendiri, berarti “selamat jalan”. Sedangkan kita yang sudah ditinggalkan, maunya masih menarik-narik mereka?! Seolah penduduk negeri ini hanya “seujung jari”.

Apakah orang Indonesia ini memang bodoh-bodoh dan kalah kualitas dengan mereka? TIDAK! Tetapi SISTEM-lah yang membuat orang-orang Indonesia ini menjadi seolah-olah “di bawah mereka”. Anak bangsa yang di dalam negeri ini tidak pernah diberi kesempatan untuk bisa terus berkembang: fasilitas pendidikan yang tidak memadai, fasilitas penelitian yang seadanya, tidak adanya penghargaan yang sesuai, tekanan politik yang menghambat, ketersediaan dana yang terbatas, budaya korupsi yang terus dibiarkan, kemunafikan yang terus dipelihara, sifat pragmatisme yang didorong, tindakan yang menghalalkan cara yang akan jadi pemenang, dll.. Itulah yang membelenggu kecerdasan anak bangsa ini! Jadi, kita ini sebenarnya bukanlah bangsa yang bodoh! Buktinya Pak Jokowi sendiri hanya lulusan S-1 UGM. Bukan profesor lulusan luar negeri!

Kalau situasi pemerintahan dan budaya masyarakatnya seperti itu, bagaimanapun hebatnya seseorang itu bisa “kandas” juga. Termasuk, bila ada orang hebat seperti Einstein yang dilahirkan di Indonesia, bisa dipastikan tidak akan jadi orang yang jenius kalau mereka ikut arus. Atau berubah seperti banyak orang Indonesia saat ini, yaitu yang pragmatis dan munafik. Juga kecerdasannya, biasanya kemudian digunakan untuk hal-hal yang buruk.

Bahkan pengusaha-pengusaha luar negeri yang dikenal patuh dengan peraturan di negaranya, ataupun patuh dengan peraturan di negara-negara lain itu, kalau sudah mengembangkan bisnisnya di Indonesia ternyata perilakunya tidak berbeda dengan anak bangsa kita pada umumnya. Mirisnya lagi, mereka justru bekerja-sama untuk menggarong kekayaan alam negara kita. Pahamkah kita akan hal itu?

Kalau demikian, bagaimana kita harus menyikapi anak-anak bangsa cerdas yang berada di luar negeri? Lakukan hal yang wajar saja, tidak perlu berlebihan! Sikapi sebagaimana anak bangsa yang lainnya. Kita sebagai WNI baik di dalam negeri maupun di luar negeri harus diberi kesempatan secara fair. WNI yang cerdas, memiliki jiwa nasionalisme, tidak pernah berpaling dari kewarganegaraannya, dan paham dengan permasalahan bangsa Indonesia, berhak untuk dipilih menjadi pejabat pemerintahan atau pejabat politik di Indonesia. Kemudian, siapa pun baik anak bangsa Indonesia maupun orang asing yang mampu mengelola berbagai perusahaan di Indonesia dengan prinsip efisien, maka dia berhak/boleh dipilih menjadi pimpinan perusahaan-perusahaan di negeri ini. Seperti usulan ini.

Lalu bagaimana dengan diaspora yang bertebaran di negara lain itu? Apakah akan ditarik pulang? Jawabnya juga: TIDAK. Di mana pun WNI berada, itu bisa berbuat yang terbaik untuk bangsanya. Jangan dianggap mereka kemudian tidak bisa membangun negaranya. Justru mereka inilah merupakan duta-duta bangsa untuk terus mempromosikan negara kita dengan ke-WNI-an dan reputasinya. Kalau mereka banyak yang ditarik pulang, justru ini akan merugikan negara kita. Seharusnya Presiden bisa memanfaatkan mereka untuk mendapatkan masukan tentang segala hal yang terkait dengan negara di mana mereka tinggal. Bukankah informasi ini sangat dibutuhkan Pak Jokowi untuk bisa menetapkan kebijakan yang menguntungkan negara?

Tentang anak-anak para WNI yang lahir dan besar di luar negeri bagaimana? Statusnya akan sama dengan Gloria yang merupakan anak yang dilahirkan dari perkawinan antarbangsa. Kita tak bisa memaksakan anak-anak mereka yang lahir dan besar di sana untuk mau berpikir seperti orang tuanya yang sangat teguh mempertahankan ke-WNI-annya. Tunggu sampai dia dewasa dan mampu berpikir yang terbaik untuk dirinya.

Bukankah negara lain (Perancis) itu memberikan kewarganegaraan kepada Gloria, ketika umurnya masih belia? Kita jangan meniru merekasebab tiap negara memiliki kepentingan yang berbeda-beda. Negara Perancis saat ini bisa dikatakan sebagai negara yang lebih sukses dibanding dengan Indonesia sehingga mereka sangat berharap Gloria bisa menjadi duta mereka di Indonesia, dan berharap nantinya bisa mendapatkan berbagai informasi tentang Indonesia dari Gloria.

Sedangkan Indonesia, selama ini menjadi negara yang di mata internasional dipandang “buruk”. Bagi mereka yang tidak mengetahui dan memahami perjalanan sejarah bangsanya, dan sudah “terindoktrinasi” oleh lingkungan sekitarnya, mungkin sudah tidak tertarik lagi untuk menjadi WNI seperti orang tuanya. Karena itu, kita tidak perlu memaksakan diri untuk memberi kewarganegaraan kepada mereka, sebab posisi kita saat ini sedang lemah. Belum mampu menandingi “iming-iming” dari negara yang telah membesarkannya atau menginginkannya. Juga merupakan hal yang wajar serta manusiawi, kalau dia lebih berpikir melakukan hal yang terbaik untuk menyejahterakan masyarakat yang ada di sekitarnya. Bukan memikirkan lingkungan yang tidak pernah diketahuinya. Oleh karena itu, kalau kemudian mereka lebih memilih negara di mana ia tinggal, tidak boleh dipandang itu sebagai hal yang merugikan bagi Indonesia.

Selanjutnya yang penting, pemerintah justru harus bisa membuat suasana pemerintahan dan perpolitikan di Tanah Air ini dengan kejujuran, keadilan, keterbukaan, menjunjung profesionalisme (bukan sekedar punya ijazah), menghargai semua profesi (tidak hanya profesi tertentu), membudayakan penghargaan dan sanksi di semua bidang; sehingga anak-anak bangsa yang terbaik akan bermunculan dan mampu berkarya secara maksimal bagi kesejahteraan rakyat Indonesia. Bukan justru diremehkan!

Artinya status dwikewarganegaraan tidak diperlukan oleh bangsa kita! Karena itu hanya membuat orang menjadi tidak gentlemen! Maunya sana dapat, sini juga dapat. Sebaliknya setiap WNI harus disadarkan bahwa setiap tindakan yang dipilih itu memiliki konsekuensi yang harus dipertanggungjawabkan sesuai dengan aturan yang telah dibuat oleh negara di mana aturan tersebut, dasar pembuatannya, yaitu kepentingan kesejahteraan bersama atau kesejahteraan bangsa Indonesia, bukan kepentingan pribadi-pribadi yang bersangkutan. Semoga bermanfaat!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun