Mohon tunggu...
Y ANISTYOWATIE
Y ANISTYOWATIE Mohon Tunggu... ibu rumah tangga -

Berusaha menemukan solusi permasalahan bangsa, blog saya: www.anisjasmerah.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Maraknya Pembangunan Infrastruktur Tidak Menjamin Perbaikan Perekonomian Negara

15 Januari 2016   12:04 Diperbarui: 15 Januari 2016   15:58 3367
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Jembatan Suramadu. Sumber: beritadaerah.co.id"][/caption]Pemerintahan Pak Jokowi sangat antusias dengan program pembangunan infrastruktur. Hampir di semua wilayah Indonesia dilakukan pembangunan infrastruktur. Ada yang bendungan, kereta api, listrik, jalan tol, dll. Apabila dana pembangunan itu diperoleh dari dana tunai yang dimiliki oleh negara, tentunya akan diacungi jempol. Tetapi kalau ternyata dana pembangunan itu berasal dari utang luar negeri, bagaimana? Inilah yang perlu kita cermati bersama!

Ada cerita tentang Amerika Serikat, sbb.: “Dulu sekitar tahun 1857, ketika itu ekspor bahan makanan dan hasil bumi dari pantai timur AS (New York dan sekitarnya) ke Eropa mulai kembali menurun, sehingga banyak warga AS yang tinggal di pesisir timur berpindah ke barat (California dan sekitarnya) untuk mencari penghidupan baru.

Mereka menggunakan kereta api untuk perjalanan. Alhasil bisnis jasa transportasi kereta api itu meraup untung besar, dan mendorong para bank untuk mengucurkan kredit ke perusahaan-perusahaan kereta api. Krisis ekonomi dimulai ketika para warga AS, yang sebagian besar merupakan petani, menemukan bahwa lahan di barat ternyata gersang dan tidak bisa dipakai untuk bercocok tanam, sehingga selanjutnya tidak ada lagi orang yang bepergian ke barat.

Ketika perusahaan kereta api tidak lagi memperoleh penumpang, maka mereka satu per satu mulai bangkrut, dan ikut menyeret bank yang memberi mereka pinjaman.” (teguhhidayat.com)

Pelajaran apa yang bisa kita petik dari cerita itu?

Pelajaran yang bisa kita petik, yaitu bahwa tidak semua pembangunan infrastruktur itu akan membawa perbaikan perekonomian negara. Sebaliknya bisa juga membuat negara menjadi bangkrut, kalau pembangunan infrastruktur tersebut tanpa perhitungan yang matang dan komprehensif, atau salah perhitungan.

Bila anggaran pembangunan infrastruktur tersebut berasal dari penerimaan negara, resikonya paling hanya pembangunannya sia-sia dan dananya hilang. Tetapi kalau pembangunan infrastruktur tersebut anggarannya berasal dari utang luar negeri, maka resikonya harus benar-benar dipertimbangkan secara cermat terlebih dahulu. Mengapa perlu demikian? Analisanya sbb:

1. Utang baru dari luar negeri, sesaat memang akan menguntungkan. Tetapi kalau sudah tiba waktunya membayar cicilan utangnya, maka akan dibutuhkan devisa yang lebih banyak. Hal ini akan memberikan kontribusi terhadap pelemahan nilai tukar mata uang negara yang berutang, sehingga akan terjadi pembengkakan nilai utang yang lama dan besaran nilai cicilannya.

Juga membuat cadangan devisa negara jadi menipis lagi, membuat harga produk industri naik lagi, membuat daya beli rakyat berkurang lagi, kemudian membuat pertumbuhan ekonomi melambat lagi, sehingga akan banyak rakyat yang hidupnya bertambah susah lagi.

2. Kalau perhitungannya ternyata salah sebagaimana contoh di atas, maka pembangunan infrastruktur itu hanya akan menjadi beban negara karena setelah jadi justru membutuhkan tambahan biaya oprasional, dan keberadaannya perlu ada perawatan.

Bila yang dibangun hanya satu dua mungkin tidak masalah. Ini namanya proyek perintis. Tetapi kalau proyek perintis itu dilakukan di banyak tempat, bagaimana negara akan mencicil pembayaran utang-utangnya ? Pasti utang lagi, bukan?

3. Biasanya kalau negara terancam gagal bayar cicilan utang, maka solusinya akan mencari utang baru untuk digunakan membayar cicilan utang lamanya, atau menjadwal kembali jatuh tempo utang yang ada. Kalau sekali mungkin bisa dimaklumi, tetapi kalau sudah terjadi berkali-kali, ini namanya “memelihara bom” yang sewaktu-waktu bisa meledak kapan saja.

Sementara untuk Indonesia, posisinya saat ini jelas sedang dalam kesulitan. Bila ada kebutuhan devisa baru yang mendesak, pemerintah sering cari-cari pinjaman baru atau jual surat utang negara. Bahkan pemerintah sampai saat ini terus membiarkan pengiriman TKW ke negara lain demi mendapatkan devisanya.

Kalau dalam kondisi seperti ini, kemudian pemerintahan Pak Jokowi nekad fokus pada pembangunan infrastruktur di berbagai wilayah dengan dana sekitar Rp 5.500 trilyun bahkan bisa membengkak lagi, dan sebagian besar dana tersebut berasal dari investasi utang luar negeri, maka akan ada “lomba adu cepat” antara selesainya pelaksanaan pembangunan infrastruktur, yang jelas membutuhkan waktu cukup lama, dengan kemungkinan nilai tukar rupiah yang sewaktu-waktu bisa terperosok dan terperosok lagi.

Artinya selama pembangunan infrastruktur itu dilakukan, rakyat harus siap-siap menghadapi terjadinya inflasi dan inflasi yang semakin membuat stres banyak orang. Sedangkan pemerintah setiap saat harus selalu mencari-cari calon pemberi utang baru dan utang baru lagi. Kemudian yang akan panen keuntungan, yaitu negara-negara atau para investor asing yang suka menebar perangkap utangnya ke negeri ini. Sanggupkah para pengusaha dan rakyat kecil menghadapi situasi seperti ini terus-menerus?

Apalagi kita masih tidak jelas, apakah pembangunan infrastruktur itu sudah didasarkan atas kebutuhan perhitungan ekonomi yang menguntungkan atau sebagai proyek perintis ? Sebab kalau berdasarkan kalkulasi kebutuhan ekonomi yang menguntungkan, maka negara-negara investor itu tidak akan menuntut adanya penjaminan pemerintah terhadap utang-utangnya.

Sebagaimana yang pernah diungkapkan oleh Pak Rizal Ramli, misalnya untuk listrik. Mereka (investor) minta, kalau nantinya proyek pembangunan itu tidak sesuai dengan perhitungan ekonominya, maka sisanya harus dibeli oleh pemerintah Indonesia. Bagaimana dengan pembangunan jalur kereta api di Kalimantan, Sulawesi dan Papua? Bagaimana juga dengan pelabuhan-pelabuhan dan bendungan-bendungan? Proyek perintis atau menguntungkan? Jangan-jangan kita hanya membangun infrastruktur, karena faktor emosional saja ? Pokoknya dimana-mana harus ada pembangunan, tak peduli apakah nantinya kalau sudah jadi akan “mangkrak” lagi dan menjadi beban negara, atau benar-benar bermanfaat untuk meningkatkan daya saing industri kita.

Pembangunan Infrastruktur Yang Sudah Ada ”Tidak Bermanfaat”

Setiap merencanakan pembangunan infrastruktur pemerintah selalu mengatakan: “ini akan lebih menyejahterakan rakyat ke depannya, karena akan meningkatkan daya saing bangsa kita.” Para pengusaha dan rakyatpun percaya akan janji tersebut, tetapi apa hasilnya ? Kebutuhan hidup semakin lama tidak semakin murah, justru sebaliknya semakin lama semakin mahal.

Selama 10 tahun pemerintahan Pak SBY, sebenarnya juga tidak sedikit infrastruktur yang sudah dibangun. Contoh: Proyek listrik 10.000 megawatt, jembatan Suramadu dan jembatan Kelok Sembilan di Sumatera, tol Bali – Mandara, sebagian jalan Trans Jawa dan Trans Sumatera, Jalur Ganda KA Jakarta Surabaya, perluasan bandara dan pelabuhan di berbagai wilayah, pembangunan kanal banjir, jaringan komunikasi, dll.

Sayangnya, tidak ada pembangunan infrastruktur mendasar yang terkait dengan ketersediaan energi migas. Juga, masih banyak pembangunan infrastruktur mangkrak yang kemudian diteruskan oleh Pak Jokowi.

 

Namun, mengapa realitanya setelah sejumlah pembangunan infrastruktur tersebut selesai, tidaklah membuat rakyat kebanyakan di Indonesia jadi semakin sejahtera? Mengapa hasil pembangunan infrastruktur tersebut tidak mampu membuat penerimaan negara menjadi naik secara signifikan ? Seolah-olah bangunan-bangunan itu sekarang hanya sekedar menjadi pajangan saja, dan yang kemudian terjadi, justru mengeluh dan mengeluh bahwa sepertinya di negara ini tidak terjadi pembangunan infrastruktur.

Adanya pembangunan Pembangkit Listrik 10 ribu megawatt, tidak membuat harga listrik menjadi lebih murah. Beroperasinya berbagai jalan tol lama dan jalan tol baru di berbagai wilayah, pembangunan jembatan, pembangunan jalan-jalan nasional lintas selatan Jawa, perbaikan bandara dan pelabuhan serta lintasan kereta api di berbagai wilayah, juga tidak membuat angkutan logistik dan penumpang menjadi lebih murah.

Jadi jangan katakan bahwa pemerintahan Pak SBY mengabaikan pembangunan infrastruktur. Tidak! Tetapi pembangunan infrastruktur yang sudah ada, ternyata tidak membawa perbaikan ekonomi secara nasional. Sebaliknya justru membuat utang LN pemerintah di jaman Pak SBY ini, semakin bertambah tahun semakin bertambah banyak.

Di awal pemerintahan Pak SBY utang pemerintah sebesar USD 83,3 milyar, di akhir pemerintahan Pak SBY, utang LN pemerintah menjadi USD 133,2 milyar. Berarti selama 10 tahun ada tambahan utang sebesar USD 49,9 milyar. (Bandingkan dengan era Pak Soeharto yang selama 32 tahun, utang pemerintah sebesar USD 47,6 milyar).

Akibatnya, rakyatlah yang selalu terkena dampaknya, yaitu harus merasakan harga kebutuhan hidup yang mahal, sementara pendapatannya tidak mengalami kenaikan yang signifikan, bahkan banyak yang justru berkurang. Rakyat kebanyakan harus terus hidup menderita, walaupun infrastrukturnya sudah semakin maju.

Artinya ini telah terjadi kesalahan dalam proses pembangunan infrastruktur di Indonesia. Salahnya dimana ? Mari kita urai satu-persatu, mengapa pembangunan infrastruktur di Indonesia gagal meningkatkan kesejahteraan rakyatnya:

1. Salah Dalam Memilih Prioritas Infrastruktur yang Dibangun

Kebutuhan mendasar di negara ini adalah pangan, energi (migas dan listrik), lapangan kerja (bahan baku industri, mesin industri), telekomunikasi, tranportasi umum (logistik dan penumpang), serta penanggulangan banjir. Berarti yang harus dibangun oleh pemerintah, prioritasnya yaitu: bendungan dan irigasinya, infrastruktur migas dan listrik, jalan dan jembatan, pelabuhan, bandara, dan jalur kereta api, teknologi mesin industri dan transportasi umum. Namun realitanya, yang dominan dibangun oleh pemerintah yaitu: infrastruktur transportasi jalan tol, jalan nasional, jembatan, jalur KA, bandara.

Sementara yang menjadi infrastruktur utama untuk ketersediaan pangan, energi, dan lapangan kerja, yaitu: bendungan dan irigasinya, kilang dan pipanisasi tidak menjadi fokus prioritas. Akibatnya, yang merupakan kebutuhan dasar justru ditopang dari luar negeri: impor migas, pangan, dan bahan baku industri. Otomatis harganya akan sangat tergantung dari nilai tukar rupiahnya.

2. Pembangunannya Tidak Terintegrasi

Pembangunan infrastruktur yang tidak terintegrasi satu dengan yang lainnya atau dengan bidang lainnya akan membuat biaya oprasionalnya menjadi mahal, misalnya: pembangunan pembangkit tenaga listrik, bahan bakarnya tidak dari bahan bakar yang banyak di Indonesia, yaitu gas dan batubara tetapi berbahan bakar minyak yang harus impor.

Keberadaan kawasan pertanian yang sudah didukung oleh bendungan dan pengairannya, namun tidak disertai keberadaan jalan yang memadai. Sebaliknya keberadaan infrastruktur jalan yang memadai tidak dimanfaatkan secara maksimal untuk pengembangan pertanian, dll. Akibatnya, kekurangan bahan pangan dan minyak itu harus dipenuhi dari impor sehingga harganya juga tergantung nilai tukar rupiah.

3. Salah Dalam Memilih Sumber Pembiayaan

Sumber pembiayaan infrastruktur, a.l.: APBN, utang DN atau LN, investasi DN atau LN, kerjasama pemerintah dengan pihak lain, kerjasama swasta dengan asing. Kalau sumber pembiayaan pembangunan infrastruktur itu berasal dari dalam negeri, tidak akan terlalu bermasalah. Namun kalau pembangunan infrastruktur itu berasal dari pembiayaan luar negeri, maka pemerintah harus bersikap hati-hati dan cermat dalam mengambil keputusan. (Lihat: Utang Luar Negeri, Investasi Asing dan Kedaulatan Bangsa Indonesia)

Maraknya pembangunan infrastruktur di negeri ini ternyata banyak dibiayai dari utang luar negeri. Karena itu, selanjutnya negara memiliki kewajiban membayar cicilan utang-utang  tersebut. Dimana besarnya cicilan utang itu sangat tergantung dari nilai tukar rupiah. Kalau rupiahnya bisa menguat, maka akan diuntungkan.

Tetapi karena rupiahnya terus-menerus melemah, maka yang terjadi yaitu pembengkaan utang yang tidak terkendali. Apalagi dalam posisi cadangan devisa (alat untuk membayar utang LN) yang jumlahnya pas-pasan, maka pembengkakan utang LN itu akan sering terjadi, dan efeknya sangat luar biasa. Yang terkena imbas kenaikan, bukan hanya utang luar negeri untuk pembangunan infrastruktur saja, tetapi seluruh utang-utang yang belum terbayarkan, dan terutama utang yang jatuh tempo.

Tentunya, hal ini sangat membebani anggaran negara dalam setiap tahunnya, sampai-sampai pemerintah harus mencari utang dan utang lagi. Sementara di sisi lain, efeknya juga membuat barang-barang impor menjadi mahal. Dimana negara ini banyak mengimpor BBM, bahan baku untuk industri, juga barang modal untuk kepentingan oprasional industri nasional.

Oleh karena itu, seharusnya suatu rezim pemerintahan tidaklah boleh melakukan utang LN untuk pembangunan infrastruktur secara sembarangan (sewaktu-waktu). Utang LN untuk pembangunan itu, baru boleh dilakukan, kalau negara sudah memiliki cadangan devisa yang cukup untuk membayar cicilan utangnya, sehingga ketika jatuh tempo tidak terpengaruh oleh penurunan nilai tukar rupiah karena pemerintah mampu membayarnya dengan devisa negara.

4. Pembangunannya Dikerjakan oleh Asing

Infrastruktur yang strategis seharusnya tidak boleh dikerjakan oleh pihak asing. Apalagi di saat anak bangsa ini sudah mulai menguasai teknologi infrastruktur yang digunakan. Karena, kalau dikerjakan oleh asing, maka apabila terjadi masalah akan bisa merugikan rencana program nasional. Contoh: listrik 10.000 MW.

Penyelesaiannya tertunda lama, kualitas peralatannya jelek, kapasitasnya tidak seperti yang diminta. Diklaim pemerintah, jawabannya menyakitkan. Akhirnya, hal tersebut sekarang menjadi masalah sebab menimbulkan biaya oprasional yang tinggi. Dampaknya tarip listrik tidak semakin murah, tetapi lama-lama justru semakin mahal. Pada intinya, memang: “Mana ada negara yang mau membantu pesaingnya untuk menjadi besar ? Kecuali mereka memiliki misi tertentu, yang tentunya akan jauh lebih menguntungkan bagi mereka sendiri.“

5. Biaya Pembangunannya diMark-up (dimahalkan)

Kalau pembangunan infrastruktur itu berasal dari utang LN dan biayanya dimark-up pula, maka beban utang negara akan bertambah berat karena ada “efek ganda”. Yang pertama, beban biaya akibat terjadinya mark-up anggaran, dan yang kedua beban karena melemahnya nilai tukar rupiah. Sehingga untuk pembayaran cicilan utangnya, juga menjadi lebih besar. Hal ini, kemudian mendorong pemerintah untuk menetapkan tarip jasa pemanfaatan infrastruktur menjadi lebih mahal.

6. Anggarannya Dikorupsi

Kalau pembangunan infrastruktur anggarannya dikorupsi, maka kualitas bangunannya menjadi tidak maksimal. Akibatnya, pengelola akan sering mengeluarkan biaya perbaikan dan perawatan. Ini juga akan membuat tarip jasa pemanfaatan infrastruktur menjadi lebih mahal.

7. Boros dalam Pengelolaan Infrastrukturnya

Pengelolaan infrastruktur yang sudah dibangun oleh negara biasanya dikelola oleh BUMN dan BUMD. Di perusahaan ini seringkali ada “pekerja atau pejabat titipan” sehingga jumlah pekerja perusahaan tersebut menjadi terlalu banyak. Juga, biasanya ada pungutan lainnya, sehingga biaya oprasionalnya menjadi lebih mahal.

Berbagai faktor itulah yang kemudian bersinergi mewujudkan biaya tinggi dalam oprasional infrastruktur di Indonesia. Sebab pemerintah harus mengembalikan pinjaman utang LN yang menjadi modal pembangunannya, dimana utang ini seringkali harus bertambah banyak karena adanya pelemahan nilai tukar rupiah.

Juga karena adanya faktor ketidak-efisienan dalam pembangunan, maupun dalam pengelolaan infrastruktur tersebut. Jadi, walaupun 10 tahun terahir ini pembangunan infrastruktur di Indonesia sudah menunjukkan kemajuan yang luar biasa, namun tidak mampu meningkatkan daya saing industri Indonesia secara global. Termasuk di negeri kita sendiri, produk industri kita kalah bersaing dengan produk-produk impor.

Efek multipliernya, pertumbuhan industri menjadi menurun, PHK maupun pengurangan jam kerja menjadi solusi bagi para pengusaha untuk bisa mempertahankan perusahaan yang dikelolanya. Dan, janji pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesiapun tidak terwujud. Bahkan yang terjadi sebaliknya, rakyat yang hidupnya susah semakin banyak.

Sementara yang sering "kebagian proyek" pembangunan infrastruktur, semakin kaya saja. Akhirnya, di negeri kita yang berhasil diwujudkan yaitu kesenjangan sosial yang semakin melebar. Selanjutnya, kondisi inilah yang memicu maraknya tindak kejahatan di berbagai wilayah Indonesia.

Kalau kemudian ada yang menyindir: “Enak di jamanku, to ?” Mereka tidak bisa disalahkan. Mungkin mereka tidak tahu, bahwa penyebab semua ini diawali dari warisan utang LN akibat pengucuran dana BLBI di jaman “beliaunya”, atau memang sengaja memanfaatkan ketidak-tahuan masyarakat agar mereka bisa berjaya kembali.

Oleh karena itu kepada Yth. Bapak Jokowi, mohon pembangunan infrastruktur besar-besaran, yang rencananya banyak didanai dari utang luar negeri tersebut dipertimbangkan kembali. Karena konsekuensi dari utang LN itu benar-benar sangat merugikan rakyat kecil, dan masa depan bangsa Indonesia.

Nanti kalau Bapak sudah berhasil meningkatkan penerimaan devisa negara sesuai dengan kebutuhan, baru boleh mengandalkan utang luar negeri lagi. Lihat Jepang dan Cina memiliki utang besar, namun didukung dengan cadangan devisanya yang ribuan milyar dolar. Bandingkan dengan Amerika Serikat yang sempat heboh, karena utangnya besar sementara cadangan devisanya hanya sekitar USD 120 milyar, sedikit di atas Indonesia. Pemerintahan Pak Jokowi mau meniru yang mana?

---

Referensi:

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun