Mohon tunggu...
Handa Yani
Handa Yani Mohon Tunggu... -

sedang belajar

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cinta-Mu Memenuhi Hatiku

12 Februari 2014   11:51 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:54 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Cinta-Mu Memenuhi Hatiku

*Handayani #145

Krik... krik... krik...

Suara jangkrik mengerik. Sahut menyahut. Tanda kalau malam kian larut. Tapi mata Zahra tak kunjung menutup. Rupa-rupanya dia gundah gulana. Teringat dengan sebuah kisah yang akan menghantarkan dirinya pada mitsaaqon gholidzo. Sebuah perjanjian suci.

Zahra, muslimah yang dewasa, lugu, dan sederhana. Dia juga ramah dan bersahabat. Pernah gagal menikah karena keluguannya. Hanya karena dia tidak peka dengan niat baik orang yang hendak meminangnya. Tapi Zahra mengimani itu sebagai takdir, bahwa lelaki itu memang bukan jodoh terbaik dari Tuhannya.

Kini Zahra memasuki usia 30-an. Usia rawan bagi seorang wanita, menurut penilaian kebanyakan orang. Rawan karena banyak hal. Rawan bertambah maksiat. Rawan menjadi perawan tua, seperti banyak disebut banyak orang. Rawan nanti ketika melahirkan anak di usia 40-an yang termasuk kehamilan beresiko. Rawan menimbulkan fitnah. Meski demikian, sekali lagi Zahra mengimaninya sebagai sebuah takdir dari Allah. Keyakinannya full bahwa Allah sedang mendidiknya untuk menjadi wanita sholihah yang nanti akan menjadi sebab cemburunya bidadari-bidadari surga. Jodoh pasti bertemu.

Namun apalah jadinya bila suatu ketika Zahra mengalami penurunan iman. Dia begitu bergejolak ingin menikah. Sholat menjadi kurang khusyuk. Tidak tenang. Sholat malamnya perlahan berkurang raka’atnya. Shalat rawatib mulai banyak yang ketinggalan. Tilawah qur’an jauh dari yang diharapkan. Tidak sesuai target kebiasaan satu hari satu juz membaca Al Qur’an. Al Quran saat itu hanya menjadi barang yang cukup disimpan saja dalam tas. Ujian kesabaran Zahra pun dipertaruhkan.

“Astaghfirullahal a’dziim. Ya Allah tolonglah aku. Jauhkan hamba-Mu ini dari perbuatan yang haram, dan berilah hamba-Mu dengan sesuatu yang halal,” doa Zahra dalam sujud panjangnya.

“Rabbana hablana min azwajina wa dzuriyatina qurrota’ayun, waj’alna lil muttaqina imama,” sembari mencucurkan airmatanya.

Kehadiran orang-orang yang sekedar mampir membuat Zahra semakin tidak tenang. Ada yang berdalih bertanya ilmu agama, hingga sering berinteraksi karenanya. Ada yang menggunakan modus ‘kita kan teman’. Ada yang meminta tolong tetangga sebagai perantara. Ada-ada saja caranya. Namun semuanya ‘mental’. Tak satu pun yang tersangkut. Zahra pun sekali lagi mengimaninya sebagai sebuah takdir. Belum jodoh ya belum bertemu. Dikejar sampai kemana pun kalau belum jodoh ya tidak bertemu. Berlaku sebaliknya, kalau berjodoh, pasti bertemu. Semua urusan akan menjadi mudah.

Tiap hari Zahra merasakan galau, jenuh, dan malas. Sudah banyak buku pernikahan yang dibacanya, namun tak kunjung menikah. Apa yang salah dari diri ini, dalam batin Zahra. Niat kah yang salah? Zahra mengoreksi diri. Terlalu banyak krietria kah? Dulu begitu. Sekarang Zahra sudah menyediakan penghapus. Sungguh sangat bermanfaat sekali penghapus itu. Ia bertugas menghapus kriteria-kriteria duniawi.

Futur yang berlarut-larut membuat Zahra semakin hanyut. Tak sadar virus merah jambu pun menggerogotinya. Pelan tapi terus-menerus membuat hati Zahra makin hari tergerus.

“Ya Rabb, ampunilah hamba-Mu yang dhoif ini,” doa Zahra usai shalat fardhu.

“Tolonglah hamba-Mu,” masih dengan cucuran airmata.

“Dekatkanlah jodoh hamba dengan cara yang baik,” air matanya semakin deras berlinang.

Hingga suatu ketika Allah memberikan jawaban padanya. Zahra mendengar ada komunitas yang saling mengingatkan untuk membaca Al Qur’an satu hari satu juz. Zahra begitu bahagia. Ia sadar, bahwa jauhnya dia dengan Al Qur’ansaat itu menyebabkan hilangnya amalan-amalan lain yang biasa dikerjakannya. Tak ingin ia jauh dari Allah lebih jauh lagi dari sekarang. Kondisinya sekarang sudah cukup membuatnya jera bermaksiat. Kini Zahra merasakan rindu yang teramat sangat. Rindu dekat dengan Al Qur’an.

Dari info seorang sahabat yang mencintai Al Quran, ia segera bergabung dengan group ini. Group ODOJ namanya. Tersadarlah dia. Terbukalah mata hatinya. Ia mulai bergabung dengan komunitas ODOJ. Perlahan tapi pasti, kondisi ruhiyah Zahra semakin membaik. Tak lagi berada dalam kondisi ‘kritis’. Dia mulai istiqomah one day one juz tilawah Quran. Sungguh Al Qur’anitu sebagai obat. Obat hatinya orang-orang yang mau membersihkan diri.

Bagi Zahra, waktu itu terbagi menjadi dua. Waktu untuk berbuat maksiat atau berbuat kebaikan. Sesuatu yang sia-sia dilakukan akan mendekatkan dirinya pada maksiat. Kini ia mengganti waktu yang akan mendekatkan dirinya dengan maksiat menuju kebaikan. Tilawah Al Quran salah satu pintunya. Sesungguhnya mata, pendengaran dan kulitmu akan dimintai pertanggungjawabannya. Penuhilah hatimu dengan cinta pada-Nya. Yakinlah bahwa cintaNya akan memenuhi ruang hatimu.

“Syukurku pada-Mu Ya Rabb.Cukup Cinta-Mu yang memenuhi hatiku.” [DP-Promas]

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun