Mohon tunggu...
Amsy Eka Hasmarita
Amsy Eka Hasmarita Mohon Tunggu... -

Mahasiswi STEI Hamfara| aktivis BEM STEI Hamfara Yogyakarta| Darisah MHTI Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Politik

Bukan saatnya mengharapkan sosok pemimpin yang terlahir dari sistem demokrasi

8 Juli 2014   02:30 Diperbarui: 18 Juni 2015   07:06 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Bukan saatnya mengharapkan sosok pemimpin yang terlahir dari sistem demokrasi


Tidak lama lagi, Indonesia kembali akan menyelenggarakan Pemilihan Umum (Pemilu) Presiden 2014. Pemilihan Presiden akan diselenggarakan pada 9 Juli 2014. Bangsa ini sejatinya telah lima kali berganti pemimpin. Namun, kesejahteraan dan pemenuhan hak-hak dasar rakyat belum tercapai sebagaimana diharapkan. Janji kesejahteraan dan perbaikan negara ke arah lebih baik dari para calon pemimpin saat kampanye, berlangsung secara masif. Namun pada realitanya setelah terpilih menjadi pemimpin nomor satu, janji-janji yang mereka obral hanya sebagai slogan kosong saja. Sulit ketika kita menginginkan sosok seorang pemimpin yang benar-benar ideal yang “katanya” akan merubah negri kita ini menuju perbaikan ke arah yang lebih baik selama mencari sosok seorang pemimpin yang dilahirkan dari sistem demokrasi. Tidak akan pernah kalian temui, sampain kapanpun itu!! Mengapa ?

Karena demokrasi terlahir dari ideologi kapitalisme. Pada dasarnya Ideologi kapitalisme menihilkan peran agama dalam konteks penyelenggaraan pemerintahan. Negara diarahkan oleh kepentingan modal (kaum kapitalis) atas nama demokrasi. Karena itu, pemimpin dalam sistem demokrasi sejatinya menjalankan roda pemerintahan bukanlah berdasar keberpihakan rakyat, tetapi untuk kepentingan para elit dan kroni yang berkuasa, termasuk kepentingan pemilik modal. Penyelenggaraan pemerintahan berbasis ideologi kapitalisme melalui modus sistem demokrasi juga menjadikan pemimpinnya abai terhadap nilai-nilai spiritual. Orientasi penyelenggaraan pemerintahan semata-mata bertumpu pada pragmatisme dan keuntungan materialistik. Akibatnya, lahirlah sosok pemimpin yang tidak mempedulikan agama sebagai tolok ukur tatkala menyelenggarakan roda pemerintahan.

Lain halnya dengan sosok seorang pemimpin negara yang lahir dari sistem pemerintahan Islam dengan model Kekhilafahan. Khalifah, kepala negara yang memerintah dalam sistem kekhilafahan Islam, sudah pasti memberikan kesejahteraan serta perbaikan nasib rakyat. Pasalnya, Khalifah wajib menjadi pelayan mengurus kepentingan rakyat. Bila ia melalaikan kewajibannya mengurusi kepentingan rakyat berdasarkan tuntunan syariah, ia dimintai pertanggungjawabannya di hadapan Mahkamah Pengadilan Akhirat kelak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun