Mohon tunggu...
Akhlis Purnomo
Akhlis Purnomo Mohon Tunggu... Penulis - Copywriter, editor, guru yoga

Suka kata-kata lebih dari angka, kecuali yang di saldo saya. Twitter: @akhliswrites

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Artikel Utama

Petani Lebak Terjebak Deru Pembangunan Kota Baru

19 September 2024   07:01 Diperbarui: 19 September 2024   16:20 180
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ILUSTRASI | KOMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASA

Untuk bertahan dari menyempitnya sawah dan efek buruk gentrifikasi, para petani gurem tanpa lahan seperti Ano harus terus menyiasati tantangan-tantangan yang muncul. Lain dari petani dulu yang cuma bisa pasrah tak bisa panen saat kemarau parah, kini para petani Maja yang masih punya sawah masih tetap bisa panen saat kemarau berkat bantuan teknologi. Mereka menggunakan mesin pompa air untuk menyedot air dari sungai di sekitar sawah untuk mengairi lahan agar padi tak mati tersengat matahari.

Tak sebatas itu, Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Banten bahkan dilaporkan telah meluncurkan upaya pengairan lahan pertanian jagung di Maja dengan memakai drone atas permintaan pihak petani lokal, ungkap IDN Times 5 Agustus 2024 lalu. Tak cuma menyemprotkan air di masa puncak kemarau, drone juga dipakai untuk penyemprotan pestisida.

Berkat penggunaan teknologi pertanian yang mulai intensif ini, pertanian Lebak setidaknya bisa bertahan menghadapi tantangan perubahan iklim yang makin ganas dari tahun ke tahun. Buktinya hasil padi yang ia panen terbilang 'lumayan' tahun ini, kata Ano. Lahan sawah yang ia bantu panen berhasil menghasilkan gabah seberat kurang lebih 4 ton. Begitu banyaknya gabah itu sehingga petani pemiliknya memutuskan untuk menjualnya karena jika dimakan keluarganya sendiri juga tak bakal habis dalam beberapa bulan ke depan.

Sebagai gambaran, tuturnya, sawah seluas 1 hektar jika 'bagus' bisa hasilkan 4 ton. Para petani Maja biasanya setahun bisa menanam 3 kali. Jadi setahun mereka kira-kira bisa memproduksi 12 ton dengan lahan 1 hektar saja. Namun, tentu itu kalkulasi teoretis dari Ano semata. Kondisi di lapangan sangat tak bisa diprediksi.

Para petani zaman sekarang mesti bisa memutar otak untuk menyiasati kondisi agar jangan sampai merugi padahal sudah bekerja dari pagi sampai pagi lagi. Profesi ini bisa jadi sama kerasnya dengan para host live TikTok yang bekerja tak kenal waktu.

Terjerat Kemiskinan Struktural

Meskipun Ano sempat iri dan ingin menjadi pekerja kerah putih, ia (dipaksa) mengerti (oleh realita) bahwa di usianya sekarang yang sudah tak muda lagi dengan level pendidikan yang ia miliki, kesempatan untuk melakukan mobilitas vertikal dalam strata sosial ekonomi sangatlah tipis, jika tidak bisa dikatakan tertutup rapat, bila ia terus menjadi petani gurem seperti saat ini.

"Makanya pemerintah harusnya membantu mengangkat nasib para petani. Kalau semua orang mau jadi pegawai, siapa yang mau menanam padi?" ujar Ano resah.

Sempitnya ruang untuk meningkatkan kesejahteraan hidup seperti yang dialami oleh Ano dan warga akar rumput Banten lainnya ini dipicu oleh kompleksnya beragam faktor yang membuat kemiskinan struktural terus abadi di Tanah Jawara. Menurut data dalam laporan berjudul "Profil Kemiskinan di Provinsi Banten Maret 2024" yang dirilis BPS Juli 2024, Garis Kemiskinan pada Maret 2024 tercatat sebesar Rp654.213/kapita/bulan. Jika kita bandingkan dengan Jakarta yang mencapai 792.515,00, terasa betul kesenjangan ekonomi antara Jakarta dan Banten yang bertetangga dekat. Kemiskinan ekstrim ini juga berdampak pada kualitas SDM Lebak, yang menurut data BPS tahun 2023 adalah yang terendah di Banten.
 
Kemiskinan struktural yang harus diderita warga strata bawah di Lebak, Banten ini tak cuma dipicu oleh kesenjangan dalam hal sosial, ekonomi, dan politik dalam masyarakat tetapi juga karena bercokolnya dinasti-dinasti politik di Banten yang menguasai banyak sendi kehidupan masyarakat lokal. Kombinasi kemiskinan struktural dan dinasti politik ini menjadi kutukan yang memerlukan keajaiban dan mukjizat untuk mengangkatnya.

Harapan Ano agar pemerintah mau peduli dengan nasib petani kecil yang terkena dampak kemiskinan struktural dan ditambah lagi dengan gentrifikasi pasca pembangunan Kota Baru Maja ini seharusnya didengar dan direspon pemerintah setempat. Agar tak cuma memikirkan pertumbuhan ekonomi tetapi juga cara bagaimana meningkatkan kesejahteraan kelompok masyarakat yang tersingkirkan akibat pembangunan. (*/)

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun