Mohon tunggu...
Rizal Amri
Rizal Amri Mohon Tunggu... -

Pengamat barang kerajinan dan rajin mengamati peristiwa politik

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Giliran Malaysia Tegas, Indonesia Memelas

8 Desember 2014   19:09 Diperbarui: 17 Juni 2015   15:47 26
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sumber: nasional.sindonews.com



Ketersinggungan Malaysia atas langkah tegas Presiden Joko Widodo yang akan menenggelamkan kapal nelayan yang mencuri ikan di perairan Indonesia, tampaknya berbuntut panjang. Awalnya, media Malaysia bereaksi dengan menuding Presiden Jokowi hanya ingin mengalihkan isu atas tekanan di dalam negerinya terhadap kenaikan harga bahan bakar minyak bersubsidi.

"Mengambil kesempatan di atas semangat anti-Malaysia itu, Jokowi mungkin coba mengalih tekanan yang hadapi berhubung cadangan menaikkan harga minyak sebanyak 50 peratus. Pengumuman itu mendapat bantahan hebat dalam kalangan rakyat terutama yang berada di bawah paras kemiskinan. Ironinya mereka itu sebelum ini menjulang Jokowi sebagai “wira rakyat” ketika berkempen dulu.", tulis media Malaysia.

Tak hanya itu, media Malaysia juga menuding Jokowi hanya bisa mengambil cara mudah untuk mengatasi defisit anggaran, sembari membandingkan mahalnya harga BBM di Indonesia ketimbang Malaysia yang jauh lebih makmur.

"Walaupun Jokowi belum melaksanakan pelan pengurangan defisit negara cara mudah itu, tetapi rakyat sudah memberikan tekanan kepada pentadbirannya. Secara perbandingan, kenaikan harga petrol sebanyak 20 sen seliter di Malaysia yang taraf ekonomi jauh lebih tinggi berbanding Indonesia dianggap besar, bayangkan nilai 80 sen seliter di Indonesia?"

Selain menuduh Jokowi hanya mengalihkan isu, media tersebut juga menyebut Jokowi angkuh dan ingin melakukan kontroversi dengan Malaysia.

Tak berhenti sampai disitu, seakan "meledek" kebijakan Presiden Indonesia, Malaysia kemudian menurunkan harga BBM mereka. Menteri Perdagangan Dalam Negeri, Koperasi, dan Kepenggunaan Datuk Seri Hasan Malek mengumumkan penurunan harga BBM, misalnya RON95 turun 4 sen menjadi 2,26 ringgit per liter atau Rp 8.000 per liter, berlaku mulai bulan Desember 2014.

Langkah Malaysia berikutnya yang cukup mengejutkan, pemerintah kerajaan ini berencana mendeportasi sekira 50.000 tenaga kerja Indonesia (TKI), karena dianggap bermasalah dan tak mengantongi izin kerja.

Informasi yang dihimpun dari Kedubes RI di Malaysia, deportasi dilakukan bertahap oleh Pemerintah Malaysia dan target waktunya hingga 31 Desember 2014.

"Pengusiran (deportasi) itu wewenang Pemerintah Kerajaan Malaysia," kata Wakil Duta Besar RI di Kuala Lumpur, Malaysia, Hermono, Minggu (7/12/2014).

Dia menuturkan, saat ini di Pasir Gudang, Johor Bahru tercatat ada sekira 21.000 TKI. Sementara di Sarawak dan beberapa kota lainnya di Malaysia terdapat 16.000 TKI. Sedangkan, TKI yang menjalani hukuman ada sekira 5.000 TKI.

Hermono menyesalkan kebijakan Malaysia tersebut dan berharap perlakuan yang adil.

"Kami meminta pemerintah Malaysia berlaku adil dalam menerapkan kebijakan terkait permasalah TKI, ujar Hermono,

Menurutnya, TKI yang bekerja di Malaysia memiliki majikan tapi kenapa TKI saja yang disalahkan.

"Tapi kenapa mesti TKI yang selalu dipersalahkan," keluh Hermono.

Sementara itu, kepulangan puluhan ribu TKI tersebut menimbulkan persoalan tersendiri yang cukup memprihatinkan. TKI yang dideportasi terancam terlunta-lunta pada saat kepulangannya berhubung Pemda Kota Dumai yang biasa menjadi pintu masuk TKI, enggan menerima kedatangan mereka.

Menurut Ketua Komite III DPD, Hardi Selamat Hood, Dumai enggan menerima kedatangan ribuan TKI karena pemerintah pusat masih memiliki hutang kepada Pemda Dumai.

"Ada hutang yang belum dibayar pemerintah pusat. Jadi Dumai enggan menerima pemulangan TKI," jelas Hardi.

Hutang tersebut meliputi biaya yang timbul dalam pemulangan TKI, mulai dari tempat tinggal, makan, dan minum, serta biaya lainnya.

Hardi menyebut ada pintu masuk alternatif untuk kedatangan ribuan TKI yang akan dideportasi dari Malaysia, namun pemerintah pusat perlu menyiapkannya.

"Pintu masuk kedatangan ribuan TKI yang dideportasi ini tinggal di Tanjungpinang saja. Kalau ada perwakilan daerah yang datang menjemput, masalah akan mudah diatasi. TKI ini dideportasi dan terkadang ada yang membawa uang sehingga tak menambah beban TKI saat tiba di tanah air," ujar Hardi.

Peran pemerintah dan BNP2TKI sangat diharapkan dalam masalah ini. Seharusnya, mereka bisa berkoordinasi dengan sejumlah daerah asal TKI untuk menjemput langsung di Tanjungpinang saat kedatangan para pahlawan devisa ini.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun