Mohon tunggu...
Rizal Amri
Rizal Amri Mohon Tunggu... -

Pengamat barang kerajinan dan rajin mengamati peristiwa politik

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

KIS vs BPJS, Hasil Kerja Lapangan vs Hasil Kerja Meja SBY

4 November 2014   21:53 Diperbarui: 17 Juni 2015   18:41 480
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Peluncuran perdana Kartu Indonesia Sehat (KIS) yang menjadi andalan Presiden Jokowi berlangsung meriah. Jokowi bersama para menterinya menyebar, turun langsung “blusukan” membagi-bagikan kartu tersebut bersama dua kartu program lainnya, yakni Kartu Indonesia Pintar (KIP) serta Kartu Keluarga Sejahtera (KKS).

“Bapak-bapak, ibu-ibu hari ini bapak Presiden Jokowi meluncurkan perdana di Tanah Baru, Jakarta Pusat. Sama seperti menteri-menteri yang lainnya, kalau saya diutus ke Selatan,” demikian kata Menteri Dalam Negeri Tjahyo Kumolo di Kantor Pos Fatmawati, Jakarta Selatan, ketika ikut mendistribusian kartu-kartu andalan pemerintah baru itu.

Mungkin masih banyak orang yang bingung dan belum tahu apa perbedaan KIS dengan kartu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

“Tidak ada perbedaan dengan BPJS,”  kata Menkes Nila Djuwita Moeloek usai peluncuran KIP, KIS, dan KKS di Kantor Pos Besar, Jl Lapangan Banteng Utara, Pasar Baru, Jakarta, Senin (3/11/2014).

Nila Moeloek secara klise hanya menyebutkan akan menambahkan aspek pencegahan berupa edukasi kesehatan bagi masyarakat.

“Kita juga menekankan agar jangan hanya fokus pada aspek kuratif (pengobatan -red) saja,” jelas Nila.

Menteri Sosial Khofifah juga menyebutkan hal yang senada, KIS tidak merubah sistim Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang sudah ada. “BPJS penyelenggaranya, JKN sistemnya, semua satu kesatuan,” ujarnya.

Humas BPJS Irfan Humaidi juga menegaskan tidak adanya perbedaan antara Kartu Indonesia Sehat (KIS) dengan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang digulirkan pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

“Yang menyiapkan kartunya kita. Sistemnya sama saja dengan BPJS,” ujar Irfan.

Menurut Irfan, KIS malah berada di bawah program BPJS karena BPJS telah diamanatkan oleh undang-undang untuk menyelenggarakan jaminan kesehatan. Didesak mengenai perbedaannya, Irfan berkilah bahwa cakupannya KIS lebih luas.

“Secara kuantitas, peserta sasaran akan bertambah, khususnya dari PMKS, penyandang masalah kesejahteraan sosial,” ujarnya.

PMKS antara lain adalah anak-anak panti asuhan, orang lanjut usia, orang cacat, mantan pecandu, atau mantan PSK.

Benarkah cakupan KIS lebih luas?.

Berdasarkan Peraturan Presiden RI No.111 tahun 2013, pada pasal 6 ayat (1) disebutkan Kepesertaan Jaminan Kesehatan bersifat wajib dan mencakup seluruh penduduk Indonesia. Jadi sebenarnya tidak tepat istilah “cakupan KIS lebih luas” karena BPJS sebenarnya sudah diwajibkan untuk semua orang.

Lalu bagaimana dengan PMKS ?.

Jika mereka tidak mampu membayar iuran, sebenarnya sudah dijamin oleh PP RI no 111 tersebut, yaitu pada pasal 16.(1): Iuran Jaminan Kesehatan bagi Peserta PBI Jaminan Kesehatan dibayar oleh Pemerintah. Adapun Penerima Bantuan Iuran (PBI) dijelaskan pada Peraturan Presiden No. 12 tahun 2013 Tentang Jaminan Kesehatan, yakni fakir miskin dan orang tidak mampu.

Peraturan Presiden tersebut juga memberi keleluasaan kepada pemerintah daerah untuk memperluas cakupan penerima yang dibayarkan, sebagaimana disebutkan dalam pasal(1a): Iuran Jaminan Kesehatan bagi penduduk yang didaftarkan oleh Pemerintah Daerah dibayar oleh Pemerintah Daerah

Penyaluran KIS yang begitu gebyar, alih-alih menggantikan BPJS, malah berpotensi menimbulkan persoalan baru. Hal ini diungkap oleh politisi PKS, Abubakar Alhabsyi. Beliau mengaku heran dengan anggaran pengadaan kartu-kartu tersebut.

“Ini semua kan uang negara. Jadi, tata cara penggunaannya ada aturan mainnya.

Abu mempertanyakan mekanisme penganggaran yang digunakan Jokowi dan para pembantunya. Apalagi peluncuran kartu-kartu tersebut hanya beberapa hari setelah pelantikan kabinet. Ketidakjelasan terutama pada pengadaan kartu-kartu tersebut yang semestinya dilakukan melalui mekanisme tender. Apalagi untuk program sebesar KIP, KIS, dan KKS tidak bisa menggunakan penunjukkan langsung.

“Saya harap pemerintah menjelaskan berbagai persoalan ini sebagai bentuk pertanggunjawaban dan transparansi keuangan negara,” katanya.

Lalu darimana sumber dana program dan pembuatan kartu tersebut.

“Diambil dari dana bantuan sosial (bansos) yang berada di Kementerian Sosial,” ujar Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa.

Total dana yang digelontorkan pemerintah dari dana bansos adalah sebesar Rp 6,4 triliun. Sebesar Rp. 4,8 triliyun diberikan untuk program KKS dan selebihnya sebesar Rp. 1,6 tiliyun untuk mendukung pelaksanaan program jaminan sosial tersebut, termasuk untuk pembuatan kartu KIS, KIP dan KKS.

Kabinet Kerja Jokowi kerja memang harus diakui rajin bekerja dan bergerak cepat. Namun sebegitu pentingkah para menteri ikut membagi-bagikan kartu-kartu tersebut. Bukankah pemerintah cukup mendorong para gubernur untuk membantu pendaftaran warganya ke BPJS, mengingat hal ini sudah diwajibkan untuk semua orang sebagaimana amanah UU.

Alangkah lebih baik jika para menteri mengerjakan hal-hal yang lebih substantif, ketimbang latah ikut-ikutan menjadi selebriti dan seolah-olah sudah bekerja.

Sekalipun dituding lambat, harus diakui pula mantan presiden SBY ternyata bekerja cukup cermat. Dari balik meja beliau membuat perencanaan yang cukup baik. Selain tertib anggaran, SBY tak lupa menyiapkan payung hukum yang cukup komprehensif untuk BPJS, program jaminan kesehatan terbesar di dunia itu.

Sumber:

http://www.merdeka.com/peristiwa/menkes-kartu-indonesia-sehat-sebenarnya-sama-dengan-jkn.html

http://news.metrotvnews.com/read/2014/11/03/313611/ini-beda-tipis-kis-dengan-bpjs

Sumber foto: news.liputan6.com

Baca juga:

http://politik.kompasiana.com/2014/11/04/waduh-dikasih-dana-kks-pengungsi-sinabungbu-khofifah-minta-hp-dong-684555.html


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun