Marak dan masifnya pembagian sembako menjelang Pilkada DKI putaran kedua oleh kontestan, benar-benar mencoreng demokrasi di tanah air. Media Tempo.co berhasil melacak salah satu sumber pemasok sembako tersebut.
Billy Haryanto yang merupakan pedagang beras di Pasar Induk Cipinang, mengaku mengirim 1000 ton beras ke kubu pasangan petahana Ahok–Djarot. Beras yang dikemas bersama sembako lainnya itu, lalu dikemas menjadi ribuan paket dan telah disebar ke pemilih di berbagai wilayah di Jakarta.
Pemesanan beras itu, diantaranya melalui seorang legislator dari PDIP. Hal itu bersesuaian dengan foto-foto dan video rumah dinas salah satu anggota DPR dari PDIP yang menjadi viral di media sosial karena tertangkap basah tengah dipenuhi tumpukan berkarung-karung beras.
Billy menyebutkan, selain beras yang diberikan atas nama transaksi jual beli, beliau pribadi juga ikut menyumbang sebanyak 30 ton. Dia menganggap sumbangan itu semacam “CSR” dari dirinya sebagai pengusaha kepada penguasa.
“Itu sejak putaran kedua karena kami dimintai tolong”, ujar Billy.
“Kalau enggak, bisa kualat. Sebenarnya, siapa pun pemimpinnya, kami sumbang. Dari dulu. Kalau Anies Baswedan minta pun kami sumbang, tapi dia tidak minta. Kami pengusaha cari aman saja”, imbuh Billy.
Terungkapnya secara gamblang, siapa pemasok dan siapa pemesan, tentu membuat kubu Ahok-Djarot “speechless”. Semua bantahan mereka selama ini tentu menjadi kurang berarti karena tidak bersesuaian dengan fakta yang ada.
Jakarta sebagai ibukota Negara semestinya menjadi barometer bagi perkembangan demokrasi di Indonesia. Sungguh mengejutkan, bagaimana mungkin bisa terjadi di DKI yang setiap Pilkada “dipelototin” oleh begitu banyak pihak. Bukan hanya hanya LSM tapi juga berbagai media asing, dan terutama para aparat berwenang dari berbagai institusi. Mengapa masih ada saja pihak yang begitu berani melanggar hukum, bahkan secara vulgar melakukan "money politic".
Hal inilah yang juga membuat kubu Anies-Sandi menjadi “speechless”.
"Seperti yang sudah-sudah, jika Bawaslu tetap tidak mau memproses laporan tersebut, kami akan melaporkannya kepada Tuhan saja. Biar nanti manajemen Tuhan yang memproses," ucap Wakil Ketua Tim hukum dan advokasi Anies-Sandi, Yupen Hadi.
Mengapa cara kampanye dengan pola bagi-bagi sembako masih menarik?.
Tipisnya perbedaan suara kedua pasangan calon, bahkan ada satu calon yang di banyak survey disebut-sebut akan kalah tipis. Hal ini bisa menimbulkan godaan untuk menghalakan segala cara. Suara yang masih sangat mungkin direbut terutama dari kalangan masyarakat pragmatis. “Swing voters” dari masyarakat miskin dan kurang terdidik ini, besar peluangnya untuk direbut dengan cara memberikan sesuatu yang bersifat materi dan bisa dinikmati langsung. Di sisi lain, cukup dominan kalangan menengah atas dan terdidik di DKI. Mereka umumnya sudah memiliki pilihan berdasarkan pertimbangan rasional dengan mencermati kapabilitas, kredibilitas, dan program yang disampaikan para kandidat terutama pada saat debat antar calon.
Bagi Sembako, dongkrak atau lorotkan suara?
Adanya aktifitas bagi-bagi sembako gratis oleh calon ke kalangan masyarakat pragmatis bisa jadi cukup efektif. Sebagian dari kaum miskin dan kurang terdidik kemudian terpincut dan memutuskan memilih pasangan yang memberi sesuatu. Namun belum tentu juga semuanya, ummat muslim yang beriman sekalipun miskin, tentu lebih nyaman memilih calon yang seiman dengan mereka. Di sisi lain, kalangan menengah atas dan terdidik, tentu terusik dengan perbuatan culas calon yang melakukan money politic tersebut.
Mereka yang awalnya percaya pada kredibilitas calon tersebut yang disebut-sebut jujur dan anti korupsi, tentu akan melihat fakta sebaliknya. Ternyata calon yang tadinya mereka idolakan, tidak sebaik yang selama ini dicitrakan. Hal ini akan memunculkan sikap antipati, pemilih rasional boleh jadi justru akan memilih calon lain yang tidak curang. Minimal mereka akan memutuskan untuk golput saja karena kecewa. Walhasil, tambahan perolehan suara dari kalangan pragmatis akan dibarter dengan hengkangnya suara dari kelompok rasional yang muak terhadap watak asli calon yang tadinya hendak mereka pilih. Dengan demikian, bagi-bagi sembako yang boleh jadi akibat kepanikan calon yang merasa akan kalah, tidak akan menambah suara, tapi justru akan memperdalam tempat jatuhnya.
Sumber:
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H