(Gambar: www.yupegi.com)
Selera Presiden Jokowi dalam memilih tempat berkantor patut dipuji. Beliau tidak salah pilih dan memutuskan untuk lebih banyak berkantor di Bogor. Sebagaimana digambarkan Walikota Bogor Bima Arya, Istana Bogor adalah ibarat surga dunia.
Hal ini berbeda dengan ketika Jokowi masih menjadi calon Gubernur DKI Jakarta. Beliau tidaklah menganggap penting sebuah kantor. Jokowi mencanangkan untuk hanya bekerja satu jam saja setiap hari di kantor. Selebihnya, ia akan bekerja di lapangan alias blusukan untuk menyelesaikan berbagai persoalan yang membelit Ibu Kota. Namun perubahan "style" ini bisa dimaklumi. Saat sudah menjadi presiden, Jokowi tampaknya menghadapi situasi yang sulit. Berkantor di tempat yang super nyaman tentunya akan bisa sedikit meredakan ketegangan yang beliau alami.
Alasan Presiden memilih berkantor di Bogor demi kenyamanan ini diungkap oleh Bima.
"Presiden sampaikan bahwa beliau nyaman beraktivitas di Bogor terutama Istana Bogor," ujar Bima usai bertemu dengan Jokowi di Istana Bogor.
Hal senada juga disampaikan oleh Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Yuddy Chrisnandi. Menurut Yudi, selain nyaman, Presiden juga merasa lebih aman.
“Beliau merasa nyaman dan aman di sini,” ujarnya.
Tidak dijelaskan apa yang menyebabkan Presiden merasa tidak aman di Jakarta dan siapa yang membuatnya merasa terancam.
Menurut Yudi pula, dalam sepekan Presiden akan berkantor di Istana Bogor sekitar 2-3 kali. Namun kegiatan Presiden di Istana Bogor rencananya akan semakin meningkat dalam beberapa waktu ke depan. Untuk itu akan dilakukan rekayasa arus lalu lintas agar perjalanan Presiden juga lebih nyaman.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Bogor, Suharto, mengatakan jalan utama di sekitar Istana dan Kebun Raya Bogor akan dibuat menjadi satu jalur searah jarum jam. Nantinya kendaraan akan melaju dari Jalan Jalak Harupat, Jalan Pajajaran, Jalan Otto Iskandar Dinata, dan Jalan Juanda.
Namun Kepala Satuan Lalu Lintas Kepolisian Resor Bogor Kota Ajun Komisaris Irwandi menilai pemerintah daerah jangan tergesa-gesa dengan konsep satu jalur tadi. Menurut dia, satu catatan penting sebelum aturan itu diberlakukan adalah perbaikan rute dan beberapa jalur alternatif di sekitarnya. “Benahi dulu jalur penunjangnya.”, ujarnya.
Sementara itu, rencana penerapan jalur searah jarum jam ini ditentang sejumlah warga Kota Bogor. Seorang sopir angkutan kota 02 rute Sukasari-Bubulak, Rohman, menilai kebijakan itu memaksanya menempuh rute lebih jauh dan melewati sejumlah titik macet. Lagi pula, jika aturan ini diberlakukan, sedikitnya ada tiga rute angkutan yang bersinggungan. Seorang warga, Nanda, juga mengeluhkan rencana tersebut karena membuat waktu tempuh dari rumahnya ke kantor menjadi lebih lama. “Ini pasti menyulitkan masyarakat,” tuturnya.
Rencana Jokowi berkantor di Bogor juga membuyarkan rencana Bima yang akan melakukan penggeseran pagar Istana Bogor demi mengurangi kemacetan.
"Pagar tidak jadi digeser. Namun, Presiden meminta agar dapat menjaga nilai sejarah dalam sebuah heritage, " kata Bima.
Walhasil - seperti berkali-kali diungkap Bima ke media- istana Bogor bak surge dunia, namun suasana di luar pagar istana tampaknya masih akan tetap seperti dunia yang lain.
Seringnya rapat kepresidenan di Bogor tidak hanya dikeluhkan rakyat jelata, akan tetapi juga oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK). Politisi gaek ini menilai rapat kabinet yang berlangsung di Istana Bogor terlalu jauh.
"Sekarang mau rapat harus naik mobil sejauh 70 km," keluh JK dalam pembukaan Mukernas PMI di Wisma PMI, Jalan Wijaya I, Jakarta Selatan.
"Wah susah," imbuh JK tatkala ditanya kesannya tentang rapat kabinet di Istana Bogor yang memang cukup jauh.
JK tampaknya belum tahu bahwa Jokowi akan semakin sering rapat di Bogor.
"Tapi kan memang tidak selalu di sana," harap JK.
Semoga saja kenyamanan berkantor di “surga dunia” Bogor tidak membuat Presiden Jokowi lupa blusukan. Hal ini mengingat rakyat sedang resah akibat tingginya harga beras yang saat ini naik hingga 30%.
"Bukan naik lagi tapi lompat harganya," ungkap Hilyas salah seorang penjual beras di Pasar Induk Cipinang, Jakarta Timur.
Pedagang beras lainnya di Pasar Induk Cipinang, Jakarta Timur malah merasa heran dengan tingginya harga beras di era pemerintahan Jokowi ini.
"Harga beras internasional cuma US$ 400-an/ton, setara Rp 5.000/Kg. Kita luar biasa mahalnya," kata pedagang tersebut.
Harga beras di DKI Jakarta saat ini memang melompat dan sudah di atas Rp 10.000/Kg-11.000/kg atau naik 30% dari posisi akhir bulan lalu. Harga beras ini sudah 100% di atas harga internasional yang hanya Rp 5.000-5.500/Kg.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H