Mohon tunggu...
amin idris
amin idris Mohon Tunggu... Wartawan -

Bekerja di perusahaan swasta, gemar menulis, travelling. Sudah beristeri, dengan dua putri dan dua putra.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Bekasi Butuh Pemimpin Yang Bukan Sekadar Mengurusi Perut

7 Juni 2015   21:44 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:17 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada kepincangan yang sangat mencolok dalam pembangunan di Bekasi. Wilayah Bekasi belahan utara dengan potensi ekonomi melimpah justeru menjadi potret kemiskinan yang akut. Sementara pusat-pusat pertumbuhan dan titik-titik kesejahteraan masih terkonsentrasi di kawasan pusat kota dan di tangan kaum elit kota.

Mengapa begitu? KH Abid Marzuki, Ketua Sekolah Tingga Agama Islam, menyebut bahwa persoalan mendasar adalah kepemimpinan. Sejauh ini belum ada pemimpin Bekasi yang bisa memberikan sentuhan seimbang apalagi adil dalam menjalani proses pembangunan ini. Akibatnya kesejahteraan masih terpusat di tengah kota dan di tangan para elit yang tinggal di kota. Sementara masyarakat pinggiran, khususnya yang di belahan utara, menjadi korban-korban pembangunan yang terus bergelut dengan kemiskinan dan kebodohan.

Benarkah wilayah utara Bekasi memiliki potensi kekayaan yang besar? Mari kita hitung dengan cermat. Saat ini ada dua ladang minyak  di utara Bekasi, yakni Blok Tambun dengan kapasitas produksi sebanyak 12.000 sampai 13.000 barel per hari dan yang kedua Blok Pondok Tengah dengan kapasitas produksi sebanyak 1.200 barel perhari. Kekayaan ini berada di urutan ke lima teratas setelah Riau, Kutai Kartanegara, Tuban dan Bojonegoto.

Selain kedua blok itu, menurut catatan H Syamsul Falah M.Ec, wakil ketua DPRD Kabupaten Bekasi, sesunggunya bekasi utara juga memiliki 121 titik yang telah teruji secara seismik dan kini belum dieksplore. Perhitungan total, perut bumi Bekasi bagian utara ini menyimpan kekayaan minyak dan gas sebanyak 196 milyar barel dan 19 BSCR gas. Kekayaan alam ini dikalkulasikan  baru bisa habis dieksplorasi selama 30 tahun.

Selain kandungan minyak, wilayah utara merupakan kawasan yang terdiri dari lahan persawahan. Sepanjang mata memandang tampak hamparan sawah menghijau dengan sistem irigasi yang cukup baik. Dengan pola tanam yang tertata rapih, para petani sawah memiliki dua musim tanam. Dengan kualitas lahan dan pengairan yang baik, tak kurang dari 5 ton padi dihasilkan dari setiap hektarnya. Ada musim panen yang selalu ditunggu dengan susah payah. Ada pesta panen yang selalu bisa menutupi lelah para petani dan keluarganya.

Tapi itu dulu. Kini setelah industri banyak bertumbuh di Bekasi, lahan persawahan justeru menjadi korban pertamanya. Jarak 5 km dari titik eksplorasi minyak itu, lahan pertaniannya tak produktif lagi. Bukan itu saja, tumbuhnya berbagai industri yang merupakan konsekwensi dari pertumbuhan ekonomi, memberi imbas pada persoalan limbah. Aliran limbah ini tentunya akan berdampak ke utara. Daerah utara bekasi memang menjadi daerah paling terdampak dalam pembangunan.

Misalnya tahun 2000 saja, ketika perusahaan tak sebanyak saat ini, ketika limbah industri masih bisa dikontrol dan diawasi dengan ketat, air di wilayah utara ini sudah tak lagi layak untuk kehidupan. Jangankan untuk diminum, untuk bersih mandi dan cuci saja sudah kategori berbahaya. Apalagi kini ketika perusahaan semakin banyak dan pengawasan limbah buang tak lagi berjalan sempurna.

Banjir juga menjadi fakta yang tak bisa dipungkiri. Ingat pada tahun  bekasi di belahan utara adalah wilayah yang paling tinggi dan paling lama terrendam banjir. Saat itu, pemda sempat menggelontorkan dana sebangak Rp 20 miliar sebagai dana penanggulangan banjir, antara lain duntuk perbaikan infrastruktur, pemeliharaan dan pembangunan sarana pengairan, gorong-gorong, sungai dan sebagainya. Tapi itu solusi jangka pendek. Grand desain penanganan drainase di kabupaten Bekasi memang belum pun.

Masalah kemiskinan juga persoalan yang menggelikan alias lucu terdengar. Di kecamatan Babelan, tempat dua titik eksplorasi minyak pertamina yang saat ini sudah menghasilkan tidak kurang dari 10.000 barel per hari, justeru menjadi kecamatan yang paling banyak jumlah orang miskinnya.  DR Harun Al Rasyid menyebut ini hal yang kerap terjadi di banyak daerah.  pengamat lingkungan dari Universitas Islam 45 Bekasi menyebut bahwa kekayaan alam di suatu daerah tenyata memang tidak serta merta bisa memberi kesejahteraan kepada masyarakat sekitarnya. Karena ini menyangkut persoalan menejemen pembangunan, persoalan pemimpin di suatu daerah.

Maka potret masyarakat Bekasi belahan utara adalah masyarakat yang masih penuh dengan kisah pilu kemiskinan dan keterbelakangan. Dari 2,7 juta penduduk bekasi, masih ada sekitar 111.300 orang yang berada di level miskin, masih tercatat ada 220 sekolah yang perlu mendapat perhatian untuk diperbaiki, ada 16.000 anak putus sekolah, ada 1.300 anak yang menderita gizi buruk. Belum lagi mereka yang terdeteksi mengidap ,penyakit menular, lefra, atau HIV.

Dari sisi produksi lahan persawahan, juga amat memprihatinkan. Sebagai bentengnya masyarakat desa, sarana irigasi pertanian di utara sudah kategori buruk, akibatnya petani penggaran dan para pemilik sawah merugi. Konsekwensinya, tumbuh alih fungsi lahan baik dalam bentuk perumahan maupun kavling-kavling liar. Ini berdampak pada munculnya persoalan tata ruang yang semakin buruk.

Selain air bersih yang masih menjadi problem, masalah ketenagakerjaan juga bisa dikatakan sebagai persoalan darurat. Meski ada 3000 perusahaan yang dumbuh di Bekasi, tapi daya serap tenaga kerjanya masih belum optimal. Tak kurang dari sekitar 100.000 orang usia produktif kini tidak memiliki pekerjaan alias pengangguran.

Sepintas memang masih belum masalah karena proses pembangunan masih berjalan. Ini karena ditopang oleh APBD di Pemerintah Kabupaten Bekasi yang terus meningkat, yakni Rp 4 Trilyun pada anggaran 2013 yang terdir dari pajak, bagi hasil pajak, migas dan bagi hasil migas, Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Alokasi Umum (DAU). Sementara Pendapatan Asli Daerah (PAD) pun meninggat mencapai Rp 1 trilyun. Dana inilah yang masih bisa menggerakkan ekonomi dan pembangunan. Namun tanpa ada langkah strategis pembangunan di Bekasi, maka akan sulit mewujudkan keseimbangan pembangunan antara utara dan pusat kota.

Dalam realitas pahit seperti ini, rakyat Bekasi harus cerdas memilih pemimpin pada tahun 2017 kelak. Seperti yang sering dikatakan KH Abid Marzuki, tokoh masyarakat Bekasi, rakyat punya pilihan, apakah kelak pemimpinnya hanya hanya ngurusin perut atau mau naik ke level yang diatas perut, yakni hati. Hanya pemimpin yang punya hatilah yang kelak bisa membangun Bekasi secara berimbang. (Amin Idris)

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun