Mohon tunggu...
Y ANISTYOWATIE
Y ANISTYOWATIE Mohon Tunggu... ibu rumah tangga -

Berusaha menemukan solusi permasalahan bangsa, blog saya: www.anisjasmerah.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Berharap Dukungan Editorial MI terhadap Lahirnya UU Pembuktian Terbalik

13 Agustus 2016   21:05 Diperbarui: 13 Agustus 2016   21:13 184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Lagi-lagi yang disorot Editorial MI di Metrotv tentang koruptor. Kalau sebelumnya dengan topik “Sesat Pikir Wacana Pembebasan Koruptor “, kemudian hari Kamis 11 Agustus kemarin topiknya “Menolak Remisi bagi Koruptor”.

Namun ada hal yang menarik terungkap pada edisi 11 Agustus ini. Dalam ulasan Pak Elman Saragih (Editorial MI), intinya mengatakan “seharusnya yang diwacanakan Menkumham untuk pemberantasan korupsi itu bukannya remisi untuk para koruptor, melainkan hukuman badan yang setimpal dan sita seluruh hartanya sehingga keluarganya akan menangis. Bukankah sebelumnya mereka telah menyengsarakan rakyat ?" Juga, "Segera terbitkan UU Pembuktian Terbalik, karena selama ini yang ada hanya wacana terus. Lalu, kalau ada orang yang dicurigai, suruh dia membuktikan hartanya darimana. Kalau tidak bisa membuktikan, sita hartanya buat negara”.

Mendengar pernyataan Pak Elman Saragih seperti itu, rasanya saya seperti ingin bersorak. Hal itulah yang saya kemukakan dalam konsep UU Pembuktian Terbalik, dan sudah saya kirimkan ke Presiden, Ketua Komisi III DPR RI, Ketua DPD RI sebelum terjadinya pengesahan UU Tax Amnesty. Pak Ruhut Sitompul yang terkenal vokalpun, saya kirimi. Kemudian untuk “menyukseskan” program tersebut, saya juga coba menggalang dukungan publik melalui change.org . 

Tokoh-tokoh nasional yang sepertinya kredibel dan beberapa kampus juga saya twitter, termasuk media massa yang saya hormati MI. Dengan harapan kalau berhasil, maka UU Tax Amnesty yang memberi peluang “pembebasan koruptor dan penjahat lainnya” setelah membayar tebusan 2-10 % itu tidak jadi disahkan. Karena bisa ”memporak-porandakan” hukum di Indonesia, dan sangat-sangat merugikan masyarakat Indonesia. Tetapi hasilnya, saya gagal. 

Hampir 2 bulan permintaan dukungan terpublikasikan, ada lebih 1200 pembaca artikel, dan yang tegas mendukung tertera di change.org hanya 34 orang. Tidak seperti kalau kita menggalang dukungan yang menggugat pihak lain, sehari diekspos, dukungannya langsung ratusan, 2 bulan terekpos pendukungnya jadi puluhan ribu.

Melihat hasil tersebut, saya hanya bisa mengeluh: “Tuhan kalau orang mau berbuat baik untuk kepentingan bersama itu, tidak akan banyak dukungan. Hadiahnya "dimusuhi" banyak orang, dapat kesulitan bertubi-tubi, bahkan ada yang harus meregang nyawa. Sementara orang yang jahat (tidak baik), orang-orang yang munafik, atau orang yang tidak punya kepedulian, justru temannya banyak, bahkan dapat kemudahan-kemudahan dalam berbagai hal. Ini artinya apa?

 Bagaimana negeriku bisa berubah menjadi lebih baik, kalau pemikiran-pemikiran yang baik untuk semua orang (termasuk mengoreksi diri sendiri), justru tidak didukung khalayak ? Sementara yang "sekedar" menyalahkan orang lain, dalam satu hari saja sudah didukung ratusan orang ?”. Sehingga, rasanya saya sudah kehabisan akal untuk terus memperjuangkan terwujudnya UU Pembuktian Terbalik itu.

Namun, ketika tiba-tiba Editorial MI mengulas topik tentang “Pak Luhut yang menginformasikan bahwa pemerintah sedang mengkaji Perppu, dimana koruptor bisa dibebaskan kalau mengembalikan semua hartanya, juga mundur bagi yang memiliki jabatan”; saya langsung tersenyum. Di sisi lain, saya juga bertanya-tanya, kenapa yang diekspos Pak Luhut tentang ide pembebasan koruptornya, bukan konsep UU Pembuktian Terbalik-nya ? Apa maksudnya pemerintah hanya ingin mengganti pasal tertentu dalam UU Tax Amnesty saja ? Padahal dampak dari penerapan kedua UU tersebut akan jauh berbeda. Penjelasannya: di sini dan di sini.

Oleh karena itu, munculnya ulasan Pak Elman Saragih tersebut membuat saya memiliki harapan baru, semoga Tim Editorial MI mau mempelajari/ mengkaji konsep UU Pembuktian Terbalik yang sudah saya twitterkan tersebut. Konsepnya ini, bahkan mungkin bisa menambahkan/ menyempurnakan dengan hal yang belum terpikirkan. Sebab yang kita inginkan, yaitu UU Pembuktian Terbalik yang bisa menguntungkan seluruh rakyat Indonesia. Bukan UU Pembuktian Terbalik yang hanya akan melindungi/menguntungkan para pejabat, para anggota DPR dan /atau kelompok tertentu yang sudah terlibat kasus korupsi (tindak kejahatan).

Selanjutnya hal ini bisa disosialisasikan ke publik, sehingga dukungan publik bertambah banyak, dan Pak Jokowi berani menyodorkan RUU Pembuktian Terbalik tersebut kepada DPR. Dengan demikian di HUT RI yang ke-71 ini, rakyat Indonesia akan mendapat hadiah yang luar biasa dari pemerintah, yaitu sebuah paradigma berpikir baru yang bisa membimbing bangsa ini menjadi bangsa yang bersih, luhur, sejahtera, dan jaya.

Jadi sekarang ini, “bolanya” saya lempar ke Tim Editorial MI. Responnya,  kita tunggu saja !

Indonesia - Kompak, Indonesia - Sejahtera, Indonesia - Jaya !

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun