Mohon tunggu...
Akhlis Purnomo
Akhlis Purnomo Mohon Tunggu... Penulis - Copywriter, editor, guru yoga

Suka kata-kata lebih dari angka, kecuali yang di saldo saya. Twitter: @akhliswrites

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Lontong Plastik: 'Inovasi' Kuliner Pemicu Kanker

21 Desember 2024   14:59 Diperbarui: 21 Desember 2024   14:59 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tren kuliner lontong plastik karsinogenik harus dicegah dengan edukasi. (Foto: Tangkapan layar Youtube)

Saya punya langganan 2 warung gado-gado. Cukup sering saya beli gado-gado ini di kedua warung tersebut. Yang satu saya beli di siang hari. Yang lain di malam hari.

Dari segi cita rasa, kedua gado-gadonya sama menurut lidah saya. Tapi yang aneh, dua-duanya memakai lontong yang entah kenapa di lidah saya terasa hambar dan keras.

Usut punya usut saya tak sengaja amati rak makanan mereka. Saya kaget karena di etalase makanan mereka ternyata ada lonjoran lontong tetapi bungkusnya bukan daun pisang sebagaimana yang saya kenal sejak kecil. Tapi bungkusnya plastik!

"Lho kok plastik??" Saya kecewa berat saat menemukan kedua warung gado-gado itu pakai lontong plastik.

Sejak itu saya cuma makan sayurnya. Tak pernah saya pesan dengan lontong lagi. Saya kesal, marah, dan takut. Kesal karena merasa dibohongi oleh mereka. Marah karena keamanan makanan saya tak dijaga dengan baik oleh penjual. Takut karena pastinya ada risiko kesehatan dari paparan bahan-bahan kimiawi yang terkandung dalam lontong plastik itu terhadap badan saya.

Di rumah, saya coba cek, apakah memang serendah itu edukasi masyarakat kita soal bahaya plastik sebagai pembungkus makanan apalagi ini sebagai pembungkus makanan yang kemudian dikukus alias dalam suhu tinggi. Karena setahu saya, plastik bisa mengeluarkan dioksin, zat kimia yang beracun bagi badan, jika terkena hawa panas. Kalau dipakai sebagai bungkus makanan, dioksin tadi pastinya meresap ke dalam makanan.

Saya iseng googling dan menemukan banyak resep lontong plastik di Internet. Saya tercengang! Bisa-bisanya sih 'inovasi' karsinogenik macam ini populer di masyarakat kita? 

Sebuah laman web memuat tulisan "Cara Membuat Lontong Plastik Enak Aman" dan si penulis artikelnya dengan percaya diri menulis: "Hasilnya enak dan tetap aman meski direbus pakai plastik. Bikinnya itu cepat, hanya direbus 15 menit saja." Ia membandingkan lontong daun yang bisa lebih lama pembuatannya. Lontong plastik cuma butuh 15 menit! Irit gas. Wow. Saya tak tahu harus tertawa atau menangis membacanya.

Tak cuma artikel, video tutorial YouTube yang mengajari membuat lontong plastik juga ada yang sampai ditonton 2 juta kali. Komentar-komentar yang bermunculan pun bervariasi tapi mayoritas memuji kepraktisannya. Ada yang beralasan tak masalah pakai plastik untuk mengukus toh sesekali, tak setiap hari, dan harga daun pisang di sekitar mereka lebih mahal dari plastik. Cuma segelintir yang bersuara bahwa lontong plastik bisa membahayakan kesehatan. Jujur saya trenyuh dengan ketidaktahuan dan pengabaian seperti ini.

Jika kita mengukus makanan yang dibungkus plastik, bakal ada 2 jenis zat kimia yang masuk ke dalam makanan yang akan kita lahap yakni BPA dan PVC. Dikutip dari laman halosehat, BPA atau bisphenol A bisa memicu gangguan sistem reproduksi perempuan dan laki-laki. Bahkan jika paparan BPA terus terjadi pada ibu hamil, akibatnya bayi bisa terlahir cacat.

Sementara itu, zat PVC atau Polivinil Klorida kalau masuk ke tubuh bisa meningkatkan risiko bayi cacat, gangguan limpa dan liver, gangguan pendengaran, kanker dan penyakit kulit lain.

Di sini kita berhak untuk menuntut pemerintah dalam hal ini Kemenkes dan para pemangku kepentingan serta semua pihak yang memiliki kepedulian terhadap kesehatan untuk segera menyebarkan edukasi soal bahaya lontong plastik ini pada segenap kalangan masyarakat terutama masyarakat lapisan bawah yang merasa bahwa ini 'inovasi' kuliner yang bisa diterima. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun