Mohon tunggu...
amin idris
amin idris Mohon Tunggu... Wartawan -

Bekerja di perusahaan swasta, gemar menulis, travelling. Sudah beristeri, dengan dua putri dan dua putra.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Abid Marzuki; Membangun Kembali Peradaban Ukhrowi

16 Maret 2015   11:17 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:35 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Peradaban matrialistik semakin menggeser visi ukhrowi umat Islam saat ini. Orang hanya terlena pada ukuran sukses secara materi. Sisi ukhrowinya semakin tersisih ke belakang. Padahal konsep kehidupan Islam adalah keseimbang antara duniawi dan ukhrowi. Inilah bentuk kehidupan paling ideal yang perlu dibangun kembali dikalangan umat islam saat ini

Akhir ini semakin banyak orang yang hidupnya hanya memikirkan duniawi saja. Bangun pagi, yang dipikirkan mencari uang. Sepanjang pagi siang dan malam hari, kesibukannya hanya untuk urusan uang. Sampai menjelang tidur, aktivitasnya semata-mata untuk kepentingan uang. Uang telah menjadi satu-satunya harapan. Karenanya dia diburu dan dikejar sampai mengerahkan semua kekuatan fisik dan logikanya. Dengan uang, mereka berfikir bisa mengatasi semua persoalan hidupnya.

Di tempat bisnis, semua fokus dan perhatiannya bagaimana meciptakan untung materi sebesar-besarnya. Seakan tidak ada dimensi “untung” dalam perspektif lain. Seorang birokrat, orientasinya juga pada persoalan gaji dan objekan semata. Seorang politikus, mempertaruhkan perjalanan karir politiknya ujung-ujungnya untuk uang. Hidup menjadi sangat matrialistik. Berapa rumah dimiliki dan seberapa mewahnya, berapa mobil telah dimiliki dan seberapa mewahnya, berapa saham dimiliki, deposito, dan kemana mengisi liburan dengan tingkat kemewahan. Ini semua menjadi mimpi sekaligus prestise.

Realita ini bisa jadi akan mengakar pada generasi selanjutnya. Pasalnya, mereka memilihkan sekolah untuk anaknya juga dengan pertimbangan uang. Masuk di sekolah pavorit, berteman dengan orang orang pavorit, kelak kuliah di jurusan pavorit. Untuk apa? Kelak agar anaknya bisa gampang dapat kerja, mudah membangun bisnis dan sebagainya. Bisa dipahami kalau kemudian pada fakultas-pakultas agama saat ini semakin sedikit mahasiswanya dibandung fakultas-fakultas sains, teknologi dan kedokteran.

Akibatnya, semakin banyak tindakan orang saat ini yang berbuat apa saja, melakukan apa saja tanpa ada lagi pertimbangan ukhrowi. Semua hanya dengan pertimbangan perut, menumpuk kekayaan dan harta berlimpah yang jadi ukuran. Apakah mereka mendapatkan kebahagiaan dengan itu semua? Nyatanya, semakin banyak orang yang menderita ditengah timbunan harta, terjerumus ke dalam kebiasaan sesat ditengah kehidupan glamour.

Kunci Sukses

Islam tidak melarang orang memiliki harta. Islam tidak melarang orang menjadi kaya. Tapi yang menjadi inti ajaran Islam adalah keseimbangan, dunia dan akhirat. Gapai suksesmu di dunia setinggi-tingginya, tapi akan bahagia jika anda juga menggapai sisi ukhrowi setinggi-tingginya. Itulah Islam, fiddunya hasanah dan fil akhiroh hasanah. Sukses di dunia dan sukses di akhirat. Seorang muslim tidak pernah memisahkan dunia dan akhirat. Dunia adalah jalan atau bekal menuju akhirat.

Ada sebuah ukuran sukses yang dirumuskan oleh Imam Ibn Qoyyim; mahabbah kepada Allah. Menurutnya, cinta kepada allah bagaikan api didalam diri kita, membakar semua cinta kita kepada selain dari Allah. Cinta kepada anak dan isteri, cinta pada harta dan kekayaan, cinta kepada kesenangan kesenangan tidak mengalahkan cinta kepada Allah. Bahkan cinta kepada Allah bisa membakar semua kecintaan pada semua itu. Saat itulah seseorang akan menemukan makna hakiki dari kata sukses.

Cinta kepada Allah merupakan energi yang harus dibangun untuk mencapai kebahagiaan dalam dua dimensi, duniawi dan ukhrowi. Bahwa seseorang memiliki masa lalu yang kelam, punya banyak kesalahan dan dosa, itu adalah realitas yang dialami hampir semua orang. Karenanya, masih menurut Ibn Qoyyim, mahabbah kepada Allah juga membangun prilaku taubah secara optimal. Karena itu, dalam dimensi yang lain, kunci sukses seseorang adalah ketika dia bisa melakukan pertaubatan secara optimal. Sesuai dengan janjinya, Allah pasti mengampuni hambanya yang bertaubat. Maka, pertaubatan dalam diri seorang muslim hendaknya terjadi setiap waktu dan setiap saat sebagai jalan menemukan kesuksesan dunia dan akhirat.

Orang-orang yang telah memiliki api cinta kepada Allah atau orang-orang yang melakukan pertaubatan setiap saat, adalah orang-orang yang sukses. Mereka pasti menjadi orang-orang pilihan, sukses dunia dan akhirat. Orang orang seperti inilah yang berpeluang menjadi orang yang dicintai Allah.

Ada sebuah kisah dari sebuah hadits Qudsi. Keetika Allah mencintai seorang hamba, Allah memanggil Jibril dan berkata, “Wahai Jibril, aku mencintai fulan”. Allah pun memerintahkan pada Jibril untuk mencintai si fulan itu dan tentunya Jibril mencintainya. Kemudian Jibril pun mengumumkan ke seantero jagat langit bahwa Allah telah mencintai fulan. Dan Jibril pun menyerukan kepada penghuni jagat langit itu agar fulan. Maka seluruh penghuni langit dan seantero jagat raya pun mencintainya. Begitulah ketika Allah mencintai seseorang, maka seluruh alam semesta akan mencintainya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun