Termenung dalam diam yang menyelimuti raga dingin itu
senja bersambut kelam malam semakin menutupi ringkih tubuhmu
semua diam hening tak bersuara, tak ada kata
Engkau begitu rapuh, ceking, tiada daya yang terlihat dalam wujudmu
segalanya membuatku semakin berat tuk berucap :
Yang kutahu hanya hidupmu yang terus bergulir dengan pasti
monoton, tanpa pergantian, tanpa inovasi, tanpa improvisasi
walau nampak dengan jelas semangat hidupmu yang kutahu lebih besar dariku
mimpi-mimpi besarmu tentu lebih tinggi pula dari mimpi-mimpiku
Namun, maaf saat kehadiranku mengacaukan kekonstanan hidupmu
maaf, saat bayangku hadir dan mengusik hatimu
Aku tak pernah berniat untuk membuatmu meninggalkan hidup pastimu
Tak ada maksud mengganggu ketenangan jiwamu
Masih kuharap ragamu yang sujud dengan penuh khusyuk
Masih kuingin dirimu yang menetap di saat yang lain berlalu
Tetap kudambakan lelucon singkatmu yang selalu berhasil mengundang tawaku
dan tetap kucari celah untuk menghindar dari rasamu, saat tatapmu berhenti di kelopakku
Maaf, jika kaku dan segan mulai mengusikmu
Maaf, jika senyum tak berbatas itu mulai memudar
Maaf, tiada lain yang ingin kuraih adalah cinta-Nya
Dan Maaf, aku tak pernah mendamba engkau membagi cintamu pada-Nya karena ku
Izinkan aku meminta dirimu untuk tetap berlabuh dalam fananya dunia, menanti!
Hingga tiba masamu bertemu dengan yang telah dipilihkan-Nya untukmu
Jika itu aku, maka bahagiakanlah aku dengan segala keterbatasanmu tanpa kepalsuan
Namun, jika tiadalah aku di masa itu, berikanlah kasih terbaik melebihi rasa yang pernah engkau pendam untuk diri ini ...
Terima kasih atas rasa yang telah menghadirkan nuansa berharga untuk dimiliki dalam semu hati yg diombang-ambingkan angin ...
Kunanti, kunanti, dan Maaf tidak untuk saat ini :)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H