Mohon tunggu...
Akhlis Purnomo
Akhlis Purnomo Mohon Tunggu... Penulis - Copywriter, editor, guru yoga

Suka kata-kata lebih dari angka, kecuali yang di saldo saya. Twitter: @akhliswrites

Selanjutnya

Tutup

Artificial intelligence Pilihan

Bisakah Menghasilkan Tulisan yang Berdampak dengan Bantuan AI?

2 September 2024   12:26 Diperbarui: 2 September 2024   16:17 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagai penulis, kita ingin tulisan kita tidak cuma dibaca hanya untuk kemudian dilupakan. Kita mau tulisan kita bisa membekas dan diingat para pembaca kita. Karena itulah, kalau saya ditanya soal definisi "tulisan yang berdampak", saya akan mengatakan bahwa tulisan berdampak merupakan sebuah tulisan yang berhasil memantik diskusi dan dialog publik soal isu-isu tertentu yang penting bagi kemaslahatan masyarakat. Bukan 'hanya' sebuah tulisan yang mendeskripsikan sebuah isu atau kondisi yang faktual di lapangan. 

Tuntutan untuk menghasilkan sebuah tulisan yang berdampak ini dikemukakan oleh Okky Madasari selaku mentor dalam event "Writing Retreat Satu Pena 2024" yang dihelat tanggal 30, 31 Agustus dan 1 September 2024 lalu di De Pointe Resort, Puncak, Bogor. sebanyak 25 penulis ikut serta dalam retreat menulis ini dan diharuskan menghasilkan tulisan yang berkualitas setelah sesi brainstorming, diskusi dan pemberian masukan/ kritik.

Sebagai salah satu peserta, saya juga ikut menulis. Topik yang diberikan oleh mentor ialah "Sudahkah manusia Indonesia merdeka?". Dan karena saya tinggal di Banten, saya ingin mengaitkan topik besar itu pada fenomena dinasti politik di Banten yang begitu kental kemudian disarankan Okky untuk meneropong fenomena ini dari teori mekanisme pelarian diri yang disusun oleh pemikir Erich Fromm pada tahun 1942. Saya pun mencoba untuk mempertajam pembahasan esai yang saya tulis lagi berdasarkan masukan Okky.

Sebagai penulis, saya memang sudah sering membahas dan mengaplikasikan Kecerdasan Buatan (AI) dalam proses kreatif saya. Beberapa tulisan saya yang membahas soal AI ialah "Penting untuk Editor dan Pendidik! Inilah Cara Deteksi Tulisan AI", "Kenapa Kita Harus Batasi Penggunaan AI Jika Masih Sayang Bumi", "AI Sebagai Alat Membangkitkan Bisnis Media Lokal", dan lain-lain yang Anda bisa baca di bawah profil saya. Satu artikel yang saya buat dengan bantuan AI bahkan berhasil menjadi headline di Kompasiana dan dibaca 1688 kali sampai tulisan ini ditayangkan: "Mengenang Joko Pinurbo: Pernah Bakar Puisi karena Ditolak Penerbit".

Okky Madasari memberikan masukan terhadap draft tulisan. (Sumber gambar: Dok. pribadi penulis)
Okky Madasari memberikan masukan terhadap draft tulisan. (Sumber gambar: Dok. pribadi penulis)

Dari Dinasti ke AI

Kembali ke writing retreat, saat draft tulisan saya ditelaah Okky, ia terus terang menyukainya dan mengatakan bahwa perkembangan tulisan esai/ opini saya lebih baik dibandingkan draft paragraf pertama yang sebelumnya saya ajukan. 

Di dalam esai ini saya mengkritik fenomena dinasti politik di Banten (dinasti Ratu Atut, Jayabaya, dan Natakusumah) dan bagaimana dinasti politik menghambat pertumbuhan ekonomi sebuah wilayah (dengan mengutip data penelitian World Bank) dan bahwa fenomena ini muncul tak lain karena masyarakat Banten sendiri memang masih kebingungan dan belum bisa mandiri sebab mereka masih belum berpendidikan dan didera kemiskinan ekstrem. 

Solusi jangka pendeknya ialah dengan memilih bersandar pada seorang sosok pemimpin yang bisa melakukan segalanya untuk mereka sebab hidup rakyat Banten sudah sulit. Meski pada jangka panjang, kecenderungan semacam ini bakal membuat mereka sulit maju juga. 

Saya berteori di esai tersebut bahwa fenomena dinasti politik ini bisa muncul karena keserakahan elit politik daerah yang menjelma sebagai kompeni pribumi sekaligus karena manjanya masyarakat menengah bawah yang enggan berubah untuk maju. Karena untuk maju, perlu perubahan radikal yang sangat tidak nyaman.

Karena panitia dan mentor sebelumnya tidak menyebutkan larangan untuk memakai AI selama proses menulis, saya pun memakai AI di dalam proses menulis esai ini. Karena saya belum selesai membaca, saya menggunakan claude.ai untuk mendapatkan ringkasan novel Max Havelaar yang berlatar Banten masa lalu di tahun 1860-an dan kondisi mengenaskan masyarakatnya di bawah  sistem tanam paksa Belanda. Saya juga menggunakan claude.ai untuk meringkas teori Erich Fromm soal mekanisme pelarian diri yang ia tulis di seminal "Fear of Freedom" (1942).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Artificial intelligence Selengkapnya
Lihat Artificial intelligence Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun