Mohon tunggu...
Rizal Amri
Rizal Amri Mohon Tunggu... -

Pengamat barang kerajinan dan rajin mengamati peristiwa politik

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Saktinya Reklame di DKI, Nunggak Retribusi dan Iklankan Rokok, Satpol PP Tak Berani Gusur

27 September 2016   10:17 Diperbarui: 27 September 2016   11:07 1394
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Persoalan yang membelit Jembatan Penyeberangan Orang (JPO) yang ambruk di Pasar Minggu Jakarta Selatan, ternyata tak sekadar masalah konstruksi saja. Terdapat beberapa pelanggaran terhadap Peraturan Daerah DKI terkait papan reklame yang dipasang pada JPO tersebut. Mulai dari izin teknis, pelanggaran konten iklan, pembayaran restribusi, kelalaian dalam perawatan dan lain-lain.

Wakil Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Sigit Wijatmoko, mengakui masalah utama robohnya Jembatan Penyeberangan Orang (JPO) Pasar Minggu, Jakarta Selatan, adalah karena pemasangan reklame di tempat yang tak semestinya.

Menurut Sigit, Dishub DKI sebenarnya tidak pernah memberi rekomendasi adanya reklame di JPO tersebut. "Kami tidak pernah memberikan rekomendasi teknis untuk pemasangan reklame di bagian tersebut," kilah Sigit kepada media.

Menurutnya, izin pemasangan reklame di JPO hanya disarankan di bagian gelagar saja, atau di bawah. Pemasangan di pagar bagian atas tak disarankan, karena JPO tak pernah diuji menahan terpaan angin dalam kondisi ekstrem dengan sesuatu yang menempel di pagar jembatan.

Sigit menyalahkan pihak Bidang Pemanfaatan Aset BPKAD DKI Jakarta yang tak pernah meminta rekomendasi dari pihak Dishub terkait pemasangan reklame tersebut. "Jadi kami tak pernah mengeluarkan rekomendasi teknis terkait pemasangan reklame di JPO Pasar Minggu," ujar Sigit.

Selain itu, umur jembatan dan kurangnya perawatan juga diduga menjadi penyebab robohnya jembatan di Pasar Minggu. Sigit mengakui, umur JPO di Pasar Minggu sudah 14 tahun dan perawatan terakhir dilakukan oleh Sudinhub Jakarta Selatan pada tahun 2012. Padahal usia maksimal JPO adalah 10 tahun.

"Kami sebenarnya sudah mengirim surat untuk merekomendasikan penggantian dan pembuatan JPO baru di Pasar Minggu itu," kata Sigit.

Permohonan sudah dilakukan sejak Januari 2016 lalu. Tapi sampai JPO itu roboh, belum juga ada persetujuan.

Sigit juga mengungkap hal yang mengejutkan, reklame di JPO Pasar Minggu itu terakhir membayar retribusi reklame pada tahun 2010 ke Dinas Pelayanan Pajak DKI Jakarta. Jika jangka waktu izin adalah dua tahun, maka reklame itu telah menunggak selama empat tahun.

Salah satu reklame yang menjadi penyebab ambruknya JPO itu adalah iklan perusahaan rokok Sampoerna yang terpasang memanjang nyaris menutup jembatan penyeberangan itu. Billboard berisi iklan rokok tersebut jelas melanggar Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2015 tentang Larangan Penyelenggaraan Reklame Rokok dan Produk Tembakau pada Media Luar Ruang yang sudah berlaku sejak 1 Januari 2016. Peraturan tersebut ditandatangani Gubernur DKI Basuki Tjahaya Purnama setahun yang lalu.

Ketua Forum Warga Kota Jakarta (FAKTA) Azas Tigor Nainggolan mengungkap bahwa pelanggaran reklame rokok di Ibu Kota tidak hanya di Pasar Minggu. Tigor mencontohkan videotron yang ada di pertigaan antara Lapangan Banteng, Gereja Katedral dan Masjid Istiqlal di Jakarta Pusat. Meskipun tidak langsung mengiklankan rokok, videotron itu menampilkan nama dan warna yang identik dengan produk rokok.

Adanya banyak pelanggaran tersebut sebenarnya sudah diketahui Pemprov DKI. Pihak Dishub, menurut Sigit, sudah berulang kali memberikan rekomendasi pencabutan reklame ke Ketua Tim Penertiban Reklame di Satuan Polisi Pamong Praja.

"Tapi tak pernah digubris, pihak Dishub DKI tak bisa berbuat apa-apa. Sebab kewenangan mencabut reklame ada di tim penertiban reklame," ucapnya membela diri.

Azas Tigor menyatakan, skandal JPO Roboh ini, menunjukkan masih maraknya permainan atau perilaku koruptif pejabat Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang bermain dengan perusahaan iklan dan industri rokok. Hal ini berakibat fatal karena menyebabkan JPO ambruk dan menewaskan tiga orang di lokasi kejadian.

Sementara itu, Direktur Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Bahrain, menyarankan agar keluarga korban mengajukan gugatan hukum kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta atas kejadian tersebut. Gugatan korban, bisa langsung ditujukan kepada Gubernur DKI Jakarta. "Dia (Ahok) yang bertanggung jawab sepenuhnya terhadap dinas (terkait JPO) itu," ucap Bahrain.

Ahok tidak bisa berlepas tangan terhadap berbagai pembiaran pelanggaran yang dilakukan institusi kedinasan yang dipimpinnya. Untuk itu, Ahok bisa menjadi pihak tergugat beserta dinas terkait dengan unsur perbuatan melawan hukum sehingga menimbulkan kematian dalam KUHP. "Bisa saja kategori pidana dan perdata," ujar Bahrain.

Robohnya JPO Pasar Minggu adalah puncak gunung es dari masih buruknya kinerja Pemprov DKI dan adanya potensi korupsi. Sangat disayangkan adanya pembiaran terhadap berbagai pelanggaran, tidak adanya konsistensi dan ketegasan dalam menegakkan peraturan. Satpol PP ternyata lebih sigap menggusur rakyat kecil ketimbang menggusur reklame yang diduga menguntungkan banyak pihak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun