Mohon tunggu...
Akhlis Purnomo
Akhlis Purnomo Mohon Tunggu... Penulis - Copywriter, editor, guru yoga

Suka kata-kata lebih dari angka, kecuali yang di saldo saya. Twitter: @akhliswrites

Selanjutnya

Tutup

Book Pilihan

Mengapa Penulis Ini Ingin Membakar Bukunya Sendiri

21 Agustus 2024   06:48 Diperbarui: 21 Agustus 2024   07:05 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gay Talese, jurnalis penulis buku "The Voyeur's Motel".(Sumber gambar: Wikimedia Commons)


Dikenal sebagai pelopor jurnalisme sastrawi (literary journalism), Gay Talese mendeskripsikan dirinya sebagai seorang reporter dan penulis buku kampiun. Ia dianggap sebagai sosok legendaris dalam dunia jurnalistik Amerika Serikat karena sudah malang melintang berkarya sejak 1949 (sumber: Wikipedia).

Namun, di tahun 2017 pasca bukunya yang berjudul "The Voyeur's Motel" terbit dan telah disebarluaskan di seantero dunia, ia malah ingin membakarnya. Apa pasal?

Narasumber utama untuk bukunya tersebut, Gerald Foos, kala itu baru ketahuan menyembunyikan sebuah fakta penting. Padahal informasi tadi sangat vital untuk validitas isi buku Talese.

Diary Pengintip

Buku "The Voyeur's Motel" ini isinya adalah kumpulan catatan harian/ diary seorang pengintip. Gerald Foos, si tukang intip ini, tak cuma beraksi sesekali tetapi tak terhitung banyaknya. Profesinya sebagai pemilik dan pengelola sebuah motel bernama Manor House Motel di kota Aurora, negara bagian Colorado, Amerika Serikat memungkinkannya mengintip aktivitas pribadi sejumlah penyewa kamar motelnya.

Buku karya Gay Talese yang mengisahkan catatan harian pengintip Gerald Foos. (Sumber gambar: NPR.org)
Buku karya Gay Talese yang mengisahkan catatan harian pengintip Gerald Foos. (Sumber gambar: NPR.org)

Foos sendiri tampak seperti pria normal. Ia tumbuh dalam keluarga petani dan peternak dengan tanah seluas 160 are di kota kecil Ault. Foos berdarah keturunan Jerman dan orang tuanya adalah kaum pekerja keras yang baik hati dan bisa dipercaya. Namun, soal pendidikan seks, kedua ortunya sangat tertutup. Seks dicap sebagai topik tabu di rumah.

Foos remaja, sebagaimana remaja laki-laki pada umumnya, memiliki keingintahuan besar terhadap seks. Dan ia sering mengamati seorang bibinya yang bernama Katheryn yang berusia 20-an kala itu dalam kondisi telanjang. Ia pun berfantasi dan mulai masturbasi.

Saat Talese mewawancarainya di tahun 2016, Foos telah menikah dengan seorang wanita bernama Donna yang juga ia kencani sejak SMA. Dan Donna tahu betul kebiasaan mengintip suaminya. Bahkan selama ini Donna mendukung kebiasaan tadi.

Apakah Foos melakukannya demi memenuhi hasrat abnormal? Atau sekadar iseng? Jika iseng atau cuma karena ingin memenuhi hasrat seksual, kenapa ia malah mencatat semua detail yang ia saksikan dalam sebuah diary yang tersimpan rapi hingga berpuluh tahun lamanya?

Motif Foos mengintip dan mencatat adalah demi mengetahui momen-momen banal dan intim para subjek penelitiannya dalam laboratoriumnya (baca: motelnya).

Talese geram dan ingin membakar bukunya karena Foos ternyata tida terbuka soal fakta bahwa tahun 1980 Foos menjual motelnya pada orang lain yang bernama Earl Ballard.

Talese mendapatkan informasi tersebut dari seorang wartawan Washington Post Paul Farhi yang mengatakan bahwa mayoritas isi bukunya tak valid karena Foos tak menyebutkan fakta penting itu. Selama 6 tahun sejak 1980 motel itu berada dalam kepemilikan Earl Ballard sehingga praktis tak masuk akal jika Foos masih bisa mengintip tamu-tamu motel. Keabsahan catatannya dari tahun 1980 pun akhirnya diragukan. Jangan-jangan itu cuma fantasi kotor Foos?

Akibat kelalaian ini, Talese merasa sangat malu, marah dan tak mau mempromosikan bukunya tadi. Ia bahkan mengatakan buku tersebut pantas untuk dibuang ke toilet.

"Saya sudah dibohongi. Saya mewawancarai seorang pembohong," tegasnya dengan nada kesal.

Pelajaran yang bisa kita petik sebagai penulis nonfiksi dan jurnalis/ reporter dari skandal Voyeur ini adalah bagaimanapun juga jurnalis adalah manusia yang bisa alpa saat bekerja. Seakurat apapun seorang penulis dalam bekerja, pasti masih ada celah kesalahan bahkan jika ia sudah berpengalaman sekalipun di bidangnya. (*/)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun