Mohon tunggu...
amin idris
amin idris Mohon Tunggu... Wartawan -

Bekerja di perusahaan swasta, gemar menulis, travelling. Sudah beristeri, dengan dua putri dan dua putra.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Antara Pengobatan Tradisional dan Western

2 Februari 2015   06:46 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:58 922
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dari percakapan dr. Hardi Pranata Sp.S MARS dengan Amin Idris

Pengobatan Tradisional atau Pengobatan Alternatif atau Pengobatan Komplementer, atau apapun namanya merupakan bagian tak terpisahkan dalam persoalan kesehatan. Karenanya, dalam Undang undang no 36 tahun 2014 pemerintah memberikan posisi yang sangat jelas dan strtategis. Bahkan di dalam Peraturan Pemerintah No 103 tahun 2014 diatur secara lebih detai mengenai Pelayanan Kesehatan Tradisional. “Intinya, undang-undang dan peraturan pemerintah ini dimaksudkan untuk menjadikan pengobatan tradisional lebih baik lagi di masa yang akan datang,” kata dr. Hardi Pranata.Sp.S MARS.

Sebagai Ketua Umum Perhimpunan Dokter Herbal Medik Indonesia (PDHMI) yang juga dokter pribadi/tim dokter kepresidenan RI ini, dr Hardi memang dikenal sebagai dokter yang memberi perhatian khusus pada pengobatan tradisional. Ini sesuatu yang langka sekaligus sebuah kehormatan bagi dunia pengobatan tradisional dari seorang dokter medis. Berikut hasil perbincangannya di ruang prakteknya di Paviliun Kartika RSPAD Jakarta seputar pengobatan tradisional China yang banyak berkembang di Indonesia saat ini dengan Amin Idris yang sekaligus merangkumnya.

***

Ketertarikan saya pada pengobatan tradisional China membawa saya beberapa kali berkunjung ke Tiongkok untuk belajar dan juga untuk berhubungan dengan para dokter dan para profesor, antara lain dari Beijing Traditional Chinese Medicine dan Nanjing Tradisional Chinese Medicine serta beberapa lagi yang lain. Mereka mengembangkan tradisi pengobatan yang bersumber pada akar budaya mereka sendiri yang beribu tahun silam dilaksanakan. Sebagai sebuah seni, pengobatan ini menarik bagi saya, meskipun saya seorang dokter spesialis yang berbasis pada western medicine.

Teknik pengobatan tradisional China dan pengobatan medis Barat yang dikenal selama ini memiliki perbedaan yang amat mendasar. Mulai dari teknik diagnosisnya sampai pada bentuk-bentuk penanganannya terhadap penyakit. Yang paling fundamental, yakni filosofis pengobatannya, juga berbeda. Perbedaan itu antara lain dalam mendefinisikan penyakit, dalam melihat sebab musabab penyakit, dan dalam melakukan teknik penanganan terhadap orang sakit. Karena itu dua model pengobatan ini, pengobatan yang berbasis western medicine dan pengobatan yang berbasis traditional medicine,harus diberi wadah sesuai dengan sudut pandang masing-masing.

Perbedaan pengobatan yang berbasis tradisi dengan pengobatan yang dikembangkan dalam dunia kedokteran Barat antara lain terletak pada pandangannya terhadap penyakit atau filosofi tentang penyakit. Dalam kedokteran Barat penyakit dipahami sebagai gangguan yang terjadi pada organ tertentu. Itulah penyakit. Sementara dalam pengobatan tradisional, dalam hal ini Tradisional China, penyakit itu adalah sebuah gangguan keseimbangan. Misalnya keseimbangan yin dan yang atau adanya gangguan harmoni pada Lima Unsur. Karena ketidak seimbangan itulah maka muncul gangguan pada kesehatan alias penyakit.

Tidak hanya pada pengobatan tradisional China, beberapa model pengobatan lainnya seperti Ayurveda dari India, Kempo dari Jepang, atau yang dari Korea, dari Arab yang dikenal dengan Tibbun Nabi, sudah pasti memiliki landasan filosofi sendiri-sendiri. Bahkan setiap suku bangsa memiliki tradisi dan budaya pengobatan masing-masing. Di Indonesia misalnya, selain dikenal dengan ramuan jamu, juga ada seni pijat kesehatan atau kerokan. Sejak jaman dahulu, para orang tua telah mengenal pijat, kerokan dan jamu sebagai media pengantar kesembuhan. Bahkan seseorang bisa mendapat kesembuhan dari sekadar diberikan segelas air putih setelah diberikan doa-doa atau jampi-jampi. Sesuai namanya, jamu berasal dari kata “jampi lan usodo” artinya doa-doa dan pengobatan.

Sayangnya dari sisi regulasi ragam model pengobatan ini belum ditata secara singkron dan harmoni. Berbagai pihak saling klaim kebenaran sendiri-sendiri. Dokter menghakimi sinshe, sebaliknya sinshe menuding arogansi para dokter. Belum lagi dimana-mana banyak praktik menyesatkan berkedok pengobatan. Mereka mengaku sebagai para pengobat tapi tujuannya hanya untuk memeras orang yang sakit, menipu, dan menjalani praktik gadungan.

Akibatnya para pengobat tradisional yang terstruktur dan berdasarkan keahlian yang dapat dipertanggungjawabkan terkena imbasnya. Mereka merasa mendapatkan perlakuan tidak adil, harus menerima penilaian dari sudut pandang berbeda. Mereka dihakimi oleh satu institusi yang berbeda filosofinya, berbeda sudut pandangnya, dan tentunya berbeda pendekatannya. Ini jelas tidak bijaksana.

Dalam hal penilaian misalnya, tentunya harus dilakukan secara adil. Menilai pengobatan tradisional China harus menggunakan sudut pandang dan filosofi pengobatan itu. Seorang dokter bukan kapasitasnya menghakimi sinshe. Begitu juga sebaliknya, sinshe tidak boleh menghakimi dokter. Masing-masing harus berjalan berdasarkan disiplin ilmunya sendiri-sendiri serta memberi penilaian berdasarkan basis keilmuannya sendiri pula. Para pakar yang berbasis kedokteran medislah yang memiliki kapasitas untuk menilai para dokter medis dengan segala problematikanya. Begitu juga para pakar Traditional Chines Medicine inilah yang berhak menilai para sinshe dalam menjalankan profesinya. Tentunya dengan disiplin keilmuan yang terstruktur.

Kalau seorang dokter menganggap hanya dokterlah yang bisa memberi kesembuhan, jelas tidak bijaksana. Karena nyatanya masih ada orang sakit yang dapat disembuhkan oleh sinshe, pengobat traadisional dan sejenisnya. Sebaliknya seorang sinshe juga tidak boleh mengklaim dia bisa menyembuhkan satu penyakit yang memang tidak ada dalam akar tradisi pengobatannya.

Sebagai contoh seseorang yang didiagnosa oleh dokter menderita Hepatitis (infeksi hati) dan mendapat pengobatan sesuai indikasinya, tentu berbeda dengan terminologi lima unsur pada TCM yang salah satu unsurnya adalah hati yang tentu pengobatannya dari aspek gangguan keseimbangan lima unsur tersebut.

Hal lain adalah yang terkait dengan parameter kesembuhan. Seorang sinshe yang menangani pasien diabetes atau kencing manis, parameter kesembuhannya tidak sama dengan parameter yang dipakai di dunia medis barat. Seorang yang kena diabetes, ditangani sinshe, bisa dikatakan sembuh jika dia tidak mudah lagi masuk angin, atau jika dia bisa tetap bersemangat dan kuat mejalani aktivitas hariannya meskipun belum tentu kadar gulanya telah turun ke posisi normal atau tidak. Sedangkan di kalangan medis Barat penderita kencing manis baru dikatakan sembuh dari kencing manis jika kadar gula darahnya bisa dijaga terus pada posisi normal. Dokter medis memiliki kompetensi untuk mengukur kadar gula darah seseorang.

Hal ini termasuk dalam penanganan kanker dan tumor. Selain sangat erat kaitannya dengan ukuran atau stadium kankernya, juga ada parameter kesembuhan yang berbeda antara model pengobatan China dengan Barat. Dalam pengobatan China, pasien kanker yang sudah usia lanjut atau yang sudah pada stadium lanjut kategori kesembuhannya ada pada tingkat survivalnya dan pada sukses meminimalisir metastasinya, atau mengurangi rasa sakit atau efek buruk yang terjadi akibat pemberian obat-obat kemo misalnya.

Sesuatu yang berbeda tidak selalu melahirkan pertentangan. Di China, dua model pengobatan yang memiliki banyak perbedaan mendasar ini terbukti bisa diharmonisasikan menjadi satu model pengobatan kombinasi yang sangat baik. Di sebagian besar rumah sakit di China terdapat dokter yang bekerjasama dengan sinshe, ada apotek yang menyediakan obat-obat herbal selain yang berbasis western medicine. Mereka menjadi satu tim untuk melayani masyarakat yang sakit.

Saya saksikan sendiri di Nanjing, ada RS kanker yang menjalani pengobatan pasien dengan tim dokter yang terdiri dari dokter western medicine dan tradisional medicine. Kedua keahlian ini berada dalam satu tim untuk memberi kesembuhan maksimal kepada pasiennya, baik dari sudut pandang TCM maupun dari dari para dokter berbasis western medicine.Tentunya mereka sama-sama mematuhi beberapa parameter yang standar. Misalnya stadium di-judge oleh dokter western termasuk diagnosa dan sitologis, sedangkan terapinya didiskusikan bersama, termasuk menentukan obat yang dapat diberikan. Bisa saja obatnya menjadi kombinasi antara obat medis dan obat TCM (biasanya jamu godogan).

Sejauh ini obat-obat TCM telah terbukti bisa meminimalisir efek buruk kemoterapi, meminimalisir rasa sakit, mengurangi kerontokan rambut pasca menjalani kemoterapi. Orang yang menjalani kemo biasanya mengalami kerontokan rambut, kulit menghitam karena kering, badan menjadi kurus, muntah-muntah. Dengan pengobatan tradisional simptomik bisa dikurangi.

Apa yang dilakukan dalam pengobatan Kombinasi yang saya kenal di China sesungguhnya sebuah upaya untuk mengadopsi model pengobatan ini. Namun memang di Indonesia pengobatan ini belum memiliki hasil optimal karena belum ditunjang oleh regulasi pemerintah yang sejalan. Meski begitu saya yakin kelak di Indonesia memungkinkan untuk dilakukan hal ini,asal sesuai dengan ketrampilan masing-masing dan diakui sertifikasinya. Di sinilah letak strategisnya undang undang kesehatan dan permennya baru keluar Desember tahun lalu.

***

Di Indonesia, ada semangat untuk mengintegrasikan semua model pengobatan yang berkembang, termasuk pengobatan yang berbasis pada akar budaya suatu bangsa maupun lokal. Kalau selama ini ada model pengobatan kombinasi atau pengobatan terintegrasi, tapi belum optimal, itu bisa dimaklumi karena payung hukumnya memang belum menjangkau. Tapi kini semangat itu sudah bisa dilihat dari disahkan UU No 36 tahun 2014 Tentang Kesehatan dan PP No 103 Tentang Pelayanan Kesehatan Tradisional.

PP itu mengatur banyak hal mengenai kesehatan tradisional. Salah satunya mengenai layanan kesehatan tradisional yang meliputi tiga klasifikasi, yakni layanan kesehatand tradisional empiris, layanan kesehatan tradisional komplementer dan layanan kesehatan tradisional integrasi. Sumber daya kesehatannya, yang disebut di dalam PP ini sebagai penyehat tradisional diklasifikasikan menjadi penyehat tradisional yang ketrampilannya diperoleh dari turun temurun atau pendidikan nonformal dan penyehat tradisional yang ketrampilannya diperoleh dari jenjang pendidikan formal, minimal diploma-3.

Di dalam PP ini juga diatur beberapa larangan seperti larangan bagi penyehat tradisional menggunakan alat-alat kedokteran. Namun pada pasal 24 ayat 2 peraturan ini memberikan ruang kepada tenaga kesehatan tradisional untuk menggunakan alat kedokteran dan penunjang diagnistik kedokteran sesuai dengan mdetode, kompetensi dan kewenangannya.

Intinya, seluruh ahli yang membuka praktek pengobatan tradisional tidak akan keluar dari tiga kriteria itu. Mereka adalahdokter yang telah didik pengetahuan tradisional tertentu, atau mereka yang telah belajar pendidikan ilmu kesehatan nonmedik, seperti ilmu jamu, herbal, fisioterapi, ahli gizi, akupunktur dan sebagainya. Atau mereka yang ahli berdasarkan kemampuan warisan tapi yang terstruktur dan teruji. Semua harus melewati uji kompetensi di bidang masing-masing yang dilakukan oleh para pakar yang sesuai dengan kompetensi pada bidangnya.

Tidak ada alasan seorang dokter takut bersinergi dengan sinshe atau pengobat tradisional lainnya. Atas dasar pertimbangan itu, mimpi membangun model pengobatan terintegrasi, atau apa yang di China disebut sebagai model pengobatan kombinasi, bisa segera diwujudkan. Selama ini belum ada rumah sakit kombinasi di Indonesia karena selain pengobatan tradisional belum terstruktur, para dokter pun seringkali berlebihan sikap seakan hanya mereka yang berhak memberi pengobatan. Padahal baik dokter maupun sinshe atau pengobat alternatif lainnya sesungguhnya memiliki sasaran yang sama yaitu ingin memberi kontribusi bagi kesembuhan pasien.

Di bawah payung hukum ini pula, para praktisi pengobat tradisional mempunyai peluang untuk mempelopori berdirinya RS kombinasi, sebuah model pengobatan bentuk sinergi antara yang tradisional dan yang western. Apalagi saat ini, hampir di semua universitas negeri telah dibuka jurusan keahlian TCM dengan jenjang jenjang strata-1, 2, sampai 3. Dengan kompetensi seperti ini maka bukan hal sulit untuk melahirkan model pengobatan kombinasi di Indonesia.

Untuk masuk ke dalam spektrum ini, para praktisi tenaga kesehatan tradisional ini akan membangun kolegium. Kalau di kalangan profesi dokter Barat selama ini ada kolegium kedokteran, para tenaga kesehatan tradisional yang memiliki data empirik dapatmendirikan kolegiun kesehatan Indonesia. Di dalamnya ada para pakar pengobatan yang kompeten dan terstruktur di bidang Bio Medis, Bio Kultural atau dari jenjang ketiga, yakni para pengobat yang kompetensinya bersumber dari peninggalan orang tua atau keluarga leluhur mereka. Selama terstruktur dan memiliki datayang jelas, setiap pengobat tradisional berhak mendapat pengakuan dan terwakili secara sah di kolegium ini. Dari sinilah upaya menyatu-atapkan pengobatan di tanah air akan terwujud.

***

Bagi saya, herbal atau apa yang disebut pengobatan tradisional adalah akar budaya yang mewarnai pertumbuhan. Sebelum saya jadi dokter, saya menjadi anak yang sehat dengan bantuan obat-obat atau praktik tradisonal. Sebagai anak kecil di masa itu, setiap kali saya kelelahan sehabis main layang-layang, atau saat saya kehujanan atau setelah saya mengalami gangguan kesehatan, nenek saya selalu menyebutnya saya masuk angin. Dalam pengobatan China, angin merupakan salah satu zat fundamental dalam tubuh yang bisa menyebabkan sakit.

Perlakuan yang saya terima antara lain kerokan, atau pada bagian dada dan punggung saya dilumuri minyak yang sudah dicampur dengan munyak telon dan bawang merah. Seketika saya sembuh. Selain itu, setiap tahun darah saya dibersihkan dengan meminum temu ireng dan brotowali. Ada juga pencucian perut dengan meminum minyak jarak. Ritual itu terus dilakukan sebagai sebuah tradisi.

Nyatanya anak-anak yang sejaman dengan saya tidak ada yang mengidap penyakit alergi, autis, asma dan sebagainya. Itu bisa jadi karena suasana lingkungan yang baik pada masa itu, ataubisa juga karena ada faktor lain sebagai akibat dari praktek kerokan, bawang putih, bawang merah, cuci perut, atau cuci darah. Pengobatan tradisional yang berbasis herbal seperti ini sesungguhnya bisa dikatakan sebagai upaya mempertahankan kondisi sehat setiap orang.

Kalau dengan pendekatan sederhana itu terbukti bisa memberi kesembuhan, apalagi saat ini ketika ilmu pengetahuan dan teknologi bidang kesehatan sudah sangat maju tentunya akan lebih banyak memberi kontribusi lebih baik lagi bagi dunia kesehatan. Praktisi kesehatan tradisional bisa membangun profesionalitasnya, para dokter medis pun bisa menambah pengetahuannya lebih luas termasuk ke bidang tradisional.

Sering kali kalangan pengobat tradisional mendapatkan pertanyaan, apakah ramuan mereka bisa menyembuhkan? Kesembuhan itu, menurut saya, esensinya adalah milik Tuhan, sehingga ramuan yang diberikan kepada pasien dengan aura dan pancaran serta doa positif, maka akan melahirkan hasil yang positif, yakni kesembuhan. Dalam sebuah penelitian di Jepang air putih dengan doa-doa membuat struktur molekulnya menjadi tertata sangat baik. Sebaliknya bila air itu dicerca, dihujat dan dimaki, struktur molekul airnya menjadi tidak beraturan. Disinilah misteri kesembuhan itu.

***

Pendekatan seorang dokter pada pasien berbeda-beda. Itulah letaknya seni pengobatan. Di klinik saya, klinik syaraf di Depok, pasien datang dari banyak daerah yang jauh. Dari Papua, Pontianak, Medan, Aceh, Manado, Gorontalo dan berbagai daerah lain yang jauh. Kenapa mereka mencari saya, padahal obat yang saya berikan biasa-biasa saja yang mungkin diberikan juga oleh dokter lain? Kalaupun dibilang ada kelebihan, saya memang mengkombinasikannya dengan beberapa ramuan herbal, ada juga saya berikan akupunktur. Inilah sebuah kombinasi atau sebuah kreativitas seni seorang pengobat. Jadi sebagai seorang dokter saya mengkombinasikan disiplin ilmu pengobatan saya dengan herbal. Ini adalah tindakan individual. Ini adalah art, suatu seni pengobatan.

Ada juga faktor sugesti. Misalnya, ada pasien yang dari rumah dalam keadaan sakit. Baru masuk ke lokasi klinik sudah merasa enak, ketemu saya terus merasa sudah sembuh. Padahal belum saya berikan apa-apa. Inilah sebuah kelebihan individual seorang dokter yang berbeda secara pribadi.

Maka itu di dalam kamar praktik saya, saya tulis di sebuah motto “Kesembuhan Berawal dari Keyakinan dan Kemauan.” Kalau tidak yakin kepada dokter A atau kepadasinshe B misalnya, ya tidak perlu datang, karena 50 persen kesembuhan itu ada pada keyakinan seseorang dan 50 persennya lagi dari kemauannya untuk berobat.

Sisi lain lagi misalnya seorang dokter tahu bahwa respon setiap komposisi dan dosis obat akan berbeda pada setiap pasiennya. Pastinya, orang yang tua dan yang muda, yang gemuk dan yang kurus, tidak memiliki kesamaan respons dari obat yang sama. Tapi umumnya dokter memberikan resep obat yang tidak terlalu spesifik berbeda terhadap satu kasus penyakit yang dikelompokkan sama. Tapi kenapa bisa sembuh juga?

Setiap pasien di dunia ini berbeda. Anggaplah pasien stroke, penyebabnya bisa berbeda. Ada yang karena kencing manis, karena penyakit jantung dan sebagainya. Begitu juga dalam hal usia, ada yang stroke dalam usia 60 tahun atau yang sudah diatas 70 tahun. Maka mengapa mereka bisa sembuh ketika diberikan obat yang relatif sama? Jadi ada sumber lain yang mengantarkan kesembuhan itu.

Hal yang sama juga yang dipraktikkan seorang sinshe. Dengan memberi komposisi ramuan dari dosis yang general, seseorang bisa sembuh. Disinilah letaknya sugesti yang disebut juga sebagai seni pengobatan. Dimensinya sudah bukan lagi sekadar pengobat, tapi ada hal-hal lain yang bersifat spiritual yang menjadi back-up praktik setiap pengobat. Itu terjadi pada sebagian besar pengobat. Karena itu, diperlukan kesadaran bahwa apa yang dilakukan hanya sebuah jalan antara seorang dokter dan pasiennya menuju kesembuhan. Tidak hanya dokter, tapi siapapun dengan keahlian khusus dibidang pengobatan pasti akan menemukan jalan kesembuhannya jika antara si pengobat dan pasiennya berada pada “frekuensi” yang sama. ***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun