Mohon tunggu...
Tanwir An Nadzir
Tanwir An Nadzir Mohon Tunggu... -

Mahasiswa Jurusan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Ciputat. Forum Kajian Piramida Circle Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Kematian dalam Kehidupan

10 Desember 2012   10:24 Diperbarui: 24 Juni 2015   19:54 203
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Manusia pada dasarnya telah dibekali potensi untuk hidup maupun menghidupkan kehidupannya. Kehidupan yang kita alami sering kali berkaitan tidak hanya sekedar secara biologis saja. Lalu apa apakah kita benar benar hidup atau bahkan kita telah mati?

Jika dalam pembahasan biologis jelas indikator kita mati dan hidup dilihat dari tatanan keadaan jasmaniyah kita. Akan tetapi jika kita melihat dari sudut pandang lain, akan menemukan sedikit keganjalan tentang hidup, kehidupan, pembunuhan serta kematian diri kita.

Potensi yang Tuhan berikan kepada kita adalah alat untuk membuat kita semakin hidup. Tidak sekedar hidup untuk menghabiskan waktu saja, namun hidup untuk menghidupkan kehidupan itu sendiri. Salah satu contohnya adalah tentang perkembangan peradaban manusia menunjukan bahwa manusia selain hidup juga menghidupkan kehidupannya. akan tetapi benarkah itu semua?

Potensi yang kita miliki merupakan belum aktual. Untuk mengaktualisasikan tentu dengan kita belajar, mengasah kemampuan, sehingga potensi kita akan terujud dalam bentuk sebuah kreativitas. Kreativitas yang bagus dapat direalisasikan hingga pada produktivitas. Hasil produktivitas inilah yang menunjukan bahwa manusia hidup terus berkembang sekaligus menghidupkan kehidupan manusia.

Potensi yang kita miliki menampung banyak keinginan. Tapi dalam praktek nyatanya kita sering mendapati pengangguran kreativitas. Hal ini dapat dilihat dari beberapa pikiran orang yang baru sadar akan kreativitasnya setelah merasa terpojokan. Perbenturan ini seolah memaksa potensi kita mengeluarkan satu kreativitas dan hasil produktivitas.

Dalam contoh nyatanya kita sering melihat orang yang baru keluar dari pekerjaan (PHK red) mereka lantas baru banting tulang menciptakan hasil karya yang bernilai jual. Pertanyaan saya sederhana, sebelum di PHK apakah orang tersebut tidak bisa mengeluarkan kreativitasnya? Kalau bisa mengapa tidak sekaligus pada saat orang itu kerja? taruhlah menjadi pekerjaan sambilan. Padahal kita sebenarnya mampu menciptakan kreativitas sekaligus bukan?

Orang kemudian akan merasa hanya bisa fokus pada satu pekerjaan. Tidak bisa dibagi - bagi. kemudian yang dipertanyakan adalah sadarkah ketika kita bekerja juga memperhitungkan waktu (secara matematis), melihat kondisi psikologis teman kerja kita? Atau bahkan kita tahu apa hukumannya jika kita tidak bekerja? Selain itu kita bekerja bukankah hanya saat ada didalam pabrik? Sebenarnya kita fokus dimana?

Hal itulah yang kemudian membunuh kreativitas kita. Pada akhirnya kita lebih menginginkan kehidupan yang lebih nyaman, aman, dan berfikir pada satu tujuan. Lalu untuk apa potensi yang Tuhan berikan kepada kita? Lantas ketika di PHk buru buru menghidupkan kreativitas kita?

Keadaan demikianlah menjadikan orientasi fikiran kita pada satu tujuan. Hidup nyaman tanpa beban. Membebekukan Potensi pada kehidupan. Kenyamanan inilah menjadi pisau untuk membunuh diri sendiri. Inilah kematian yang tidak kita disadari.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun