Hubungan atasan dan bawahan di lingkungan kerja adalah salah satu hubungan yang rumit. Setiap pekerja pasti pernah mengalami masalah dengan atasan atau bawahan mereka di kantor atau tempat kerja.
Pertama-tama, saya memahami bahwa para pegawai/ bawahan apalagi yang baru saja mulai bekerja terdorong untuk berkata iya pada ajakan atau suruhan atasan. Rasanya menolak instruksi atau ajakan atasan untuk melakukan sesuatu adalah 'haram' karena taruhannya adalah citra Anda sebagai pegawai di mata atasan. Menolak bisa dicap pemalas atau tidak kooperatif. Keputusan Anda untuk menerima atau menolak ajakan bisa menentukan mulus tidaknya proses kenaikan jabatan, gaji, hingga tunjangan dan izin cuti yang akan Anda ajukan nantinya.
Saya juga pernah mengalaminya. Dengan niat menunjukkan etos dan semangat kerja yang sebaik mungkin di mata atasan dan kolega, yang terjadi justru saya burnout, kelelahan amat sangat dan kehabisan waktu dalam menyelesaikan tugas-tugas yang menjadi tanggung jawab utama saya di kantor.Â
Kalau sudah seperti ini, saatnya belajar untuk menolak. Karena ternyata menolak ajakan atau tugas yang diajukan pada kita kadang malah bisa membantu kita menjaga keseimbangan kerja dan hidup, bekerja lebih efektif, hemat waktu, dan hemat energi juga. Dengan demikian, Anda tidak akan alami burnout.
Berkata tidak memang susah tapi cobalah untuk menerapkan cara-cara yang akan saya jelaskan di bawah ini.
Cermati Lingkup Pekerjaan Anda
Sebelum mulai bekerja, pastinya Anda harus membaca dan menandatangani surat perjanjian kerja (SPK) untuk menandakan adanya hubungan legal di mata hukum antara perusahaan dan Anda sebagai individu yang akan berstatus sebagai bagian dari perusahaan tersebut.
Bacalah isi surat perjanjian kerja tersebut dengan secermat mungkin terutama pada bagian posisi pekerjaan dan juga deskripsi pekerjaan Anda serta tanggung jawab Anda di perusahaan tersebut.
Misalnya jika Anda diterima sebagai content writer, maka sewajarnya deskripsi pekerjaan Anda adalah menulis konten untuk berbagai platform (misal website, blog, media sosial, materi pemasaran, dan email newsletter), melakukan riset tentang topik yang akan ditulis, mengoptimalkan konten untuk SEO (Search Engine Optimization), mengedit dan merevisi tulisan sesuai masukan, berkolaborasi dengan tim lain (desainer, marketing, dll.), memastikan konten sesuai dengan brand voice dan target audience, mengikuti tren dan perkembangan industri yang menjadi bidang tempat perusahaan Anda bergerak, menganalisis performa konten dan membuat laporan, membuat dan mengikuti editorial calendar, dan menggunakan tools penulisan dan manajemen konten.
Jika di surat perjanjian kerja itu sudah ada poin yang di luar nalar atau kewajaran, misal Anda direkrut sebagai content writer tapi ada keharusan untuk menjual produk atau melaksanakan urusan administrasi kantor, sudah seharusnya Anda secara kritis mempertanyakannya pada perusahaan.
Pastikan KPI Anda Apa Saja
Agar dapat bekerja secara profesional, kita harus menggunakan KPI (Key Performance Indicators), yakni seperangkat tolok ukur yang objektif.Â