Blusukan Wakil Presiden Jusuf Kalla ke Kantor Pos, Rawamangun, Jakarta Timur, menghasilkan terobosan yang berarti. Proses pencairan dana Program Simpanan Keluarga Sejahtera di Kantor Pos, Rawamangun, Jakarta Timur, berjalan lancar dan terbilang bagus. JK mengaku puas dengan proses pencairan dana karena cepat.
"Bagus. Prosesnya cepat. Setengah menit. Itu ibu-ibu tadi cairkan uangnya. Kira-kira 1-2 menit proses dapat uangnya 3-4 menit, tapi antrean tergantung situasi," ujar JK sumringah.
Terobosan yang dilakukan JK sederhana saja, beliau meminta masyarakat untuk dibolehkan menggunakan Kartu Perlindungan Sosial (KPS) yang diterbitkan di zaman SBY.
“Bapak-bapak, Ibu-ibu, ini bantuan dari pemerintah. Jumlahnya Rp 400 ribu, boleh diambil dengan KPS (Kartu Perlindungan Sosial) yang Bapak-Ibu punya,” kata JK.
JK mengakui, program ini bukan hal baru, sehingga masyarakat juga mudah memahami prosesnya.
"Kartunya masih kartu lama. Sama saja prosesnya. Di setiap dinding kantor pos di jelaskan prosesnya. Tadi mereka bisa memahami dengan cepat", ujar JK.
Keputusan JK untuk tidak menggunakan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) salah satu dari tiga kartu “sakti” yang sudah disosialisasikan Presiden Jokowi, dilatarbelakangi realita masih carut-marutnya persiapan yang digawangi Menko Pembangunan Manusia (PMK) Puan Maharani. Beberapa hari sebelumnya JK mendapat laporan mengenai belum meratanya pembagian kartu KKS. Hal itu terungkap dalam pertemuan beliau dengan beberapa menteri ketika mengevaluasi tiga kartu “sakti” Jokowi yang sudah berjalan 10 hari.
Puan mengabarkan, sampai saat ini pembagian tiga kartu itu belum merata karena pemerintah masih mencocokan data tiga kartu itu dengan program bentukan mantan presiden Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY). Misalnya KIS dicocokkan dengan data BPJS, KIP dengan Bantuan Siswa Miskin (BSM), dan KKS dengan bantuan langsung tunai (BLT).
“Masih validasi data. Harapan kami semuanya cocok,” jelasnya.
Menurut Puan, untuk memvalidasi data serta menyebarkannya membutuhkan waktu yang lama. Dia memperkirakan kartu itu bisa dimiliki oleh semua keluarga pra sejahtera tahun depan. Saat ini dari data sementara Kemenko PMK, KIP, KKS dan KIS baru tersebar sekitar 1000 kartu.
Sementara itu KKS yang sudah terlanjur disosialisasikan oleh Presiden Jokowi dan para menteri malah menimbulkan kebingungan di lapangan. Di beberapa daerah, pihak pelaksana memahami bahwa KPS akan diganti dengan KKS. Di Kulonprogo misalnya, Kantor Pos setempat yang bertugas mendistribusikan masih menunggu kedatangan kartu tersebut dari pemerintah pusat.
“Sekarang KPS ditukar dengan tiga kartu yakni KIS, KIP, dan KKS di Kantor Pos. Tapi karena Kantor Pos Kulonprogo belum menerima ketiga kartu itu maka belum dilayani,” ujar Kepala Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Dinsosnakertrans) Kulonprogo, Eko Pranyoto.
Sayangnya Eko belum bisa memastikan kapan tiga kartu “sakti” Jokowi mulai dibagikan.
Tak hanya petugas, warga kurang mampu calon penerima dana kompensasi juga kebingungan. Di Desa Banyubiru, Jembrana, Bali, misalnya, warga merasa resah. Kartu sakti yang diluncurkan Jokowi belum sampai ke tangan mereka, sementara itu BBM sudah naik dan harga sembako melambung. Uniknya, warga telah mendapatkan materi sosialisasi dari kantor pos dan menerima pengarahan terkait pembagian kartu tersebut. Ketidakjelasan ini membuat warga bingung dan hanya bisa menunggu informasi lanjutan pembagian kartu.
Untunglah Wapres JK cepat tanggap dan bersikap realistis. Beliau segera memutuskan untuk menggunakan KPS yang lama. Sikap JK ini bertolak belakang dengan Eva Sundari politisi PDIP. Di salah satu acara ILC TV One, Eva mengakui KIS, KIP dan KKS masih meneruskan program pemerintahan sebelumnya. KKS akan menggunakan anggaran APBN 2014 yang dialokasikan bagi 15,6 juta Rumah Tangga Sasaran (RTS). Ketika ditanya oleh Presiden ILC Karni Ilyas, jika hanya meneruskan dan semuanya sama, kenapa mesti bikin kartu dengan nama lain. Eva malah spontan menjawab, “mosok” kita melanjutkan program SBY, ini kan untuk akuntabilitas terhadap apa yang sudah dijanjikan pada kampanye Jokowi.
JK cukup rendah hati mengakui program sebelumnya sudah baik dan meneruskannya. Jika beliau akhirnya memutuskan untuk tidak menggunakan kartu baru KKS, maka akan terjadi penghematan anggaran yang cukup signifikan, sebagai berikut:
Pembuatan kartu baru KKS sejumlah 15,6 juta buah. Pengadaan 15,6 juta buah kartu telpon seluler sebagai sarana pendukung KKS agar penerima bisa mendapat SMS pemberitahuan ketika dana ditransfer. Total jumlah kedua kartu tersebut = 31,2 juta buah. Jika biayanya Rp. 10 ribu/kartu, maka JK bisa mencegah pemborosan anggaran untuk proyek tersebut sebesar Rp.312 milyar rupiah !.
Selain itu, orang sangat miskin tidak perlu pula membeli HP untuk mengaktifkan kartu seluler tersebut dan setiap bulan harus membeli pulsa agar kartunya tetap aktif. Mereka cukup datang ke kantor pos dengan membawa persyaratan, toh hanya 4 menit dana kompensasi bisa cair.
Salut buat Pak JK. Perut rakyat tidak terlalu lama keroncongan gara-gara menunggu kartu...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H